SMK Negeri Seira Dilarang Berpartisipasi dalam HUT RI ke 73
pada tanggal
24 Agustus 2018
SAUMLAKI, LELEMUKU.COM – Pelaksana Tugas (Plt) Camat Wermaktian, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Provinsi Maluku Charles Utuwally melarang siswa-siswi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri Seira untuk berpartisipasi dalam perayaan hari ulang tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke 73 di kecamatan tersebut.
Larangan ini berujung pada dikeluarkannya para siswa SMK yang ikut berpartisipasi dalam tim sepak bola dari perwakilan desanya. Menurut video yang terima Lelemuku.com pada Kamis (23/8), terlihat panitia dan aparat desa yang menyampaikan perintah dari Plt camat tersebut.
Video yang diambil pada tanggal 5 Agustus 2018 itu menunjukkan pelaksana harian (Plh) Desa Weratan, Misail Sabonlela yang menyatakan pihaknya diperintahkan untuk melarang para siswa-siswi dari SMK Seira untuk berpartisipasi dalam tiap lomba HUT RI kali ini.
"Saya mohon maaf kepada kepada adik-adik sekalian yang hari ini bertanding dilapangan. Ini hasil keputusan resmi dari bapak Camat Wermaktian terkait khusus untuk anak-anak sekolah yang berasal dari SMK, anak-anak ini tidak bisa bermain," ujar dia saat memberikan arahan saat pertandingan antara klub bola Antariksa melawan klub Semut Merah di Lapangan Bolakaki Desa Weratan.
Sabonlela melanjutkan, keputusan pelarangan mutlak kepada siswa sekolah tertentu ini diambil oleh Camat Utuwally dan diterapkan untuk seluruh mata lomba yang dipertandingkan dalam perayaan HUT RI kali ini.
"Ini keputusan Camat Wermaktian, bukan keputusan panitia atau keputusan pemerintah desa. Saya bersama sekdes (sekretaris desa) sebagai pimpinan desa di Weratan sudah pergi untuk klarifikasi tapi bapak camat semata-mata tidak mau untuk anak-anak SMK hadir dilapangan," ungkap dia.
Ia mengharapkan agar perintah dari atasannya ini dapat ditaati karena jika diabaikan, pihaknya yang akan ditegur oleh Camat yang memimpin 9 desa tersebut.
"Saya mohon maaf kepada adik-adik dari SMK, jangan sampai hal ini terjadi dan kami dari pemerintah desa maupun panitia dipanggil kembali. Terlebih khusus, kami pemerintah desa yang kena sasaran karena ulah adik-adik yang tetap bermain. Kami harapkan adik-adik dari SMK, tolong undur diri, tidak boleh masuk dilapangan," pinta dia.
Ia juga mengharapkan agar para siswa tidak mencoba untuk berpartisipasi dalam olahraga yang digelar oleh pemerintah kecamatan tersebut.
"Kalau adik-adik masuk bermain dilapangan, pemerintah desa yang akan dipanggil lagi karena ulah dari adik-adik," ungkap Sabonlela.
Sementara Sekretaris Panitia, Nikodemus Ungirwalu mengatakan bahwa perintah dari camat merupakan hasil pertemuan bersama antara pemerintah desa dan panita yang harus ditaati.
"Ada penegasan dari hasil meeting kami, siswa-siswi maupun guru dari SMK tidak diperkenankan mengikuti pertandingan pada iven 17 kali ini. Kami tidak bisa lari dari keputusan ini," ungkap dia.
Nikodemus menegaskan bahwa pihaknya tidak segan-segan mengambil tindakan tegas jika ada tim yang masih memasukkan siswa maupun guru dari SMK Negeri Seira kedalam daftar pemain mereka.
"Tim-tim yang kedapatan ada siswa SMK kami minta untuk tolong segera dikeluarkan sebelum kami dari panitia yang mengambil keputusan, jangan ada ulah dan unsur kesengajaan. Kalau ada terjadi sesuatu, anda-lah yang bertanggung jawab," umbar dia.
Hal ini ditanggapi sedih kedua tim sebab pihaknya merasa tidak melakukan kesalahan. Meski pada akhirnya 4 orang siswa SMK dengan rincian 2 siswa dari Klub Antariksa dan 2 siswa dari Semut Merah yang dipaksa keluar. Setelah 4 siswa itu dikeluarkan, pertandingan tersebut berjalan.
Terkait hal ini, Plt Camat Wermaktian, Charles Utuwally mengatakan larangan itu bukan disebabkan oleh dirinya, tetapi dirinya menuding kepala sekolah SMK yang tidak bekerja sama dengannya saat dirinya meminta anak muridnya terlibat dalam pasukan pengibar bendera (Paskibra).
"Sebenarnya yang melarang itu adalah kepala sekolah. Karena awal kegiatan yang jauh lebih penting kepsek menarik seluruhnya artinya kan bukan dari pihak panitia," ujar dia saat dikonfirmasi di Seira.
