Cornelis Fanumby Tak Diijinkan Ikut Pilkades, Petrus Fatlolon Langgar HAM
pada tanggal
02 September 2018
SAUMLAKI, LELEMUKU.COM - Pemuda Desa Olilit, Kecamatan Tanimbar Selatan (Tansel), Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Provinsi Maluku menilai pernyataan Bupati MTB, Petrus Fatlolon yang tidak memberikan izin kepada Cornelis Fanumby untuk mencalonkan diri sebagai Calon Kepala Desa (Calkades) Olilit sebagai sebuah pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
"Bupati tidak berhak menahan hak konstitusi seseorang. Hak dipilih dan memilih telah diatur dalam Undang Undang. Dan itu hak dasar dalam diri manusia. Jika bupati tidak memberikan ijin, berarti beliau melakukan pelangaran HAM," ujar Tokoh Pemuda Olilit, Alexander Belay kepada Lelemuku.com pada Sabtu (1/9).
Dikatakan hal ini melanggar kemanusiaan karena Bupati Fatlolon mengabaikan asal mula yang menjadikan Fanumby tak diizinkan dalam Pilkades Olilit. Masalah ini menurut dia semakin berbutut panjang sebab hal ini awalnya sudah disikapi untuk dituntaskan dari awal, namun diabaikan. Sementara laporan ke Bupati terkait masalah ini dinilai tidak sesuai dengan kenyataan.
"Yang kami tuntut bukan soal Corneles Fanumby saja, tapi soal tahapan dan proses jelang pemilihan Pilkades yang diduga penuh rekayasa. Kami khawatirkan mereka selalu laporkan hasilnya baik bagi Bapak Bupati, tapi sebenarnya tidak," ujar dia.
Hal ini ditegaskan, sebab sejak musyawarah di Soa Fanumby berlangsung dan menghasilkan Corneles Fanumby sebagai calon terpilih, sudah ada upaya untuk menghentikan pejabat desa tersebut.
"Sebab adanya indikasi seolah-olah ada intervensi dari pihak lain dalam pilkades ini. Hal ini dilihat dengan Plt Camat Tansel memberitahukan bagi panitia pasca selesai Musyawarah Soa bahwa pemilihan tersebut tidak sah karena hanya satu orang saja calon, harusnya dua. Bapak Camat suruh untuk harus pemilihan ulang, 'pokoknya harus pemilihan ulang'," tutur belay menirukan kata Panitia Pilkades.
Hal itu, menurut Belay lantas menimbulkan kemarahan dari Kepala Soa yang menyatakan bahwa musyawarah itu sudah sah dan tidak akan lagi ada musyawarah soa lainnya.
"Namun berselang beberapa hari, camat mengundang kepala soa untuk membicarakan agenda Musyawarah Soa baru. Dalam pertemuan itu sebagian besar kepala soa menolak, namun camat dengan berbagai dalil mengatakan bahwa harusnya dua orang menjadi perwakilan, satu dari Olilit Timur dan satu dari Olilit Barat. Camat mengatakan, tidak bisa satu," jabar dia
Selanjutnya, ungkap Belay, kepala soa tetap bersikukuh tidak akan lagi musyawarah Soa sementara camat memberitahukan bahwa jadwal pemilihan pilkades yang ada saat itu salah. Sehingga akan ada jadwal pemilihan baru pada Selasa (19/6) dan Rabu (20/6) lalu yang dipublikasi dari Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Johanes Fanumby itu dinilai tidak tepat.
"Tak tunggu berapa lama lagi jadwal barupun turun dan lucunya yang membuat jadwal itu bukannya dari panitia, namun dari BPD dengan dalil bahwa belum sampai waktunya maka BPD yg memfasilitasi pertemuan di maksud dulu. Padahal panitianya sudah terbentuk," ujar dia.
Ia menyatakan tindakan yang diambil Lembaga Pengawasan dalam melakukan Musyawarah Soa tidak tepat sebab yang semestinya melakukan musyawarah panitia dan kepala Soa.
