DPR RI Kawal Soal Kerusakan Ekosistem Senilai Rp185 Triliun akibat Freeport
pada tanggal
13 Februari 2019
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan fakta kerusakan ekosistem akibat penambangan oleh PT. Freeport Indonesia (PTFI) yang nilainya mencapai 13,59 miliar dolar Amerika Serikat (AS), atau sekitar Rp185 triliun.
Komisi VII DPR RI akan terus mengawal persoalan kerusakan lingkungan akibat penambangan oleh PT. Freeport itu. Permasalahan divestasi saham PTFI yang hingga saat ini belum ada penjelasan lanjutan juga menjadi sorotan Komisi VII DPR RI kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Berdasarkan keputusan rapat Komisi VII beberapa waktu yang lalu dengan pihak Kementerian ESDM, divestasi saham Freeport akan diselesaikan setelah persoalan lingkungan tersebut diselesaikan. Hal inilah yang kita kejar, seperti apa penyelesaian yang sudah dilakukan,” ucap Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu saat memimpin Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM beserta jajaran di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (11/2).
Sebab sepengetahuannya, sampai sekarang belum ada penyelesaian sama sekali atas hal itu. Gus Irawan mengatakan, saat ini divestasi 51 persen saham PTFI sudah terlaksana. Kalau memang belum ada penyelesaian terhadap masalah kerusakan lingkungan akibat penambangan PTFI, maka keputusan rapat Komisi VII DPR RI dengan Kementerian ESDM yang telah diputuskan beberapa waktu yang lalu tersebut telah dilanggar.
“Bagaimana logikanya, kita mengambilalih sebuah perusahaan dengan value 7,7 miliar dolar AS, tetapi perusahaan tersebut mempunyai kewajiban (yang harus diselesaikan) sebesar 13,59 miliar dolar AS. Padahal di tahun 2021 nanti (kontrak PTFI) juga sudah akan berakhir,” tegas legislator Partai Gerindra itu.
Sementara terkait program listrik 35 ribu Mega Watt, Gus Irawan menilai program itu hanyalah program gagah-gagahan pemerintah. “Sesungguhnya yang berjalan hanyalah separuhnya. Kita ingin mengetahui apa yang menjadi alasannya. Pemerintah seharusnya merevisi program tersebut dan disampaikan juga ke publik secara jujur bahwa kemampuannya hanya sampai 18 atau 19 Ribu MW (saja),” tutur Gus Irawan.
Selain ingin mengetahui tentang tindak lanjut temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas hasil pemeriksaan semester I tahun 2018, pada kesempatan Rapat Kerja dengan Kementerian ESDM itu, Komisi VII DPR RI juga ingin mendapatkan penjelasan mengenai sejauh mana progres realisasi kewajiban pembangunan smelter serta rencana hilirisasi. (SekjenDPRRI)
Komisi VII DPR RI akan terus mengawal persoalan kerusakan lingkungan akibat penambangan oleh PT. Freeport itu. Permasalahan divestasi saham PTFI yang hingga saat ini belum ada penjelasan lanjutan juga menjadi sorotan Komisi VII DPR RI kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Berdasarkan keputusan rapat Komisi VII beberapa waktu yang lalu dengan pihak Kementerian ESDM, divestasi saham Freeport akan diselesaikan setelah persoalan lingkungan tersebut diselesaikan. Hal inilah yang kita kejar, seperti apa penyelesaian yang sudah dilakukan,” ucap Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu saat memimpin Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM beserta jajaran di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (11/2).
Sebab sepengetahuannya, sampai sekarang belum ada penyelesaian sama sekali atas hal itu. Gus Irawan mengatakan, saat ini divestasi 51 persen saham PTFI sudah terlaksana. Kalau memang belum ada penyelesaian terhadap masalah kerusakan lingkungan akibat penambangan PTFI, maka keputusan rapat Komisi VII DPR RI dengan Kementerian ESDM yang telah diputuskan beberapa waktu yang lalu tersebut telah dilanggar.
“Bagaimana logikanya, kita mengambilalih sebuah perusahaan dengan value 7,7 miliar dolar AS, tetapi perusahaan tersebut mempunyai kewajiban (yang harus diselesaikan) sebesar 13,59 miliar dolar AS. Padahal di tahun 2021 nanti (kontrak PTFI) juga sudah akan berakhir,” tegas legislator Partai Gerindra itu.
Sementara terkait program listrik 35 ribu Mega Watt, Gus Irawan menilai program itu hanyalah program gagah-gagahan pemerintah. “Sesungguhnya yang berjalan hanyalah separuhnya. Kita ingin mengetahui apa yang menjadi alasannya. Pemerintah seharusnya merevisi program tersebut dan disampaikan juga ke publik secara jujur bahwa kemampuannya hanya sampai 18 atau 19 Ribu MW (saja),” tutur Gus Irawan.
Selain ingin mengetahui tentang tindak lanjut temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas hasil pemeriksaan semester I tahun 2018, pada kesempatan Rapat Kerja dengan Kementerian ESDM itu, Komisi VII DPR RI juga ingin mendapatkan penjelasan mengenai sejauh mana progres realisasi kewajiban pembangunan smelter serta rencana hilirisasi. (SekjenDPRRI)