Ia mengklaim surat permintaan terkait paskibra dari dirinya itu sesuai dengan prosedur yang berlaku. Yakni pihak Kecamatan menyurati kepala sekolah, kemudian sekolah yang memberitahukan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dispenbud) Provinsi Maluku, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) MTB bahwa siswa sekolah mereka diminta untuk menjadi anggota paskibra.
"Jadi tidak ada koordinasi antara pihak kecamatan dan UPTD. Surat dari camat secara resmi, dicap dan ditandatangani. Yang punya bawahan langsung ke kepala sekolah kan UPTD. Kalau saya telah menyurati kepsek-kepsek, ya kepsek berdasarkan surat dari camat yang menyurati ke UPTD untuk meminta atau menyampaikan bahwa kecamatan menyurati minta kesediaan saya mengijinkan anak-anak sekolah untuk mengikuti paskibra," beber dia.
Utuwally juga mengklaim bahwa dirinya tidak pernah mengetahui jika panitia dan pemerintah desa telah memaksa para siswa tersebut untuk mengundurkan diri secara terpaksa dari lomba-lomba jelang HUT RI ke 73 kali ini.
"Saya tidak tahu kalau panitia mengusir anak-anak sekolah saat ikut lomba," tutup dia.
Sementara Kepsek SMK Negeri Seira, Fransiskus Xaverius Ratuarat, S.Pd membenarkan persoalan sekolahnya tidak dilibatkan dalam kegiatan menyongsong HUT RI berawal dari Plt Camat Wermaktian yang menyurati sekolah untuk meminta kesediaan siswanya dilibatkan dalam paskibra.
"Kemudian dari surat itu kami dari pihak sekolah kembali membalas surat Plt. camat perihal pemberitahuan bahwa mengingat bahwa SMA dan SMK di kabupaten MTB telah diserahkan secara penuh ke pemerintah Provinsi Maluku. Itu menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan oleh sebab itu segala kordinasi yang terkait dengan tenaga guru, pegawai honor maupun siswa yang hendak digunakan, dipakai dalam kegiatan-kegiatan nasional ataupun kedaerahan itu mestinya pemerintah kecamatan harus berkoordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku dalam hal ini kepala UPTD Kabupaten MTB," papar dia.
Diungkapkan hal inilah yang menjadi pemicu kesalahpahaman sehingga berujung pada pelarangan siswa-siswi SMK Negeri Seira dalam berbagai kegiatan pada HUT RI tahun 2018.
"Jadi dalam kesempatan itu dari pemerintah kecamatan tidak membangun koordinasi dengan kepala UPTD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku di Kabupaten MTB. Tetapi secara sepihak, mereka langsung membatasi semua siswa juga guru dan pegawai SMK Negeri Seira untuk tidak dilibatkan dengan semua kegiatan menyongsong perayaan HUT RI ke 73," ungkap dia. (Albert Batlayeri)
Larangan ini berujung pada dikeluarkannya para siswa SMK yang ikut berpartisipasi dalam tim sepak bola dari perwakilan desanya. Menurut video yang terima Lelemuku.com pada Kamis (23/8), terlihat panitia dan aparat desa yang menyampaikan perintah dari Plt camat tersebut.
Video yang diambil pada tanggal 5 Agustus 2018 itu menunjukkan pelaksana harian (Plh) Desa Weratan, Misail Sabonlela yang menyatakan pihaknya diperintahkan untuk melarang para siswa-siswi dari SMK Seira untuk berpartisipasi dalam tiap lomba HUT RI kali ini.
"Saya mohon maaf kepada kepada adik-adik sekalian yang hari ini bertanding dilapangan. Ini hasil keputusan resmi dari bapak Camat Wermaktian terkait khusus untuk anak-anak sekolah yang berasal dari SMK, anak-anak ini tidak bisa bermain," ujar dia saat memberikan arahan saat pertandingan antara klub bola Antariksa melawan klub Semut Merah di Lapangan Bolakaki Desa Weratan.
Sabonlela melanjutkan, keputusan pelarangan mutlak kepada siswa sekolah tertentu ini diambil oleh Camat Utuwally dan diterapkan untuk seluruh mata lomba yang dipertandingkan dalam perayaan HUT RI kali ini.
"Ini keputusan Camat Wermaktian, bukan keputusan panitia atau keputusan pemerintah desa. Saya bersama sekdes (sekretaris desa) sebagai pimpinan desa di Weratan sudah pergi untuk klarifikasi tapi bapak camat semata-mata tidak mau untuk anak-anak SMK hadir dilapangan," ungkap dia.
Ia mengharapkan agar perintah dari atasannya ini dapat ditaati karena jika diabaikan, pihaknya yang akan ditegur oleh Camat yang memimpin 9 desa tersebut.
"Saya mohon maaf kepada adik-adik dari SMK, jangan sampai hal ini terjadi dan kami dari pemerintah desa maupun panitia dipanggil kembali. Terlebih khusus, kami pemerintah desa yang kena sasaran karena ulah adik-adik yang tetap bermain. Kami harapkan adik-adik dari SMK, tolong undur diri, tidak boleh masuk dilapangan," pinta dia.
