Jokowi Ajak Pemda Rancang Pembangunan Berdasar Resiko Bencana
pada tanggal
03 Februari 2019
SURABAYA, LELEMUKU.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan, negara kita berada dalam garis-garis cincin api sehingga setiap pembangunan dan rancangan pembangunan ke depan harus dilandaskan pada aspek-aspek pengurangan resiko bencana.
“Bappeda harus mengerti dimana daerah merah, daerah hijau. Rakyat harus betul-betul dilarang untuk masuk ke dalam tata ruang yang sudah diberi tanda merah,” kata Presiden Jokowi saat memberikan sambutan pada pembukaan Rakornas Penanggulangan Bencana BNPB dengan BPBD Seluruh Indonesia 2019, di JX International Exhibition, Surabaya, Provinsi Jawa Timur (Jatim), Sabtu (2/2) pagi.
Presiden menegaskan, rakyat harus betul-betul dilarang untuk masuk ke dalam tata ruang yang sudah diberi tanda merah. Mereka harus taat dan patuh terhadap rencana tata ruang.
“Bencana kita selalu berulang, tempatnya di situ-situ saja. Di NTB tahun 19778 ada, di Palu tahun 1978/1979 juga ada. Ada siklusnya,” jelas Presiden.
Presiden Jokowi mendorong para Gubernur, Bupati/Walikota agar melibatkan akademisi, pakar-pakar kebencanaan untuk mengeliti, melihat titik-titik mana yang rawan bencana. meneliti, mengkaji, menganalisis potensi-potensi bencana yang kita miliki.
Hal itu dimaksudkan agar kita mampu memprediksi ancaman dan mengantisipasi serta mengurangi dampak bencana. Sehingga kita tahu misalnya akan ada megathrust, pergesaran lempengan misalnya.
“Kalau pakar sudah berbicara ya disosialisasikan ke masyarakat, bisa lewat pemuka agama, bisa lewat pemda. Ini penting sekali,” tegas Presiden Jokowi.
Apabila ada kejadian bencana, lanjut Presiden, maka gubernur akan menjadi satgas darurat, dan Pangdam dan Kapolda akan menjadi wakil komandan satgas. Ia meminta jJngan sedikit-sedikit langsung naik ke pusat.
Edukasi Kebencanaan
Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi juga menyampaikan bahwa pembangunan sistem peringatan dini yang terpadu, yang berbasiskan rekomendasi dari pakar, hasil kajian, hasil penelitian akademisi dan pakar harus dipakai.
“Daerah harus sudah mulai bangun itu. Nasional juga akan kita kerjakan itu,” ujar Presiden seraya meminta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo untuk mengoordinasikan semua Kementerian/Lembaga (K/L) terkait agar sistem ini segera terwujud dan dipelihara.
“ Saya lihat video di Jepang, masyarakat lagi makan, ada gempa, ya tetap makan. Tapi begitu sirine nguing-nguing, baru lari tapi rutenya jelas ke arah mana. Hal-hal seperti ini yg harus mulai kita kerjakan,” tutur Presiden.
Untuk itu, Presiden Jokowi memita agar edukasi kebencanaan harus segera dimulai. Baik di masyarakat, sekolah, terutama di daerah rawan bencana. Sehingga papan peringatan diperlukan.
“Rute evakuasi harus ada. Harus jelas rute evakuasi kemana,” ujarnya.
Presiden juga meminta dilakukannya simulasi latihan penanganan bencana secara berkala dan teratur untuk mengingatkan masyarakatsecara berkesinambungan sampai ke tingkat paling bawah RT, RW. Sehingga masyarakat kita betul-betul siap menghadapi bencana.
Tampak hadir dlam kesempatan itu antara lai Yang mendampingi Kepala BNPB Doni Monardo, Sekretaris Kabiet (Seskab) Pramono Anung, dan Gubernur Jatim Soekarwo. (Setkab)
“Bappeda harus mengerti dimana daerah merah, daerah hijau. Rakyat harus betul-betul dilarang untuk masuk ke dalam tata ruang yang sudah diberi tanda merah,” kata Presiden Jokowi saat memberikan sambutan pada pembukaan Rakornas Penanggulangan Bencana BNPB dengan BPBD Seluruh Indonesia 2019, di JX International Exhibition, Surabaya, Provinsi Jawa Timur (Jatim), Sabtu (2/2) pagi.
Presiden menegaskan, rakyat harus betul-betul dilarang untuk masuk ke dalam tata ruang yang sudah diberi tanda merah. Mereka harus taat dan patuh terhadap rencana tata ruang.
“Bencana kita selalu berulang, tempatnya di situ-situ saja. Di NTB tahun 19778 ada, di Palu tahun 1978/1979 juga ada. Ada siklusnya,” jelas Presiden.
Presiden Jokowi mendorong para Gubernur, Bupati/Walikota agar melibatkan akademisi, pakar-pakar kebencanaan untuk mengeliti, melihat titik-titik mana yang rawan bencana. meneliti, mengkaji, menganalisis potensi-potensi bencana yang kita miliki.
Hal itu dimaksudkan agar kita mampu memprediksi ancaman dan mengantisipasi serta mengurangi dampak bencana. Sehingga kita tahu misalnya akan ada megathrust, pergesaran lempengan misalnya.
“Kalau pakar sudah berbicara ya disosialisasikan ke masyarakat, bisa lewat pemuka agama, bisa lewat pemda. Ini penting sekali,” tegas Presiden Jokowi.
Apabila ada kejadian bencana, lanjut Presiden, maka gubernur akan menjadi satgas darurat, dan Pangdam dan Kapolda akan menjadi wakil komandan satgas. Ia meminta jJngan sedikit-sedikit langsung naik ke pusat.
Edukasi Kebencanaan
Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi juga menyampaikan bahwa pembangunan sistem peringatan dini yang terpadu, yang berbasiskan rekomendasi dari pakar, hasil kajian, hasil penelitian akademisi dan pakar harus dipakai.
“Daerah harus sudah mulai bangun itu. Nasional juga akan kita kerjakan itu,” ujar Presiden seraya meminta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo untuk mengoordinasikan semua Kementerian/Lembaga (K/L) terkait agar sistem ini segera terwujud dan dipelihara.
“ Saya lihat video di Jepang, masyarakat lagi makan, ada gempa, ya tetap makan. Tapi begitu sirine nguing-nguing, baru lari tapi rutenya jelas ke arah mana. Hal-hal seperti ini yg harus mulai kita kerjakan,” tutur Presiden.
Untuk itu, Presiden Jokowi memita agar edukasi kebencanaan harus segera dimulai. Baik di masyarakat, sekolah, terutama di daerah rawan bencana. Sehingga papan peringatan diperlukan.
“Rute evakuasi harus ada. Harus jelas rute evakuasi kemana,” ujarnya.
Presiden juga meminta dilakukannya simulasi latihan penanganan bencana secara berkala dan teratur untuk mengingatkan masyarakatsecara berkesinambungan sampai ke tingkat paling bawah RT, RW. Sehingga masyarakat kita betul-betul siap menghadapi bencana.
Tampak hadir dlam kesempatan itu antara lai Yang mendampingi Kepala BNPB Doni Monardo, Sekretaris Kabiet (Seskab) Pramono Anung, dan Gubernur Jatim Soekarwo. (Setkab)