Sagu Jadi Komoditas Potensial di Seram Bagian Barat
pada tanggal
03 Juni 2018
PIRU, LELEMUKU.COM - Sagu merupakan komoditas potensial sebagai bahan substitusi dan bahan baku untuk industri. Sebagai salah satu sumber karbohidrat, potensinya belum dimanfaatkan secara maksimal.
Menurut Kepala Bidang Perkebunan Distan Maluku Ir. Batha Pattinama, di Provinsi Maluku Kabupaten Seram Bagian Barat menduduki peringkat ke tiga dibawah Seram Bagian Timur (SBT) dan Kepulauan Aru dilihat dari luas areal tanaman sagu serta produksinya.
Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki luas areal tanaman sagu sebesar 35.717 Ha, sedangkan produksinya 9.323 Ton. Disusul Kepulauan Aru luas areal 323 Ha, produksi 0,1 Ton, sedangkan Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) luas areal 229 Ha, produksi 5,2 Ton dan Maluku Tengah memiliki luas areal 175,4 Ha, produksi 27,4 Ton.
Upaya pengembangan usaha pertanian serta industri rumahtangga adalah sebagai salah satu kegiatan yang banyak dilakukan oleh petani di daerah pedesaan khususnya di Kabupaten Seram Bagian Barat. Untuk peningkatan pendapatan keluarga, Industri kecil dan rumahtangga sangatlah penting sebab dapat menyerap kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian dan memacu pertumbuhan ekonomi pedesaan.
Usaha kecil dan rumahtangga ini dinilai mudah karena tanpa harus mempunyai jenjang pendidikan maupun keahlian khusus. Industri kecil dan rumahtangga ini, mempunyai empat manfaat penting: 1) menciptakan peluang kerja dengan pembiayaan yang relatif murah; 2) berperan dalam meningkatkan mobilitas tabungan domestik; 3) mempunyai kedudukan komplementer terhadap industri besar dan sedang karena dapat menghasilkan barang yang murah dan sederhana, yang biasanya tidak dihasilkan oleh industri besar dan sedang; dan 4) dapat menyediakan barang-barang yang mencapai para konsumen dengan harga murah karena letak industri kecil dan rumahtangga menyebar dan dekat dengan konsumen.
Pemanfaatan sagu secara tradisional sudah lama dikenal oleh penduduk Kabupaten Seram Bagian Barat. Produk-produk tradisional sagu di daerah Kabupaten Seram Bagian Barat antara lain papeda, sagu lempeng, buburne, sinoli, bagea, serut, sagu tumbuk, kue sagu dan lain sebagainya. Selain sebagai bahan pangan, sagu dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai macam industri, industri pangan, industri perekat, industri kosmetika dan berbagai macam industri kimia. Dengan demikian pemanfaatan dan pendayagunaan sagu dapat menunjang berbagai macam industri, baik industri kecil, menengah maupun industri teknologi tinggi.
Proses pengolahan sagu mulai dari menebang pohon sagu, membelah pohon sagu, menokok sagu, mengangkut ela sagu (hasil parutan empelur sagu) ke tempat pengolahan, perolehan hasil olahan berupa pati sagu yang dimasukkan ke dalam wadah atau tempat penampungan tepung sagu (goti). Dari tepung sagu ini akan diolah menjadi bermacam-macam makanan yang dapat diproduksi dalam skala industri kecil dan rumahtangga.
Pemanfaatan sagu di Kabupaten Seram Bagian Barat yang dilakukan saat ini umumnya masih bersifat tradisional dan mayoritas dilakukan oleh masyarakat desa, sehingga kualitas maupun kuantitasnya masih relatif rendah. Dengan demikian walaupun ada kelebihan produksi, belum dapat dipasarkan dengan baik, sehingga hanya terjadi perdagangan antar desa, dan ada yang dipasarkan ke ibukota propinsi, sedangkan untuk diekspor ke luar negeri belum dapat dilakukan karena kualitas dan kuantitasnya belum memenuhi syarat yang ditentukan.
Pemanfaatan dan pendayagunaan sagu oleh masyarakat pedesaan masih rendah disebabkan oleh berbagai kendala. Budidaya sagu yang telah diterapkan petani masih berlatar belakang subsisten, hal ini berkaitan dengan kebutuhan pangan pokok dan belum mengarah pada sistem komersial. Selain itu banyak aspek teknik belum ditangani secara sistematis dan tuntas serta penggunaan teknologi yang masih sangat sederhana. Teknologi yang digunakan umumnya secara manual tradisional dan sebagian kecil secara semi mekanis. Hal demikian menyebabkan masih banyak tepung sagu yang terbuang karena proses ekstraksi yang kurang efsien, sehingga produktivitas rendah serta mutu tepung sagu yang dihasilkan rendah.
Selain kendala-kendala yang disebut, masih terdapat kendala sosial ekonomi yaitu dalam hal ketersediaan tenaga kerja yang terampil yang dilibatkan dalam pemeliharaan, pemanenan, proses produksi, pengepakkan, pemasaran dan lain-lain.
Dengan memperhatikan kendala-kendala yang ada, maka hal ini merupakan tantangan berat bagi petani serta Pemerintah Daerah Kabupaten Seram Bagian Barat untuk meningkatkan produktivitas sagu. Apabila kendala-kendala ini dapat diatasi, maka sagu dapat dikembangkan sebagai komoditi ekspor atau jalan pasaran internasional. (DiskominfoSBB)