Pasca Gempa, Parigi Moutong Krisis BBM, Listrik, Air dan Komunikasi
pada tanggal
30 September 2018
PALU, LELEMUKU.COM - Upaya Moh Hatta (35) mengantri selama lima jam untuk mengisi Bahan Bakar Minyak atau BBM sepeda motornya berakhir dengan kekecewaan. BBM jenis Premium maupun Pertalite sudah tidak tersedia lagi ketika gilirannya sudah semakin dekat dengan petugas pengisi BBM di SPBU Parigi.
Moh Hatta tidak sendiri, karena masih banyak pemilik kendaraan roda dua dan roda empat yang juga telah mengantri selama berjam-jam hingga keluar SPBU untuk mengisi BBM kendaraan mereka masing-masing.
Kepada VOA, Moh Hatta yang berasal dari Kecamatan Tinombo itu, mengatakan ia sedang dalam perjalanan ke Palu untuk mencari tahu kondisi adiknya yang tidak lagi dapat dikontak sejak terjadinya gempa kuat Jumat (28/9) sore. Ia semakin merasa cemas dengan nasib adiknya setelah membaca sejumlah media tentang jumlah korban yang cukup besar dalam peristiwa itu.
“Tujuan mau ke Palu. Mau lihat keluarga. Kasihan. Saya punya adik kerja di Palu,” kata Moh Hatta.
Tentu saja tanpa mengisi ulang BBM, maka sepeda motornya tidak akan memiliki bahan bakar yang cukup untuk melakukan perjalanan menuju Palu.
Ia semakin resah karena ternyata tidak ada kepastian kapan akan ada pasokan BBM. Akibatnya, mau tidak mau, bersama para pengendara kendaraan lainnya ia pun tetap bertahan di SPBU menunggu tibanya pasokan baru.
Dari pemantauan VOA di dua SPBU utama di Kabupaten Parigi, telah kosong sejak Sabtu (29/9) sore.
Aswad, supervisor SPBU Parigi, mengakui pihaknya belum mendapatkan pasokan BBM dari Depot Pertamina Donggala. Ia menduga kondisi itu dikarenakan kondisi jalan di kebun kopi yang menghubungkan Palu dan Parigi Moutong masih rusak akibat longsoran tanah yang dipicu kejadian gempa bumi pada Jumat (28/9) sore.
“Pada malam ini, stok kami sudah habis tadi sore khususnya Pertalite dan Pertamax. Untuk Premium dan Solar belum ada pengiriman, sudah dua hari ini,” kata Aswad. “Terakhir kamis (27/9), kami dikirim BBM dari Depot Donggala. Adanya gempa, arus lalu lintas putus di jalur kebun kopi khususnya,” papar Aswad.
Aswad mengatakan pihaknya sulit menghubungi pihak Depot Pertamina Donggala karena jalur komunikasi yang masih terputus.
Sejak gempa berkekuatan 7,4 pada Jumat sore (28/9) juga menyebabkan padamnya aliran listrik dan terputusnya saluran komunikasi melalui telepon di Palu, Donggala, Parigi Moutong dan Poso.
Agil, Ketua RT 08 Kelurahan Bantaya, Kecamatan Parigi berharap agar pemerintah daerah dan pemerintah pusat bisa segera memulihkan aliran listrik karena sudah dua malam warga hidup dalam kegelapan.
“Kebutuhan saat ini adalah komunikasi, jaringan telkomsel, listrik, air, itu yang kami butuhkan saat ini,” kata Agil.
Hal senada juga dikemukakan Efrin (35) warga kelurahan Masigi, Kecamatan Parigi. Seraya mengayun anaknya yang sedang tidur diayunan, di salah satu lokasi pengungsian di lapangan Kelurahan Masigi, Efrin berharap saluran komunikasi dan aliran listrik bisa kembali berfungsi normal.
“Kami berharap pemerintah membantu perbaikan listrik, komunikasi,” kata Efrin.
Efrin mengatakan hingga kini ia dan warga lainnya masih memilih untuk tidur di lapangan terbuka, karena masih trauma dengan kuatnya guncangan gempa apalagi hingga kini gempa susulan masih terasa meskipun internsitasnya sudah semakin berkurang. (VOA)