"Inikan sebuah sadiwara yang dimainkan. Akhirnya jadwal yang dikeluarkan dipakai sebagai rujuk untuk musyawarah soa. Tak sampai disitu, usaha mereka paska selesai musyawarah yang dilakukan Kepala Soa Fanumby pun dipaksa untuk tandatangan Berita Acara dengan mengakomodir dua calon, padahal hasil musyawarah soa yang sah hanya satu. Namun akibat intervensi tersebut lahir lagi satu dari Soa Fanumby atasnama Saudara Fidelis Samponu. Inilah awal dari konflik yang berlangsung. Disusul dengan soa lain yang juga demikian, padahal kalau diikuti dengan baik hanya 4 calon saja yang sah," ujar dia.
Ia menyatakan pihaknya masih menemukan banyak kejanggalan yang dilakukan dalam pilkades kali ini bukan saja kepada Corneles Fanumby tetapi juga kepada calon-calon lainnya.
"Kalau alasan mereka jadwal salah dari Panitia Kabupaten, maka sebaiknya yang membuat jadwal baru adalah panitia kabupaten, juga buka BPD sebagai lembaga pengawasan. Kemudian mereka juga bersama camat yang fasilitasi musyawarah soa tanpa kehadiran dari kepala soa," papar Belay.
Selanjutnya Belay menyatakan Bupati MTB, Petrus Fatlolon harus mengetahui latar belakang peristiwa ini dan mengambil keputusan dengan arif dan bijaksana. Dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain;
Permendagri no 65 tahun 2017 : Membolehkan PNS - TNI POLRI utk dapat mengikuti pencalonan Kades dengan ketentuan harus mendapat izin dari pimpinan namun tidak diatur secara tegas dalam permendagri tsb pimpinan dalam hal ini Bupati diberi kewenangan utk tidak memberikan izin dimaksud.
Selanjutnya adalah Perda Kab MTB no 22 Tahun 2017 tentang Pemilihan Kades membolehkan Pejabat Kades mencalonkan diri dengan mengajukan cuti.
"Bupati seharusnya mempertimbangkan dan menghargai Keputusan Musyawarah Soa Fanumby yang menetapkan Corneles Fanumby sebagai Bakal Calon Kades mewakili Soa Fanumby," ungkap dia.
Kemudian ia menyatakan bupati seharusnya mempertimbangkan dan menghargai rekomendasi DPRD Kabupaten MTB terkait Pilkades Olilit. Serta SK Bupati terkait Penunjukan Corneles Fanumby sebagai penjabat Kades selama ini merupakan bentuk kepercayaan Pemerintah Daerah kepada yg bersangkutan untuk memimpin Desa Olilit.
"Jadi seharusnya tidak ada persoalan lagi terkait dengan izin pemda dalam hal ini Bupati," ujar dia.
5 pertimbangan tersebut, kata Belay, harus diperhatikan oleh Bupati Fatlolon, sehingga aspirasi sebenarnya masyarakat Desa Olilit dapat terwujud setelah desa yang berada di pusat Ibukota MTB ini tidak memiliki pemimpin sejak 2012.
"Berdasarkan beberapa pertimbangan diatas pendapat saya, seharusnya bupati memberikan izin untuk Corneles Fanumby ikut pencalonan Kades Olilit. Dengan demikian Pilkades Olilit dapat berjalan sebagaimana mestinya utk dapat menjawab kerinduan masyarakat Olilit untuk segera memiliki kades defenitif," harap Alex Belay.
Seperti dikutip dari Dharapos.com, Bupati Fatlolon menyatakan bahwa sikap yang diambilnya ini telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku sehingga hendaknya tidak dipersoalkan lagi oleh sejumlah pihak.
