Jokowi Nilai Keamanan Jadi Modal Perkuat Ekonomi Makro
pada tanggal
17 Agustus 2018
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Ekosistem demokrasi yang kondusif dan stabilitas keamanan menjadi modal bagi bangsa Indonesia untuk memperkokoh stabilitas makro ekonomi dan meningkatkan kualitas pertumbuhan.
Selain itu juga untuk memastikan tercapainya tujuan keadilan ekonomi, menyiapkan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan dalam jangka panjang, serta melakukan reformasi struktural untuk peningkatan daya saing ekonomi.
Hal tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo saat berpidato di hadapan Sidang Bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD-RI, Jakarta, pada Kamis, (16/8).
“Ekonomi kita terus tumbuh di kisaran 5 persen per tahun, di tengah ketidakpastian ekonomi dunia yang sedang berlangsung. Inflasi selalu pada kisaran 3,5 persen. Ini sebuah pencapaian yang luar biasa untuk menjaga daya beli rakyat. Realisasi inflasi bulan Juni 2018 berhasil ditekan pada angka 0,59 persen atau terendah dibandingkan inflasi saat Hari Besar Keagamaan Nasional dalam tujuh tahun terakhir,” kata Presiden.
Presiden menuturkan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan pengendalian inflasi yang terjaga membuat pertumbuhan ekonomi menjadi lebih berkualitas dan dapat dirasakan dampaknya. Menurutnya, angka pengangguran terbuka turun menjadi tinggal 5,13 persen pada Februari 2018. Untuk pertama kalinya, sambungnya, persentase kemiskinan Indonesia turun ke angka satu digit, yaitu menjadi 9,82 persen pada Maret tahun 2018.
“Kita sudah berhasil menekan angka kemiskinan dari 28,59 juta atau 11,22 persen pada bulan Maret tahun 2015 menjadi 25,95 juta atau 9,82 persen pada Maret tahun 2018,” katanya.
Sementara itu, untuk memberikan jaminan perlindungan bagi keluarga miskin, Presiden mengatakan Program Keluarga Harapan (PKH) diperluas cakupannya, dari hanya 2,7 juta keluarga di tahun 2014 menjadi hampir 6 juta keluarga penerima manfaat pada tahun 2016 dan secara bertahap meningkat hingga 10 juta keluarga pada tahun 2018. Jumlah Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN juga telah ditingkatkan secara bertahap, dari 86,4 juta jiwa pada tahun 2014 menjadi 92,4 juta jiwa pada bulan Mei tahun 2018.
“Total kepesertaan BPJS Kesehatan sendiri telah mencapai lebih dari 199 juta orang dan akan terus ditingkatkan agar jangan ada rakyat Indonesia yang tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan karena kendala biaya,” katanya.
Presiden mengatakan bahwa keadilan ekonomi sangat menjadi perhatian serius pemerintah, terutama keadilan bagi 40 persen lapisan masyarakat di bawah. Menurutnya, tingkat ketimpangan terendah dalam 6 tahun terakhir, yaitu Rasio Gini sudah turun menjadi 0,389.
Namun demikian, Presiden melanjutkan, upaya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tidak pernah berhenti. Pemerintah merancang banyak program untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat agar pemerataan pendapatan bisa segera diwujudkan. (Setkab)
Selain itu juga untuk memastikan tercapainya tujuan keadilan ekonomi, menyiapkan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan dalam jangka panjang, serta melakukan reformasi struktural untuk peningkatan daya saing ekonomi.
Hal tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo saat berpidato di hadapan Sidang Bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD-RI, Jakarta, pada Kamis, (16/8).
“Ekonomi kita terus tumbuh di kisaran 5 persen per tahun, di tengah ketidakpastian ekonomi dunia yang sedang berlangsung. Inflasi selalu pada kisaran 3,5 persen. Ini sebuah pencapaian yang luar biasa untuk menjaga daya beli rakyat. Realisasi inflasi bulan Juni 2018 berhasil ditekan pada angka 0,59 persen atau terendah dibandingkan inflasi saat Hari Besar Keagamaan Nasional dalam tujuh tahun terakhir,” kata Presiden.
Presiden menuturkan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan pengendalian inflasi yang terjaga membuat pertumbuhan ekonomi menjadi lebih berkualitas dan dapat dirasakan dampaknya. Menurutnya, angka pengangguran terbuka turun menjadi tinggal 5,13 persen pada Februari 2018. Untuk pertama kalinya, sambungnya, persentase kemiskinan Indonesia turun ke angka satu digit, yaitu menjadi 9,82 persen pada Maret tahun 2018.
“Kita sudah berhasil menekan angka kemiskinan dari 28,59 juta atau 11,22 persen pada bulan Maret tahun 2015 menjadi 25,95 juta atau 9,82 persen pada Maret tahun 2018,” katanya.
Sementara itu, untuk memberikan jaminan perlindungan bagi keluarga miskin, Presiden mengatakan Program Keluarga Harapan (PKH) diperluas cakupannya, dari hanya 2,7 juta keluarga di tahun 2014 menjadi hampir 6 juta keluarga penerima manfaat pada tahun 2016 dan secara bertahap meningkat hingga 10 juta keluarga pada tahun 2018. Jumlah Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN juga telah ditingkatkan secara bertahap, dari 86,4 juta jiwa pada tahun 2014 menjadi 92,4 juta jiwa pada bulan Mei tahun 2018.
“Total kepesertaan BPJS Kesehatan sendiri telah mencapai lebih dari 199 juta orang dan akan terus ditingkatkan agar jangan ada rakyat Indonesia yang tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan karena kendala biaya,” katanya.
Presiden mengatakan bahwa keadilan ekonomi sangat menjadi perhatian serius pemerintah, terutama keadilan bagi 40 persen lapisan masyarakat di bawah. Menurutnya, tingkat ketimpangan terendah dalam 6 tahun terakhir, yaitu Rasio Gini sudah turun menjadi 0,389.
Namun demikian, Presiden melanjutkan, upaya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tidak pernah berhenti. Pemerintah merancang banyak program untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat agar pemerataan pendapatan bisa segera diwujudkan. (Setkab)