Membongkar Orang Kuat di Balik Jaffar Umar Thalib (JUT) di Keerom Papua
pada tanggal
28 Februari 2019
Ada percikan api konflik SARA kecil hari ini dari sebuah desa bernama Koya Barat, Distrik Muara Tami yang berada di pinggiran Kota Jayapura. Dalam bacaan saya secara teoritis, Api konflik ini akan membesar dan melebar kemana - mana karena NEGARA secara terstruktur, sistematis, dan masih ada di balik keberadaan Jaffar Umar Thalib (JUT) Pimpinan Laskar Jihad di Arso Kabupaten Keerom, Provinsi Papua.
Dalam teori intelijen, sebuah konflik sosial kalau berpotensi menjadi besar dan meluas dampak destruktifnya, maka konflik sosial tersebut akan dikontruksikan menjadi konflik besar dan meluas.
Agar ada dasar legitimasi untuk militer masuk dengan kekuatan yang lebih besar demi kepentingan Negara dan aktor - aktor keamanan yang lihai dan berpengalaman dalam memanfaatkan situasi chaos atau konflik untuk keuntungan pribadi dan kelompoknya.
Dari perspektif keamanan, situasi damai dan tentram adalah situasi yang tidak diharapkan terjadi karena kepentingan aktor keamanan akan terancam dan bisa mendatangkan kerugian.
Papua harus terus dikelola dalam keadaan konflik dan dasar membangun struktur konflik Papua adalah dengan menempatkan aktor - aktor konseptor dan eksekutor di lapangan. Aktor supportingnya tetap dari Jakarta.
Aktor Jaffar Umar Thalib dan santri binaannya adalah bagian dari aktor eksekutor lapangan. Selama JUT ada di kabupaten Keerom dan kota Jayapura, selama itu pula potensi ancaman terhadap kerukunan hidup umat beragama di Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura dalam ancaman serius.
Orang Papua tidak membenci umat muslim, tapi orang Papua sangat membenci paham - paham radikalis aliran wahabi yang disebarkan JUT dan kelompoknya.
Negara atau elit Jakarta tentunya lebih paham tentang paham islamiyah yang disiarkan JUT dan sudah tentu ada agenda terselubung elit Jakarta di balik dikirimnya JUT ke Papua, khususnya di Kabupaten Keerom. Negara punya kepentingan utama menjaga dan mengamankan kedaulatan Negara atas Papua.
Konstitusi memberikan kewenangan tugas mulia ini kepada TNI dan Polri. Namun institusi militer membutuhkan " tangan sipil " untuk untuk berhadapan dengan kelompok sipil di Papua yang dinilai aktivitas politiknya sangat mengancam kedaulatan Negara di bumi cenderawasih.
Jadi aksi kekerasaan yang dilakukan para pengikut JUT di Koya Barat Kota Jayapura hari ini, adalah bukan aksi kekerasan atau aksi kriminalitas umum yang lazim terjadi di sekitar kota Jayapura. Aksi ini akan dijadikan " test the water " untuk melihat reaksi publik.
Reaksi akan datang dari pertama, masyarakat Papua terhadap keberadaan JUT dan santri binaannya.
Kedua, reaksi pemerintah dan pihak keamanan terhadap tindakan premanisme para santri binaan JUT terhadap warga koya barat kota Jayapura Papua. Kalau reaksi tidak semakin besar dan memanas membakar emosional massa, maka JUT dan kelompoknya akan terus menancapkan kuku - kukunya di kabupaten Keerom dan Kota Jayapura.
Ketiga, reaksi dari kelompok supporting di Jakarta yang diduga melibatkan orang - orang kuat diseputar istana Jokowi saat ini. Aktor supporters ini adalah back bonenya JUT dan hanya perintah yang keluar dari mulut mereka yang dipatuhi oleh JUT.
Reaksi mereka seperti apa, itulah yang akan JUT lakukan. Kalau mereka bilang JUT tetap di Keerom Papua, maka JUT akan tetap di Keerom dan tidak ada satupun pejabat sipil atau militer di Papua yang bisa menolak atau melawan tindakan JUT dan kelompoknya.
Institusi TNI dan Polri di Papua tidak akan mengeksekusi JUT dengan tindakan penegakkan hukum tegas. Pihak keamanan di Negara ini sangat berutang budi dengan JUT dan memiliki hubungan simbiosis mutualisme dengan JUT dan pengikutnya.
Bahkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada era kepemimpinan Tito Karnavian, banyak menarik orang - orang JUT untuk duduk dalam jabatan struktural lembaga anti terorisme ini.
JUT dan kelompoknya telah dijadikan mata,telinga dan tangan dari BNPT dalam memburu kelompok - kelompok teroris di Indonesia selama ini. So, masyarakat Papua, tidak berlebihan kalau saya simpulkan bahwa melawan JUT dan kelompoknya itu tindakan melawan Negara.
Tindakan yang dikatagorikan separatis karena JUT adalah implementasi dari Negara berjubah sipil untuk mempertahankan merah putih di Tanah Papua, tanah orang Melanesia.
