Hilangnya Kritik Kepada Kinerja Dua Penyidik KPK yang Konyol, Amatiran, Angkuh dan Memalukan
pada tanggal
15 Februari 2019
Saya ingin berbagai rasa ketidaknyamanan saya sedikit, seputar polemik yang berkembang belakangan pasca “Insiden Hotel Borobudur” antara KPK vs Pemerintah Papua, yang sampai hari ini perkaranya masih bergulir di Kepolisian Metro Jaya – Jakarta Pusat.
Saya sebut saya merasa tidak nyaman karena paska insiden hotel Borobudur tanggal 2 Februari 2019 kemarin, diantara kita sesama manusia yang ada di Papua terbelah menjadi dua kelompok. Timbul perdebatan dalam berbagai diskusi di berbagai ruang.
Sebagian kita pasti menjustifikasi insiden hotel Borobudur adalah peristiwa ketika dua orang petugas penyidik KPK ingin melakukan tugas pengintaian atau mungkin juga OTT(Operasi Tangkap Tangan) namun diserang oleh rombongan Gubernur.
Sebagian dari kelompok kami masyarakat Indonesia juga menjustifikasi bahwa, dalam pertemuan Hotel Borobudur itu sedang atau akan terjadi praktek suap/sogok atau istilah lainya dan oleh karena itu, Penyidik KPK sedang melakukan tugas pengintaian namun di serang (bahasa jubir KPK) oleh rombongan gubernur Papua.
Selanjutnya, masalah (yang menurut pemberitaan KPK terjadi) insiden penyerangan saat ini sedang bergulir di Polda Metro Jaya. Kita semua sedang menunggu proses pembuktian kebenaran dan siapa-siapa pelakunya.
Sementara itu seluruh rakyat Indonesia yang cerdas, suci dan budiman ini, sama sekali tidak memberikan perhatian kepada peristiwa bersejarah dan “LUAR BIASA,” berkaitan dengan kinerja buruk, amatiran dan konyol dua petugas penyidik KPK yang dibongkar rombongan gubernur Papua dihadapan jutaan pasang mata public nusantara melalui media massa.
Bagian ini dapat dimaklumni memang. Apalagi satu hari setelah insiden hotel Borobudur, seluruh media massa nasional baik online, cetak, televisi dan radio, konten berita di konstruksi dengan sangat baik oleh Jubir KPK untuk mengarahkan perhatian publik berlebih kepada insiden penyerangan.
Jubir KPK berhasil dengan scenarionya, mengarahkan perhatian dan kemarahan warga indonesia kepada pihak rombongan Gubernur Papua. Mereka (rombongan Gubernur-Papua) melalui konstruksi opini oleh jubir KPK akhirnya dianggap berlaku bar-bar, kejam dan melawan penyidik KPK yang sedang bertugas.
Dari aksi alih perhatian “sang Jubir KPK” memakai media massa kepada insiden penyerangan ini, Ia berhasil menutup rapat semua kritik dan saran perbaikan kepada dua oknum penyidik yang telah bekerja terlalu amatiran, konyol dan menggangu hak privasi orang. Atau mungkin ini cara dia (KPK) untuk menunjukan “KEANGKUHAN” dan “KEBAL KRITIK” kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa, tanpa ijin Malaikat maupun Iblis, KPK dapat masuk ke dalam SURGA maupun NERAKA memotret siapa saja sesuka dia.
Siapapun yang melakukan protes akan dikenakan pasal “MELAWAN / MENGHALANGI PETUGAS YANG SEDANG MELAKUKAN TUGAS NEGARA” ruarrrr biasa… PROVICIAT UNTUK ‘SANG JUBIR TERBAIK KPK periode ini.’ Mereka (rombongan Gubernur Papua) memang layak dikeroyok oleh amarah penduduk nusantara karena kalah dalam bersaing mendapatkan tempat di media massa Negara ini.
Yah! mereka (pemda Papua), jelas dapat dipastikan tak mungkin menang dalam pemberitaan media manapun di republik ini, karena alam bawa sadar masyarakat Indonesia, telah terlanjur tertanam pemikiran bahwa; “KPK TIDAK PERNAH BERSALAH” dan jika ada yang berani menyalahkan KPK maka dia adalah musuh rakyat Indonesia. Dan mereka (rombongan pemerintah Papua yang terlibat insiden Borobudur) secara tidak langsung saat ini sedang dihukum secara psikis sebagai musuh bersama yang harus segera di proses hukum. Sayang...