“Mencermati berbagai tanggapan baik di media sosial maupun dalam diskusi lepas akhir-akhir ini maka Pemkab memutuskan untuk mengundang semua pihak dan menjelaskan kedudukan hukum tentang seluruh tahapan penyelenggaraan Pilkades supaya jangan sampai ada yang menyampaikan pendapat yang berbeda atau persepsinya sudah di luar aturan,” katanya Fatlolon dalam pertemuan yang dihadiri oleh Pemerintah Desa Olilit, Ketua BPD, Tua-tua adat, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh perempuan, tokoh agama dan insan pers di ruang rapat Bupati pada Kamis (30/8).
Ia mengatakan ada dua alasan yang digunakan sebagai pertimbangan untuk tidak memberikan izin kepada Cornelis Fanumby yakni yang bersangkutan sampai dengan hari ini masih menjabat sebagai Penjabat Kepala Desa Olilit dan sudah diperpanjang masa tugasnya. Setelah beberapa bulan lalu menemui Kepala Bagian Tata Pemerintahan pada Setda MTB dan meminta untuk SKnya sebagai Penjabat Kepala Desa Olilit diperpanjang.
“Dalam naskah sumpah janji dan SK itu menjelaskan bahwa tugas pokok seorang Penjabat Kepala Desa Olilit adalah menyelenggarakan pemilihan kepala desa. Nah, bagaimana bisa seorang penjabat yang merupakan penyelenggara itu harus bisa maju sebagai calon? Diperbolehkan, asal yang bersangkutan mengundurkan dirinya sebelum tahapan berjalan sehingga status yang bersangkutan sebagai penjabat kepala desa sudah ditarik dan digantikan oleh penjabat kepala desa yang lain,” terang Bupati.
Selain itu, Bupati tidak memberikan izin kepada Cornelis karena dirinya merupakan seorang PNS Eselon IV.a di Dinas Kesehatan yang masih dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan Pemerintah Daerah.
“Sebagai PNS meminta izin kepada Bupati tetapi seseorang yang meminta izin itu bukan berarti serta merta harus diberikan izin. UU tidak mewajibkan Bupati untuk memberikan izin tetapi dapat menerima pertimbangan dari SKPD terkait, apakah boleh izinnya diberikan ataukah tidak barulah kita memberikan jawaban,” tukasnya. (Albert Batlayeri)
"Bupati tidak berhak menahan hak konstitusi seseorang. Hak dipilih dan memilih telah diatur dalam Undang Undang. Dan itu hak dasar dalam diri manusia. Jika bupati tidak memberikan ijin, berarti beliau melakukan pelangaran HAM," ujar Tokoh Pemuda Olilit, Alexander Belay kepada Lelemuku.com pada Sabtu (1/9).
Dikatakan hal ini melanggar kemanusiaan karena Bupati Fatlolon mengabaikan asal mula yang menjadikan Fanumby tak diizinkan dalam Pilkades Olilit. Masalah ini menurut dia semakin berbutut panjang sebab hal ini awalnya sudah disikapi untuk dituntaskan dari awal, namun diabaikan. Sementara laporan ke Bupati terkait masalah ini dinilai tidak sesuai dengan kenyataan.
"Yang kami tuntut bukan soal Corneles Fanumby saja, tapi soal tahapan dan proses jelang pemilihan Pilkades yang diduga penuh rekayasa. Kami khawatirkan mereka selalu laporkan hasilnya baik bagi Bapak Bupati, tapi sebenarnya tidak," ujar dia.
Hal ini ditegaskan, sebab sejak musyawarah di Soa Fanumby berlangsung dan menghasilkan Corneles Fanumby sebagai calon terpilih, sudah ada upaya untuk menghentikan pejabat desa tersebut.
"Sebab adanya indikasi seolah-olah ada intervensi dari pihak lain dalam pilkades ini. Hal ini dilihat dengan Plt Camat Tansel memberitahukan bagi panitia pasca selesai Musyawarah Soa bahwa pemilihan tersebut tidak sah karena hanya satu orang saja calon, harusnya dua. Bapak Camat suruh untuk harus pemilihan ulang, 'pokoknya harus pemilihan ulang'," tutur belay menirukan kata Panitia Pilkades.