Semoga masyarakat Keerom, Jayapura dan Papua sedikit dicerahkan dari opini pribadi saya ini. Tetap waspada Papua !
Oleh : Marinus Yaung
Dosen Universitas Cenderawasih (Uncen) Papua
Dalam teori intelijen, sebuah konflik sosial kalau berpotensi menjadi besar dan meluas dampak destruktifnya, maka konflik sosial tersebut akan dikontruksikan menjadi konflik besar dan meluas.
Agar ada dasar legitimasi untuk militer masuk dengan kekuatan yang lebih besar demi kepentingan Negara dan aktor - aktor keamanan yang lihai dan berpengalaman dalam memanfaatkan situasi chaos atau konflik untuk keuntungan pribadi dan kelompoknya.
Dari perspektif keamanan, situasi damai dan tentram adalah situasi yang tidak diharapkan terjadi karena kepentingan aktor keamanan akan terancam dan bisa mendatangkan kerugian.
Papua harus terus dikelola dalam keadaan konflik dan dasar membangun struktur konflik Papua adalah dengan menempatkan aktor - aktor konseptor dan eksekutor di lapangan. Aktor supportingnya tetap dari Jakarta.
Aktor Jaffar Umar Thalib dan santri binaannya adalah bagian dari aktor eksekutor lapangan. Selama JUT ada di kabupaten Keerom dan kota Jayapura, selama itu pula potensi ancaman terhadap kerukunan hidup umat beragama di Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura dalam ancaman serius.
Orang Papua tidak membenci umat muslim, tapi orang Papua sangat membenci paham - paham radikalis aliran wahabi yang disebarkan JUT dan kelompoknya.
Negara atau elit Jakarta tentunya lebih paham tentang paham islamiyah yang disiarkan JUT dan sudah tentu ada agenda terselubung elit Jakarta di balik dikirimnya JUT ke Papua, khususnya di Kabupaten Keerom. Negara punya kepentingan utama menjaga dan mengamankan kedaulatan Negara atas Papua.
Konstitusi memberikan kewenangan tugas mulia ini kepada TNI dan Polri. Namun institusi militer membutuhkan " tangan sipil " untuk untuk berhadapan dengan kelompok sipil di Papua yang dinilai aktivitas politiknya sangat mengancam kedaulatan Negara di bumi cenderawasih.
Jadi aksi kekerasaan yang dilakukan para pengikut JUT di Koya Barat Kota Jayapura hari ini, adalah bukan aksi kekerasan atau aksi kriminalitas umum yang lazim terjadi di sekitar kota Jayapura. Aksi ini akan dijadikan " test the water " untuk melihat reaksi publik.
Reaksi akan datang dari pertama, masyarakat Papua terhadap keberadaan JUT dan santri binaannya.
Kedua, reaksi pemerintah dan pihak keamanan terhadap tindakan premanisme para santri binaan JUT terhadap warga koya barat kota Jayapura Papua. Kalau reaksi tidak semakin besar dan memanas membakar emosional massa, maka JUT dan kelompoknya akan terus menancapkan kuku - kukunya di kabupaten Keerom dan Kota Jayapura.
Ketiga, reaksi dari kelompok supporting di Jakarta yang diduga melibatkan orang - orang kuat diseputar istana Jokowi saat ini. Aktor supporters ini adalah back bonenya JUT dan hanya perintah yang keluar dari mulut mereka yang dipatuhi oleh JUT.
Reaksi mereka seperti apa, itulah yang akan JUT lakukan. Kalau mereka bilang JUT tetap di Keerom Papua, maka JUT akan tetap di Keerom dan tidak ada satupun pejabat sipil atau militer di Papua yang bisa menolak atau melawan tindakan JUT dan kelompoknya.
Institusi TNI dan Polri di Papua tidak akan mengeksekusi JUT dengan tindakan penegakkan hukum tegas. Pihak keamanan di Negara ini sangat berutang budi dengan JUT dan memiliki hubungan simbiosis mutualisme dengan JUT dan pengikutnya.
Bahkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada era kepemimpinan Tito Karnavian, banyak menarik orang - orang JUT untuk duduk dalam jabatan struktural lembaga anti terorisme ini.
JUT dan kelompoknya telah dijadikan mata,telinga dan tangan dari BNPT dalam memburu kelompok - kelompok teroris di Indonesia selama ini. So, masyarakat Papua, tidak berlebihan kalau saya simpulkan bahwa melawan JUT dan kelompoknya itu tindakan melawan Negara.
Tindakan yang dikatagorikan separatis karena JUT adalah implementasi dari Negara berjubah sipil untuk mempertahankan merah putih di Tanah Papua, tanah orang Melanesia.
Semoga masyarakat Keerom, Jayapura dan Papua sedikit dicerahkan dari opini pribadi saya ini. Tetap waspada Papua !
Oleh : Marinus Yaung
Dosen Universitas Cenderawasih (Uncen) Papua