Alami Tindak Kekerasan, Polisi Amankan Buruh Proyek Milik Kemenkumham
pada tanggal
03 Oktober 2018
SAUMLAKI, LELEMUKU.COM - Kepolisian Resor (Polres) Maluku Tenggara Barat (MTB), Provinsi Maluku amankan 23 buruh bangunan pada proyek milik Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI , Kantor Wilayah (Kanwil) Maluku, Cabang Rutan Saumlaki yang diduga mengalami tindak kekerasan dan mengalami tekanan dari pengawas dan pengelola proyek pembangunan yang terletak di Desa Sifnana, Kecamatan Tanimbar Selatan (Tansel) pada Selasa (2/10).
Pengamanan yang mengerahkan 1 unit Kendaraan milik Sentral Pelayanan Kepolisian (SPK) Polres MTB ini dilakukan setelah adanya laporan kekerasan terhadap para pekerja pada proyek pembangunan Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Saumlaki melalui kontraktor pelaksana PT. Maega Anugerah Sejahtera dan konsultan pengawasnya CV. Sukma Lestari.
Kapolres MTB, AKBP Raymundus Andhi Hedianto,S.I.K menyatakan pengamanan para pekerja ini dilakukan guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan setelah beberapa pekerja dianiaya secara fisik dan ditekan secara mental.
Menurut pengakuan salah satu buruh bernama Arman, tindakan kekerasan ini dilakukan setelah mereka dianggap melawan keputusan perusahaan yang menegaskan agar mereka melakukan kerja borongan setelah sebelumnya bekerja dengan perjanjian berpola harian.
"Kenapa kami baru diminta borongan dengan waktu yang singkat padahal kami tidak mau. Sebenarnya kami tidak sanggup. Tapi dipaksa karena ada tekanan untuk kerja borongan," kata dia saat ditanyai wartawan di lokasi proyek.
Diungkapkan meski dipaksa kerja borongan sejak Senin (1/10) lalu melalui surat peryataan yang kemudian ditolak, upah harian mereka senilai Rp160.000 ini belum dibayar penuh dan ditunggak selama 2 minggu. Total tunggakan itu mencapai Rp31.281.000 yang belum dibayar ke para pekerja.
"Kami tertekan untuk lakukan borongan kerja. Sementara perusahaan tahan KTP dan masih mencari alasan sedangkan uangnya belum pernah dikasih," ujar Arman.
Ia mengatakan tujuan dirinya dan rekan-rekan buruh untuk meminta perlindungan aparat keamanan dari pihak-pihak yang menekan mereka selama bekerja pada proyek ini.
"Karena melawan, rekan kami dipukuli dan kakinya diketok dengan besi, satunya dipukul hingga masuk ke selokan. Akhirnya kami melawan dan kembali ditekan sama orang-orang yang diperintah dari perusahaan," ujar dia.
Ia menjelaskan waktu tuntutan untuk menuntaskan pekerjaan ini terbilang singkat yakni 55 hari sejak pernyataan di tawarkan pada 1 Oktober lalu. Sehingga hal ini merupakan beban yang dinilai berat oleh ke 23 orang pria asal Provinsi Jawa Tengah ini.
Saat dikonfirmasi wartawan, Direktur PT. Maega Anugerah Sejahtera, Lince Serin mengklaim tidak mengabaikan hak para buruh dan telah memenuhi permintaan mereka.
"Kapan saya biarkan tukang terlantar, kontraktor siapa yang bisa kasih makan tukang dengan ayam potong? Kami berikan mereka makanan porsi lengkap. Cuma kemarin masalah keterlambatan, karena uang masuk pada hari Sabtu (29/9) saat saya ada di Jawa, dan saya terpaksa minta orang dari bank untuk kasih uang ke tukang," ujar dia.
Terkait kekerasan terhadap pekerja pada proyek yang ditanganinya ini Lince lepas tangan dan menyatakan itu merupakan urusan pribadi antara FM, staff perusahaan yang dipercayakan menangani proyek tersebut dengan para buruh yang menjadi korban kekerasan.
"Itu urusan FM dengan kepala tukang. Sebab saat dia lakukan itu, saya ada di Surabaya," ujar dia.
Dijabarkan, pembayaran buruh yang dituding sebagai pemicu kekerasan. Dia merinci dari perhitungan bersama dengan kepala buruh, pihaknya mendapat angka Rp87 juta lebih. Sementara diklaim telah memberikan uang tunai sebesar Rp90 juta. Sementara angka koreksi yang diberikan para buruh adalah Rp112 juta.
"Selisih pembayaran Rp22juta itu akan dipenuhi setelah hitungannya telah tepat dan saya tiba di Saumlaki. Selanjutnya saya akan melakukan perubahan perjanjian dari harian ke borongan. Saat tanda tangan saya akan bayaran muka untuk 2 minggu, dengan catatan mereka kerja sesuai target," papar dia.
Selanjutnya ia menuding pemicu perlawanan para buruh yang selama bekerja belum ada perjanjian kerja dengan perusahaan tersebut adalah satpam yang dinilai mengambil untung dari para buruh. Sebab Lince mengakui dirinya melalui FM yang telah membiayai akomodasi dan transportasi para buruh dari Jawa hingga ke Saumlaki.
"Mereka kemudian kerja sudah tiga hari ini, sementara kerja pagi hari ini satpam datang langsung masuk dan bicara dengan kepala tukang. Sementara kepala tukang seharusnya lapor ke FM, jangan langkahi. FM tersinggung dan emosi kemudian panggil kepala tukang dan langsung 'fight' dia disitu," ujar dia. (Albert Batlayeri)