Ia juga mengharapkan agar para siswa tidak mencoba untuk berpartisipasi dalam olahraga yang digelar oleh pemerintah kecamatan tersebut.
"Kalau adik-adik masuk bermain dilapangan, pemerintah desa yang akan dipanggil lagi karena ulah dari adik-adik," ungkap Sabonlela.
Sementara Sekretaris Panitia, Nikodemus Ungirwalu mengatakan bahwa perintah dari camat merupakan hasil pertemuan bersama antara pemerintah desa dan panita yang harus ditaati.
"Ada penegasan dari hasil meeting kami, siswa-siswi maupun guru dari SMK tidak diperkenankan mengikuti pertandingan pada iven 17 kali ini. Kami tidak bisa lari dari keputusan ini," ungkap dia.
Nikodemus menegaskan bahwa pihaknya tidak segan-segan mengambil tindakan tegas jika ada tim yang masih memasukkan siswa maupun guru dari SMK Negeri Seira kedalam daftar pemain mereka.
"Tim-tim yang kedapatan ada siswa SMK kami minta untuk tolong segera dikeluarkan sebelum kami dari panitia yang mengambil keputusan, jangan ada ulah dan unsur kesengajaan. Kalau ada terjadi sesuatu, anda-lah yang bertanggung jawab," umbar dia.
Hal ini ditanggapi sedih kedua tim sebab pihaknya merasa tidak melakukan kesalahan. Meski pada akhirnya 4 orang siswa SMK dengan rincian 2 siswa dari Klub Antariksa dan 2 siswa dari Semut Merah yang dipaksa keluar. Setelah 4 siswa itu dikeluarkan, pertandingan tersebut berjalan.
Terkait hal ini, Plt Camat Wermaktian, Charles Utuwally mengatakan larangan itu bukan disebabkan oleh dirinya, tetapi dirinya menuding kepala sekolah SMK yang tidak bekerja sama dengannya saat dirinya meminta anak muridnya terlibat dalam pasukan pengibar bendera (Paskibra).
"Sebenarnya yang melarang itu adalah kepala sekolah. Karena awal kegiatan yang jauh lebih penting kepsek menarik seluruhnya artinya kan bukan dari pihak panitia," ujar dia saat dikonfirmasi di Seira.
Ia mengklaim surat permintaan terkait paskibra dari dirinya itu sesuai dengan prosedur yang berlaku. Yakni pihak Kecamatan menyurati kepala sekolah, kemudian sekolah yang memberitahukan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dispenbud) Provinsi Maluku, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) MTB bahwa siswa sekolah mereka diminta untuk menjadi anggota paskibra.
"Jadi tidak ada koordinasi antara pihak kecamatan dan UPTD. Surat dari camat secara resmi, dicap dan ditandatangani. Yang punya bawahan langsung ke kepala sekolah kan UPTD. Kalau saya telah menyurati kepsek-kepsek, ya kepsek berdasarkan surat dari camat yang menyurati ke UPTD untuk meminta atau menyampaikan bahwa kecamatan menyurati minta kesediaan saya mengijinkan anak-anak sekolah untuk mengikuti paskibra," beber dia.
Utuwally juga mengklaim bahwa dirinya tidak pernah mengetahui jika panitia dan pemerintah desa telah memaksa para siswa tersebut untuk mengundurkan diri secara terpaksa dari lomba-lomba jelang HUT RI ke 73 kali ini.
"Saya tidak tahu kalau panitia mengusir anak-anak sekolah saat ikut lomba," tutup dia.
Sementara Kepsek SMK Negeri Seira, Fransiskus Xaverius Ratuarat, S.Pd membenarkan persoalan sekolahnya tidak dilibatkan dalam kegiatan menyongsong HUT RI berawal dari Plt Camat Wermaktian yang menyurati sekolah untuk meminta kesediaan siswanya dilibatkan dalam paskibra.
"Kemudian dari surat itu kami dari pihak sekolah kembali membalas surat Plt. camat perihal pemberitahuan bahwa mengingat bahwa SMA dan SMK di kabupaten MTB telah diserahkan secara penuh ke pemerintah Provinsi Maluku. Itu menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan oleh sebab itu segala kordinasi yang terkait dengan tenaga guru, pegawai honor maupun siswa yang hendak digunakan, dipakai dalam kegiatan-kegiatan nasional ataupun kedaerahan itu mestinya pemerintah kecamatan harus berkoordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku dalam hal ini kepala UPTD Kabupaten MTB," papar dia.
Diungkapkan hal inilah yang menjadi pemicu kesalahpahaman sehingga berujung pada pelarangan siswa-siswi SMK Negeri Seira dalam berbagai kegiatan pada HUT RI tahun 2018.
"Jadi dalam kesempatan itu dari pemerintah kecamatan tidak membangun koordinasi dengan kepala UPTD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku di Kabupaten MTB. Tetapi secara sepihak, mereka langsung membatasi semua siswa juga guru dan pegawai SMK Negeri Seira untuk tidak dilibatkan dengan semua kegiatan menyongsong perayaan HUT RI ke 73," ungkap dia. (Albert Batlayeri)