Herman Khaeron Nilai UU Pokok Agraria 1960 Tak Akomodir Perubahan
pada tanggal
23 Februari 2019
YOGYAKARTA, LELEMUKU.COM - Wakil Ketua Komisi II DPR RI sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan Herman Khaeron menjelaskan, Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) Nomor 5 Tahun 1960 yang berlaku saat ini dinilai tidak mengakomodir kondisi yang sudah banyak berubah di masyarakat. Untuk itu, RUU Pertanahan akan disusun bersifat lex specialis, sebagai komplementasi untuk melengkapi UU PA.
“Kami menganggap UU PA terlalu umum, sehingga harus ada undang-undang yang lebih spesial. UU PA tetap ada sebagai lex generalis. Kemudian lex spesialis-nya adalah RUU Pertanahan ini,” kata Herman saat menjadi narasumber pada Focus Group Discussion (FGD) bertema "Mengkritisi Rancangan Undang-Undang Pertanahan” di Gedung Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (21/2).
Dalam FGD yang turut dihadiri Sekretaris Jenderal DPR RI sekaligus Plt. Kepala Badan Keahlian (BK) DPR RI Indra Iskandar itu, Herman mengatakan setiap informasi dan masukan keagrarian yang diberikan oleh civitas akademika UGM, akan dijadikan dasar pertimbangan penyusunan RUU Pertanahan yang sedang dibahas oleh Komisi II DPR RI dengan pemerintah.
“Kami ingin menjadikan Undang-Undang Pertanahan ini sebagai landasan hukum. Karena bagaimanapun Undang-Undang Pokok Agraria itu sangat umum. (UU PA) mengatur agraria di Indonesia, tetapi untuk mengatur tata cara pertanahan secara nasional sebagai hak penguasaan negara perlu aturan lex specialis,” imbuh legislator Partai Demokrat itu.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Ilmu Hukum Agraria Fakultas Hukum UGM Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono, SH, MCL, MPA berharap, pertemuan ini dapat semakin mempererat hubungan DPR RI dengan UGM. Agar kedepannya kedua belah pihak dapat melakukan pembahasan lebih lanjut secara substansial permasalahan yang dihadapi.
“Sehingga di masa-masa yang akan datang kita bisa berinteraksi lebih baik lagi dalam membahas materi-materi yang secara substansial memberikan kontribusi untuk perbaikan dan penanganan permasalahan pertanahan di negara kita,” harap Maria. (DPRRI)
“Kami menganggap UU PA terlalu umum, sehingga harus ada undang-undang yang lebih spesial. UU PA tetap ada sebagai lex generalis. Kemudian lex spesialis-nya adalah RUU Pertanahan ini,” kata Herman saat menjadi narasumber pada Focus Group Discussion (FGD) bertema "Mengkritisi Rancangan Undang-Undang Pertanahan” di Gedung Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (21/2).
Dalam FGD yang turut dihadiri Sekretaris Jenderal DPR RI sekaligus Plt. Kepala Badan Keahlian (BK) DPR RI Indra Iskandar itu, Herman mengatakan setiap informasi dan masukan keagrarian yang diberikan oleh civitas akademika UGM, akan dijadikan dasar pertimbangan penyusunan RUU Pertanahan yang sedang dibahas oleh Komisi II DPR RI dengan pemerintah.
“Kami ingin menjadikan Undang-Undang Pertanahan ini sebagai landasan hukum. Karena bagaimanapun Undang-Undang Pokok Agraria itu sangat umum. (UU PA) mengatur agraria di Indonesia, tetapi untuk mengatur tata cara pertanahan secara nasional sebagai hak penguasaan negara perlu aturan lex specialis,” imbuh legislator Partai Demokrat itu.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Ilmu Hukum Agraria Fakultas Hukum UGM Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono, SH, MCL, MPA berharap, pertemuan ini dapat semakin mempererat hubungan DPR RI dengan UGM. Agar kedepannya kedua belah pihak dapat melakukan pembahasan lebih lanjut secara substansial permasalahan yang dihadapi.
“Sehingga di masa-masa yang akan datang kita bisa berinteraksi lebih baik lagi dalam membahas materi-materi yang secara substansial memberikan kontribusi untuk perbaikan dan penanganan permasalahan pertanahan di negara kita,” harap Maria. (DPRRI)