Hal itu, menurut Belay lantas menimbulkan kemarahan dari Kepala Soa yang menyatakan bahwa musyawarah itu sudah sah dan tidak akan lagi ada musyawarah soa lainnya.
"Namun berselang beberapa hari, camat mengundang kepala soa untuk membicarakan agenda Musyawarah Soa baru. Dalam pertemuan itu sebagian besar kepala soa menolak, namun camat dengan berbagai dalil mengatakan bahwa harusnya dua orang menjadi perwakilan, satu dari Olilit Timur dan satu dari Olilit Barat. Camat mengatakan, tidak bisa satu," jabar dia
Selanjutnya, ungkap Belay, kepala soa tetap bersikukuh tidak akan lagi musyawarah Soa sementara camat memberitahukan bahwa jadwal pemilihan pilkades yang ada saat itu salah. Sehingga akan ada jadwal pemilihan baru pada Selasa (19/6) dan Rabu (20/6) lalu yang dipublikasi dari Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Johanes Fanumby itu dinilai tidak tepat.
"Tak tunggu berapa lama lagi jadwal barupun turun dan lucunya yang membuat jadwal itu bukannya dari panitia, namun dari BPD dengan dalil bahwa belum sampai waktunya maka BPD yg memfasilitasi pertemuan di maksud dulu. Padahal panitianya sudah terbentuk," ujar dia.
Ia menyatakan tindakan yang diambil Lembaga Pengawasan dalam melakukan Musyawarah Soa tidak tepat sebab yang semestinya melakukan musyawarah panitia dan kepala Soa.
"Inikan sebuah sadiwara yang dimainkan. Akhirnya jadwal yang dikeluarkan dipakai sebagai rujuk untuk musyawarah soa. Tak sampai disitu, usaha mereka paska selesai musyawarah yang dilakukan Kepala Soa Fanumby pun dipaksa untuk tandatangan Berita Acara dengan mengakomodir dua calon, padahal hasil musyawarah soa yang sah hanya satu. Namun akibat intervensi tersebut lahir lagi satu dari Soa Fanumby atasnama Saudara Fidelis Samponu. Inilah awal dari konflik yang berlangsung. Disusul dengan soa lain yang juga demikian, padahal kalau diikuti dengan baik hanya 4 calon saja yang sah," ujar dia.
Ia menyatakan pihaknya masih menemukan banyak kejanggalan yang dilakukan dalam pilkades kali ini bukan saja kepada Corneles Fanumby tetapi juga kepada calon-calon lainnya.
"Kalau alasan mereka jadwal salah dari Panitia Kabupaten, maka sebaiknya yang membuat jadwal baru adalah panitia kabupaten, juga buka BPD sebagai lembaga pengawasan. Kemudian mereka juga bersama camat yang fasilitasi musyawarah soa tanpa kehadiran dari kepala soa," papar Belay.
Selanjutnya Belay menyatakan Bupati MTB, Petrus Fatlolon harus mengetahui latar belakang peristiwa ini dan mengambil keputusan dengan arif dan bijaksana. Dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain;
Permendagri no 65 tahun 2017 : Membolehkan PNS - TNI POLRI utk dapat mengikuti pencalonan Kades dengan ketentuan harus mendapat izin dari pimpinan namun tidak diatur secara tegas dalam permendagri tsb pimpinan dalam hal ini Bupati diberi kewenangan utk tidak memberikan izin dimaksud.
Selanjutnya adalah Perda Kab MTB no 22 Tahun 2017 tentang Pemilihan Kades membolehkan Pejabat Kades mencalonkan diri dengan mengajukan cuti.
