Abdul Hakam Naja Kritik Pelayanan Pemprov Maluku Utara di Sofifi
pada tanggal
17 Februari 2019
SOFIFI, LELEMUKU.COM - Anggota Komisi II DPR RI Abdul Hakam Naja menilai, sejak dipindahkannya Ibu kota Provinsi Maluku Utara dari Ternate ke Sofifi beberapa tahun yang lalu, hingga saat ini pelayanan pemerintahan di Sofifi, Kecamatan Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan masih belum fungsional. Padahal telah banyak anggaran yang dikucurkan untuk membangun infrastruktur dan di wilayah Sofifi tersebut.
“Saat ini Kantor Gubernur Maluku Utara sudah berada di Sofifi, Kabupaten Tidore. Tetapi sampai sekarang pelaksanaan pemerintahan di Sofifi belum fungsional. Sudah lebih dari 5 tahun, fungsi pelayanan pemerintahan masih dijalankan di Ternate," ucap Hakam disela-sela mengikuti Kunjungan Kerja Reses Komisi II DPR RI ke Maluku Utara, Kamis (14/2).
Hakam sangat menyayangkan atas kondisi yang ada tersebut. Menurut Hakam, seharusnya apa yang sudah diputuskan oleh pemerintah dan DPR RI bisa benar-benar dilaksanakan dengan baik. Karena sudah banyak sekali anggaran yang dikucurkan untuk membangun perkantoran di Sofifi, namun pada kenyataannya tidak fungsional dan tidak terpakai," tuturnya
Dalam kesempatan yang sama, politisi Fraksi PAN itu juga menyoroti tentang kesiapan Pemerintah Provinsi Maluku Utara dalam menghadapi Pemilu 2019. Ia menilai, penyelesaian pembuatan KTP-Elektronik (KTP-el) yang menjadi syarat wajib untuk menjadi peserta pemilu masih belum mencapai target.
“Di Kota Ternate saja baru 80 persen warga masyarakat yang telah melakukan perekaman KTP-Elektronik. Artinya, masih belum seluruhnya warga yang mempunyai KTP Elektronik di Kota Ternate, meskipun dari Dinas Dukcapil Provinsi Malut menyatakan sudah 90 persen warga yang telah dilakukan perekaman," paparnya.
Dikatakannya, dengan kekurangan 10 persen atau sekitar 80 ribu orang yang masih belum melakukan perekaman KTP-el, menjadi pertanyaan bagaimana mereka sebagai warga negara mempunyai untuk memilih.
“Padahal pada Pemilu 2019 ini, warga negara yang mempunyai hak untuk memilih tersebut harus mempunyai KTP-Elektronik. Ini menjadi satu catatan buat kami," tegasnya.
Terkait hal itu, legislator dapil Jawa Tengah X itu menyatakan, Komisi II DPR RI akan memanggil Kementerian Dalam Negeri untuk dimintai keterangan dan informasinya, serta tindak lanjutnya agar masalah ini bisa diselesaikan sebelum pelaksanaan Pemilu 17 April 2019.
“Ini merupakan PR besar, tetapi kami akan mendorong terus agar apa yang telah dicanangkan itu bisa direalisasikan dengan baik," pungkasnya. (DPRRI)
“Saat ini Kantor Gubernur Maluku Utara sudah berada di Sofifi, Kabupaten Tidore. Tetapi sampai sekarang pelaksanaan pemerintahan di Sofifi belum fungsional. Sudah lebih dari 5 tahun, fungsi pelayanan pemerintahan masih dijalankan di Ternate," ucap Hakam disela-sela mengikuti Kunjungan Kerja Reses Komisi II DPR RI ke Maluku Utara, Kamis (14/2).
Hakam sangat menyayangkan atas kondisi yang ada tersebut. Menurut Hakam, seharusnya apa yang sudah diputuskan oleh pemerintah dan DPR RI bisa benar-benar dilaksanakan dengan baik. Karena sudah banyak sekali anggaran yang dikucurkan untuk membangun perkantoran di Sofifi, namun pada kenyataannya tidak fungsional dan tidak terpakai," tuturnya
Dalam kesempatan yang sama, politisi Fraksi PAN itu juga menyoroti tentang kesiapan Pemerintah Provinsi Maluku Utara dalam menghadapi Pemilu 2019. Ia menilai, penyelesaian pembuatan KTP-Elektronik (KTP-el) yang menjadi syarat wajib untuk menjadi peserta pemilu masih belum mencapai target.
“Di Kota Ternate saja baru 80 persen warga masyarakat yang telah melakukan perekaman KTP-Elektronik. Artinya, masih belum seluruhnya warga yang mempunyai KTP Elektronik di Kota Ternate, meskipun dari Dinas Dukcapil Provinsi Malut menyatakan sudah 90 persen warga yang telah dilakukan perekaman," paparnya.
Dikatakannya, dengan kekurangan 10 persen atau sekitar 80 ribu orang yang masih belum melakukan perekaman KTP-el, menjadi pertanyaan bagaimana mereka sebagai warga negara mempunyai untuk memilih.
“Padahal pada Pemilu 2019 ini, warga negara yang mempunyai hak untuk memilih tersebut harus mempunyai KTP-Elektronik. Ini menjadi satu catatan buat kami," tegasnya.
Terkait hal itu, legislator dapil Jawa Tengah X itu menyatakan, Komisi II DPR RI akan memanggil Kementerian Dalam Negeri untuk dimintai keterangan dan informasinya, serta tindak lanjutnya agar masalah ini bisa diselesaikan sebelum pelaksanaan Pemilu 17 April 2019.
“Ini merupakan PR besar, tetapi kami akan mendorong terus agar apa yang telah dicanangkan itu bisa direalisasikan dengan baik," pungkasnya. (DPRRI)