Oleh : Benyamin Gurik
Aktifis Papua
Saya sebut saya merasa tidak nyaman karena paska insiden hotel Borobudur tanggal 2 Februari 2019 kemarin, diantara kita sesama manusia yang ada di Papua terbelah menjadi dua kelompok. Timbul perdebatan dalam berbagai diskusi di berbagai ruang.
Sebagian kita pasti menjustifikasi insiden hotel Borobudur adalah peristiwa ketika dua orang petugas penyidik KPK ingin melakukan tugas pengintaian atau mungkin juga OTT(Operasi Tangkap Tangan) namun diserang oleh rombongan Gubernur.
Sebagian dari kelompok kami masyarakat Indonesia juga menjustifikasi bahwa, dalam pertemuan Hotel Borobudur itu sedang atau akan terjadi praktek suap/sogok atau istilah lainya dan oleh karena itu, Penyidik KPK sedang melakukan tugas pengintaian namun di serang (bahasa jubir KPK) oleh rombongan gubernur Papua.
Selanjutnya, masalah (yang menurut pemberitaan KPK terjadi) insiden penyerangan saat ini sedang bergulir di Polda Metro Jaya. Kita semua sedang menunggu proses pembuktian kebenaran dan siapa-siapa pelakunya.
Sementara itu seluruh rakyat Indonesia yang cerdas, suci dan budiman ini, sama sekali tidak memberikan perhatian kepada peristiwa bersejarah dan “LUAR BIASA,” berkaitan dengan kinerja buruk, amatiran dan konyol dua petugas penyidik KPK yang dibongkar rombongan gubernur Papua dihadapan jutaan pasang mata public nusantara melalui media massa.
Bagian ini dapat dimaklumni memang. Apalagi satu hari setelah insiden hotel Borobudur, seluruh media massa nasional baik online, cetak, televisi dan radio, konten berita di konstruksi dengan sangat baik oleh Jubir KPK untuk mengarahkan perhatian publik berlebih kepada insiden penyerangan.
Jubir KPK berhasil dengan scenarionya, mengarahkan perhatian dan kemarahan warga indonesia kepada pihak rombongan Gubernur Papua. Mereka (rombongan Gubernur-Papua) melalui konstruksi opini oleh jubir KPK akhirnya dianggap berlaku bar-bar, kejam dan melawan penyidik KPK yang sedang bertugas.
Dari aksi alih perhatian “sang Jubir KPK” memakai media massa kepada insiden penyerangan ini, Ia berhasil menutup rapat semua kritik dan saran perbaikan kepada dua oknum penyidik yang telah bekerja terlalu amatiran, konyol dan menggangu hak privasi orang. Atau mungkin ini cara dia (KPK) untuk menunjukan “KEANGKUHAN” dan “KEBAL KRITIK” kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa, tanpa ijin Malaikat maupun Iblis, KPK dapat masuk ke dalam SURGA maupun NERAKA memotret siapa saja sesuka dia.
Siapapun yang melakukan protes akan dikenakan pasal “MELAWAN / MENGHALANGI PETUGAS YANG SEDANG MELAKUKAN TUGAS NEGARA” ruarrrr biasa… PROVICIAT UNTUK ‘SANG JUBIR TERBAIK KPK periode ini.’ Mereka (rombongan Gubernur Papua) memang layak dikeroyok oleh amarah penduduk nusantara karena kalah dalam bersaing mendapatkan tempat di media massa Negara ini.
Yah! mereka (pemda Papua), jelas dapat dipastikan tak mungkin menang dalam pemberitaan media manapun di republik ini, karena alam bawa sadar masyarakat Indonesia, telah terlanjur tertanam pemikiran bahwa; “KPK TIDAK PERNAH BERSALAH” dan jika ada yang berani menyalahkan KPK maka dia adalah musuh rakyat Indonesia. Dan mereka (rombongan pemerintah Papua yang terlibat insiden Borobudur) secara tidak langsung saat ini sedang dihukum secara psikis sebagai musuh bersama yang harus segera di proses hukum. Sayang...
Oleh : Benyamin Gurik
Aktifis Papua