Festival Tidore East- West World Monument 2018 Berlangsung Semarak
pada tanggal
16 April 2018
TIDORE, LELEMUKU.COM - Berbagai iven digelar guna semarakkan peringatan Hari Jadi Istana Tidore ke-910 dengan perhelatan utama yakni Festival Tidore East-West World Monument 2018 yang digelar sejak 30 Maret hingga 12 April 2018. Dalam edisi ke 10 tahun, acara Festival Tidore 2018 akan menyoroti budaya tradisional masyarakatnya yang kaya dan terus terjaga sampai hari ini.
Festival Tidore 2018 resmi dibuka, pada Jumat (30/03) dan diawali dengan prosesi adat Rora Ake Dango atau Air Bambu, di Sonine Gurua yang merupakan tanah lapang tempat ritual adat Kelurahan Gurabunga, Kelurahan Tidore, Kota Tidore Kepualauan, Provinsi Maluku Utara.
Ake Dango merupakan ritual paling sakral dari beberapa rangkaian acara yang ada. Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tidore, Yakub Husain, ritual ini adalah tradisi asli Tidore. Keaslian bisa dilihat dari ritual pengambilan air suci (Tagi Kie) dan bersih gunung.
"Tagi Kie dan bersih gunung memang belum di-publish ke umum dan media. Karena, ritual ini dilakukan oleh orang khusus saat mengambil air dari puncak Gunung Tidore," ucap dia di sela gladi bersih Ake Dango, beberapa hari lalu, dilansir Kementerian Pariwisata (Kemenpar) pada Rabu (11/4).
Sumber air di puncak Gunung Tidore adalah tempat keramat. Sumber air ini juga disebut sebagai pelakon utama atau sumber utama kehidupan. Tidak sembarang orang bisa mengambil air itu. Hanya keturunan lima Sowohi (kepala suku) yang boleh mengambilnya.
"Di sana juga ada sumber air nya. Air ini anggapan kami di sini sebagai air suci dan sebagai sumber kehidupan manusia," katanya.
Air itu menjadi penting, lantaran diantarkan ke pihak Kesultanan Tidore, pada Sabtu, 31 Maret 2018. Dan dilanjutkan dengan Prosesi Ratib Haddad Farraj. Namun, air itu diinapkan terlebih dahulu di lima rumah adat dari lima Sowohi marga yang ada di Kesultanan Tidore. Sowohi ini lah sebagai penjaga wilayah Kesultanan Tidore.
Sementara, Wali Kota Tidore Kepulauan, H Ali Ibrahim, mengatakan prosesi Ake Dango merupakan ritual pertemuan Lima Marga. Prosesi itu untuk mengantarkan air menggunakan Rau yang telah diambil dari puncak gunung. Air dan Rau itu dipersatukan dalam Bambu (Dango).
"Air yang disatukan dalam bambu (Ake Dango) selanjutkan didiamkan semalam di Sonine Gurua dengan dijaga oleh perwakilan Lima Marga yang bersenjatakan parang dan salawaku. Penjagaan ini dilakukan demi keamanan agar Ake Dango tidak mendapat gangguan sampai besok paginya," ujar Ali.
Prosesi dilakukan pada pukul 21.00 WIT. Dengan suasana gelap hanya diterangi obor-obor api. Ritual ini menjadi tontonan menarik bagi masyarakat dan wisatawan yang datang ke Tidore.
Tidore dan Ternate adalah dua pulau kecil di sebelah barat pulau Halmahera yang lebih besar di Maluku Utara, sekarang lebih dikenal sebagai Pulau Rempah-Rempah asli. Dalam sejarah, baik Ternate maupun Tidore pernah menjadi Kesultanan yang berkuasa yang memerintah di sekitar lautan Indonesia Timur.
Festival Tidore 2018 menampilkan tiga kegiatan utama. Pertama adalah Parade Juanga yang menampilkan pelayaran berlayar kapal tradisional yang berwarna-warni dalam formasi perang. Armada itu dipimpin oleh Sultan Tidore sendiri ditemani oleh keluarga kerajaan dan dijaga oleh tentara.
