Kominfo dan PGI Gelar Dialog dan Literasi Media di Ambon
pada tanggal
15 Agustus 2018
AMBON, LELEMUKU.COM - Kementerian Kominfo melalui Direktorat Jenderal Informasi dan Konunikasi Publik (IKP) berkerja sama dengan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) menggelar dialog dan literasi media, Selasa (14/8). Kegiatan yang mengusung tema "Taat Agama, Bergaul Harmonis, Sopan Berkomunikasi" digelar di Hotel Santika, Ambon, dibuka Direktur LLI IKP Bambang Gunawan.
Kegiatan yang diikuti sekitar 100 pemuda dan mahasiswa tersebut menghadirkan pembicara; Kepala Tim Komunikasi Menko Polhukam Fariza M. Irawadi, serta Ketua PGI Pendeta Albertus Patti.
Diskusi yang dipandu Kasubdit LLI Hypolitus Layanan, dihadiri pula oleh Kepala Dinas Komunikasi Ambon ibu Frona Koedoeboen. Selain diskusi acara juga dilengkapi dengan pelatihan untuk membuat konten positif baik bentuk teks maupun meme dan infografis yang dipandu tim Jaringan Pemberitaan Pemerintah (JPP) IKP KemenKominfo.
Dalam sambutan pembukaan Bambang menyampaikan saat ini masyarakat Indonesia sudah masuk dunia global melalui internet dengan sarana media sosial yang namanya instagram, twitter, youtube dan lain-lain. Meminjam Marshall Mcluhan, dunia telah menjadi kampung global (global village), bukanlah sebuah ungkapan yang berlebihan. Yang populer di Indonesia sekarang adalah orang posting di facebook, posting di instagram, posting di twitter.
Hal itu sesuai hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2017. APJII mencatat bahwa jenis layanan paling banyak diakses oleh pengguna internet adalah chatting (89,35%) dan media sosial (87,13%).
"Sekarang ini kita lebih sering berkomunikasi dan berkoordinasi melalui whatsapp grup. Karena lewat chatting di media sosial, pesan singkat bisa langsung terbaca dan terbuka di grup dan forum yang aktif. Selain untuk berkomunikasi, saya juga memanfaatkan media sosial untuk eksis. Saya kadang-kadang foto tempat jalan-jalan yang indah. Atau juga foto acara-acara yang saya hadiri. Lalu saya pasang di instagram. Karena sekarang yang diincar orang adalah kenang-kenangan, memori, dan pengalaman-pengalaman. Itu yang ditonjolkan. Kemudian dipasang untuk selama-lamanya di Facebook, dipasang di Instagram, dan dikeluarkan di youtube," jelas Bambang.
Kebanyakan pengguna media sosial adalah Generasi Y atau Generasi Milenial (rentang usia 20-34 tahun) yang lahir sebagai digital native, di mana internet merupakan bagian integral dari kehidupan mereka.
APJII mencatat bahwa pengguna internet terbanyak berada pada rentang usia 19-34 tahun (sebanyak 49,52%). "Sayangnya, generasi muda kita belum dibekali dengan pengetahuan dan kesadaran mengenai bagaimana bermedia sosial yang bijak. Hasilnya, media sosial banyak dimanfaatkan sebagai wadah penyebaran konten negatif berupa hoax, ujaran kebencian, fake news, dan radikalisme," jelas Bambang.
Gempuran informasi hoax di medsos berpengaruh pada persepsi masayarakat. Sebagian besar berita bohong tersebut bahkan berpotensi merusak sendi-sendi kebangsaan.
"Kondisi ini tentu menjadi perhatian serius pemerintah, terutama untuk mengatasi penyebab juga pencegahan dan penyebarannya. Betapa bahayanya jika isu-isu SARA merebak dan menyebar di tengah kondisi masyarakat yang tidak siap menerima gempuran informasi tersebut. Untuk itulah, penggunaan media sosial secara bertanggung jawab perlu dilaksanakan guna menciptakan warganet yang cerdas dan bijak dalam memilah informasi," jelasnya.
Terkait dengan hal itu, kata Bambang, pemerintah melalui Kementerian Kominfo menyusun berbagai strategi. Pertama, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah secara gencar melakukan kegiatan literasi media untuk mengedukasi masyarakat dalam bermedia sosial. Salah satunya adalah dengan menggandeng organisasi keagamaan, seperti PGI dalam meningkatkan literasi digital masyarakat.
Kedua, Pemerintah dan DPR telah mengeluarkan Undang-Undang No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Peraturan ini dibuat untuk melindungi kepentingan negara, rakyat, dan swasta dari kejahatan siber. Dengan adanya peraturan ini, pemerintah telah memblokir lebih dari 860 ribu situs yang memuat unsur radikalisme dan pornografi.
Selanjutnya, Kominfo juga telah meluncurkan portal khusus untuk melayani pengaduan masyarakat jika masyarakat menemukan ada konten negatif di internet. Namanya situs aduankonten.id.