"Bupati seharusnya mempertimbangkan dan menghargai Keputusan Musyawarah Soa Fanumby yang menetapkan Corneles Fanumby sebagai Bakal Calon Kades mewakili Soa Fanumby," ungkap dia.
Kemudian ia menyatakan bupati seharusnya mempertimbangkan dan menghargai rekomendasi DPRD Kabupaten MTB terkait Pilkades Olilit. Serta SK Bupati terkait Penunjukan Corneles Fanumby sebagai penjabat Kades selama ini merupakan bentuk kepercayaan Pemerintah Daerah kepada yg bersangkutan untuk memimpin Desa Olilit.
"Jadi seharusnya tidak ada persoalan lagi terkait dengan izin pemda dalam hal ini Bupati," ujar dia.
5 pertimbangan tersebut, kata Belay, harus diperhatikan oleh Bupati Fatlolon, sehingga aspirasi sebenarnya masyarakat Desa Olilit dapat terwujud setelah desa yang berada di pusat Ibukota MTB ini tidak memiliki pemimpin sejak 2012.
"Berdasarkan beberapa pertimbangan diatas pendapat saya, seharusnya bupati memberikan izin untuk Corneles Fanumby ikut pencalonan Kades Olilit. Dengan demikian Pilkades Olilit dapat berjalan sebagaimana mestinya utk dapat menjawab kerinduan masyarakat Olilit untuk segera memiliki kades defenitif," harap Alex Belay.
Seperti dikutip dari Dharapos.com, Bupati Fatlolon menyatakan bahwa sikap yang diambilnya ini telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku sehingga hendaknya tidak dipersoalkan lagi oleh sejumlah pihak.
“Mencermati berbagai tanggapan baik di media sosial maupun dalam diskusi lepas akhir-akhir ini maka Pemkab memutuskan untuk mengundang semua pihak dan menjelaskan kedudukan hukum tentang seluruh tahapan penyelenggaraan Pilkades supaya jangan sampai ada yang menyampaikan pendapat yang berbeda atau persepsinya sudah di luar aturan,” katanya Fatlolon dalam pertemuan yang dihadiri oleh Pemerintah Desa Olilit, Ketua BPD, Tua-tua adat, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh perempuan, tokoh agama dan insan pers di ruang rapat Bupati pada Kamis (30/8).
Ia mengatakan ada dua alasan yang digunakan sebagai pertimbangan untuk tidak memberikan izin kepada Cornelis Fanumby yakni yang bersangkutan sampai dengan hari ini masih menjabat sebagai Penjabat Kepala Desa Olilit dan sudah diperpanjang masa tugasnya. Setelah beberapa bulan lalu menemui Kepala Bagian Tata Pemerintahan pada Setda MTB dan meminta untuk SKnya sebagai Penjabat Kepala Desa Olilit diperpanjang.
“Dalam naskah sumpah janji dan SK itu menjelaskan bahwa tugas pokok seorang Penjabat Kepala Desa Olilit adalah menyelenggarakan pemilihan kepala desa. Nah, bagaimana bisa seorang penjabat yang merupakan penyelenggara itu harus bisa maju sebagai calon? Diperbolehkan, asal yang bersangkutan mengundurkan dirinya sebelum tahapan berjalan sehingga status yang bersangkutan sebagai penjabat kepala desa sudah ditarik dan digantikan oleh penjabat kepala desa yang lain,” terang Bupati.
Selain itu, Bupati tidak memberikan izin kepada Cornelis karena dirinya merupakan seorang PNS Eselon IV.a di Dinas Kesehatan yang masih dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan Pemerintah Daerah.
“Sebagai PNS meminta izin kepada Bupati tetapi seseorang yang meminta izin itu bukan berarti serta merta harus diberikan izin. UU tidak mewajibkan Bupati untuk memberikan izin tetapi dapat menerima pertimbangan dari SKPD terkait, apakah boleh izinnya diberikan ataukah tidak barulah kita memberikan jawaban,” tukasnya. (Albert Batlayeri)