Kedua adalah Penjelajahan Paji, penelusuran kembali atas perjalanan yang dilakukan oleh Sultan pada saat Pemberontakan oleh Sultan Nuku. Ketiga adalah prosesi kerajaan Sultan Tidore dan rombongan, yang segera diikuti oleh pembukaan Museum Maritim Dunia di Istana Tidore.
Festival Tidore juga menampilkan Prosesi Kota Tupa (perjalanan ke rumah-rumah 'Sowohi' atau orang tua di Tambula, Folarora, dan Guruabanga yang terletak di kaki Gunung Kie Matubu), prosesi Tag Jie (perjalanan ke puncak Gunung Mar ' ijan), Rora Dange Ake Dango (ritual penggabungan perairan dari rumah Sowohi Romtoha Tomayou), dan pawai Ny Puja Nyilu. Selain itu ada juga pameran, pertunjukkan seni, karnaval budaya, seminar budaya, dan lainnya.
Selama Parade Juanga, ratusan Kora-kora, - kapal perang tradisional khas Kesultanan Tidore, berlayar mengelilingi pulau yang dipimpin oleh Sultan Tidore Husain Sjah ke-37. Sultan dan rombongannya kemudian berlayar ke pulau tetangga Ternate dimana mereka disambut oleh Walikota Ternate, Burhan Abdurahman.
Tarian tradisional Cakalele dan Soya-soya juga dilakukan dengan kuat oleh para penari untuk menyambut Sultan. Prosesi berlanjut ke 'Kafaton Tidore', juga dikenal sebagai tanah para raja.
Perahu tradisional yang unik, dan tarian menawan menarik perhatian ratusan penduduk setempat dan pengunjung internasional yang datang terutama dari jauh untuk menyaksikan acara spesial ini.
Dalam penjelasannya, Kepala Dinas Pariwisata Pulau Tidore, Yakub Husain mengatakan kepada masyarakat bahwa sejarah Tidore bermakna tidak hanya bagi penduduk setempat, tapi juga bagi dunia. Pada abad ke-15 sebelum kedatangan negara-negara barat kolonial untuk mencari rempah-rempah, Sultan Tidore sudah menguasai laut timur Indonesia, dan pedagang dan penjelajah dari seluruh dunia datang ke Tidore dan Ternate untuk berdagang.
Inilah alasan utama mengapa pihak berwenang Kota Tidore memutuskan untuk membangun Museum Bahari Dunia di sini. "Museum maritim Dunia akan mengungkapkan bahwa Tidore memegang posisi penting dalam sejarah maritim dunia," tambah Yakub Husain.
Pada Pertemuan Global Network of Magellan Cities (GNMC) yang diadakan di Lisbon, Portugal pada bulan Januari 2017, Tidore ditunjuk sebagai puncak dan pelabuhan terakhir dalam Peringatan Ekspedisi Pelayaran Ferdinand Magellan 500 Tahun. Dijadwalkan berangkat dari Lisbon pada bulan Februari 2019, ini merupakan peringatan internasional akan perjalanan bersejarah yang dilakukan oleh Ferdinad Magellan pada tahun 1519, di mana kapal-kapal dari sejumlah negara Eropa akan menelusuri rute yang sama dengan yang ditempuh oleh pelayaran Magellan di seluruh dunia untuk menemukan pulau kecil Tidore di Maluku Utara.
Tidore adalah pulau tempat Magellan pertama mendarat untuk mencari cengkeh dan pala. Ekspedisi tersebut terbukti merupakan pelayaran bersejarah yang penting: menjadi armada pertama yang mengelilingi planet bumi, sehingga tidak diragukan lagi untuk membuktikan sekali dan untuk selamanya, bahwa bumi itu bulat, dan tidak rata. (HumasKemenpar/PedomanWisata)