Generasi kids jaman now yang eksis di media sosial, bisa melapor jika ada konten informasi yang berifat hate speech, harassment, rude, atau threatening.
"Adik-adik bisa memanfaatkan fitur tersebut untuk memberantas konten negatif," katanya.
Menghadapi tahun politik 2019, di mana akan digelar pilpres, juga pemilihan legislatif, pada 17 April 2019, negara dan agama harus selalu berjalan beriringan dan saling memperkokoh. Peran penyuluh agama penting untuk menghadirkan agama yang ramah terhadap umatnya dan umat agama lain.
Pemerintah dan pemuka agama harus selalu bekerja sama untuk membangun Indonesia yang kokoh. Selain toleran dan saling pengertian, juga harus bekerja sama untuk meningkatkan saling pengertian antaragama, antaretnis, dan antar status sosial.
"Kami sebagai pemerintah, berterima kasih atas partisipasi, kerelaan, dan keikhlasan Bapak, Ibu, dan Saudara sekalian telah ikut berperan menjaga persatuan dan kesatuan. Luar biasa atas komitmen Saudara dalam memperkuat kerukunan bangsa dan memperkokoh NKRI, memperkokoh Pancasila, serta memperkokoh Bhinneka Tunggal Ika. Kami sebagai pemerintah, juga mengajak adik-adik kids jaman now ini, untuk bersama-sama membantu pemerintah dalam menyebarkan, konten-konten yang positif tentang Pileg dan Pilpres 2019. Jadikan ini sebagai momentum pesta demokasi di negara kita yang akan kita sambut dengan suka cita," ajak Bambang.
Ditambahkannya, Kebinekaan yang dianugerahkan Tuhan pada Indonesia patut dan perlu disyukuri atas kodrat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang multikultural, berbeda-beda budayanya, berbeda adat istiadat, berbeda-beda tradisi-tradisi. Begitu juga perbedaan pilihan dalam demokrasi, itu adalah hal yang biasa.
"Banyak pihak yang menginginkan perpecahan. Namun, saya sampaikan disini, jangan sampai persatuan, kerukunan, persaudaraan kita retak gara-gara masalah pemilihan pemilu. Karena yang namanya pemilu itu setiap lima tahun akan ada terus. Ini adalah pesta demokrasi yang ada di negara kita. Akan sangat besar ongkos sosialnya apabila persaudaraan kita, kerukunan kita retak gara-gara urusan pemilihan presiden," pinta Fariza M Irawadi dalam sesi diskusi.
Fariza atau biasa dipanggil Caca yang saat ini juga menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Sinergi Media Sosial (Siman) Pusat, mengajak para pemuda lebih banyak menyebarkan informasi positif.
Kegiatan yang diikuti sekitar 100 pemuda dan mahasiswa tersebut menghadirkan pembicara; Kepala Tim Komunikasi Menko Polhukam Fariza M. Irawadi, serta Ketua PGI Pendeta Albertus Patti.
Diskusi yang dipandu Kasubdit LLI Hypolitus Layanan, dihadiri pula oleh Kepala Dinas Komunikasi Ambon ibu Frona Koedoeboen. Selain diskusi acara juga dilengkapi dengan pelatihan untuk membuat konten positif baik bentuk teks maupun meme dan infografis yang dipandu tim Jaringan Pemberitaan Pemerintah (JPP) IKP KemenKominfo.
Dalam sambutan pembukaan Bambang menyampaikan saat ini masyarakat Indonesia sudah masuk dunia global melalui internet dengan sarana media sosial yang namanya instagram, twitter, youtube dan lain-lain. Meminjam Marshall Mcluhan, dunia telah menjadi kampung global (global village), bukanlah sebuah ungkapan yang berlebihan. Yang populer di Indonesia sekarang adalah orang posting di facebook, posting di instagram, posting di twitter.
Hal itu sesuai hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2017. APJII mencatat bahwa jenis layanan paling banyak diakses oleh pengguna internet adalah chatting (89,35%) dan media sosial (87,13%).
"Sekarang ini kita lebih sering berkomunikasi dan berkoordinasi melalui whatsapp grup. Karena lewat chatting di media sosial, pesan singkat bisa langsung terbaca dan terbuka di grup dan forum yang aktif. Selain untuk berkomunikasi, saya juga memanfaatkan media sosial untuk eksis. Saya kadang-kadang foto tempat jalan-jalan yang indah. Atau juga foto acara-acara yang saya hadiri. Lalu saya pasang di instagram. Karena sekarang yang diincar orang adalah kenang-kenangan, memori, dan pengalaman-pengalaman. Itu yang ditonjolkan. Kemudian dipasang untuk selama-lamanya di Facebook, dipasang di Instagram, dan dikeluarkan di youtube," jelas Bambang.
Kebanyakan pengguna media sosial adalah Generasi Y atau Generasi Milenial (rentang usia 20-34 tahun) yang lahir sebagai digital native, di mana internet merupakan bagian integral dari kehidupan mereka.
APJII mencatat bahwa pengguna internet terbanyak berada pada rentang usia 19-34 tahun (sebanyak 49,52%). "Sayangnya, generasi muda kita belum dibekali dengan pengetahuan dan kesadaran mengenai bagaimana bermedia sosial yang bijak. Hasilnya, media sosial banyak dimanfaatkan sebagai wadah penyebaran konten negatif berupa hoax, ujaran kebencian, fake news, dan radikalisme," jelas Bambang.
Gempuran informasi hoax di medsos berpengaruh pada persepsi masayarakat. Sebagian besar berita bohong tersebut bahkan berpotensi merusak sendi-sendi kebangsaan.
"Kondisi ini tentu menjadi perhatian serius pemerintah, terutama untuk mengatasi penyebab juga pencegahan dan penyebarannya. Betapa bahayanya jika isu-isu SARA merebak dan menyebar di tengah kondisi masyarakat yang tidak siap menerima gempuran informasi tersebut. Untuk itulah, penggunaan media sosial secara bertanggung jawab perlu dilaksanakan guna menciptakan warganet yang cerdas dan bijak dalam memilah informasi," jelasnya.
Terkait dengan hal itu, kata Bambang, pemerintah melalui Kementerian Kominfo menyusun berbagai strategi. Pertama, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah secara gencar melakukan kegiatan literasi media untuk mengedukasi masyarakat dalam bermedia sosial. Salah satunya adalah dengan menggandeng organisasi keagamaan, seperti PGI dalam meningkatkan literasi digital masyarakat.
Kedua, Pemerintah dan DPR telah mengeluarkan Undang-Undang No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Peraturan ini dibuat untuk melindungi kepentingan negara, rakyat, dan swasta dari kejahatan siber. Dengan adanya peraturan ini, pemerintah telah memblokir lebih dari 860 ribu situs yang memuat unsur radikalisme dan pornografi.
Selanjutnya, Kominfo juga telah meluncurkan portal khusus untuk melayani pengaduan masyarakat jika masyarakat menemukan ada konten negatif di internet. Namanya situs aduankonten.id.
Generasi kids jaman now yang eksis di media sosial, bisa melapor jika ada konten informasi yang berifat hate speech, harassment, rude, atau threatening.
"Adik-adik bisa memanfaatkan fitur tersebut untuk memberantas konten negatif," katanya.
Menghadapi tahun politik 2019, di mana akan digelar pilpres, juga pemilihan legislatif, pada 17 April 2019, negara dan agama harus selalu berjalan beriringan dan saling memperkokoh. Peran penyuluh agama penting untuk menghadirkan agama yang ramah terhadap umatnya dan umat agama lain.
Pemerintah dan pemuka agama harus selalu bekerja sama untuk membangun Indonesia yang kokoh. Selain toleran dan saling pengertian, juga harus bekerja sama untuk meningkatkan saling pengertian antaragama, antaretnis, dan antar status sosial.
"Kami sebagai pemerintah, berterima kasih atas partisipasi, kerelaan, dan keikhlasan Bapak, Ibu, dan Saudara sekalian telah ikut berperan menjaga persatuan dan kesatuan. Luar biasa atas komitmen Saudara dalam memperkuat kerukunan bangsa dan memperkokoh NKRI, memperkokoh Pancasila, serta memperkokoh Bhinneka Tunggal Ika. Kami sebagai pemerintah, juga mengajak adik-adik kids jaman now ini, untuk bersama-sama membantu pemerintah dalam menyebarkan, konten-konten yang positif tentang Pileg dan Pilpres 2019. Jadikan ini sebagai momentum pesta demokasi di negara kita yang akan kita sambut dengan suka cita," ajak Bambang.
Ditambahkannya, Kebinekaan yang dianugerahkan Tuhan pada Indonesia patut dan perlu disyukuri atas kodrat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang multikultural, berbeda-beda budayanya, berbeda adat istiadat, berbeda-beda tradisi-tradisi. Begitu juga perbedaan pilihan dalam demokrasi, itu adalah hal yang biasa.
"Banyak pihak yang menginginkan perpecahan. Namun, saya sampaikan disini, jangan sampai persatuan, kerukunan, persaudaraan kita retak gara-gara masalah pemilihan pemilu. Karena yang namanya pemilu itu setiap lima tahun akan ada terus. Ini adalah pesta demokrasi yang ada di negara kita. Akan sangat besar ongkos sosialnya apabila persaudaraan kita, kerukunan kita retak gara-gara urusan pemilihan presiden," pinta Fariza M Irawadi dalam sesi diskusi.
Fariza atau biasa dipanggil Caca yang saat ini juga menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Sinergi Media Sosial (Siman) Pusat, mengajak para pemuda lebih banyak menyebarkan informasi positif.
"Mari isi kehidupan dan dunia medsos dengan hal yang positif," ajak dia. (JPP)