Michael Watimena Minta KLHK Tidak Korbankan Masyarakat Adat
pada tanggal
18 Februari 2019
SENTANI, LELEMUKU.COM - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Michael Watimena menegaskan, dalam hal pengelolaan hutan jangan sampai masyarakat adat dirugikan. Pasalnya belum lama ini Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengamankan 199 kontainer kayu di Pelabuhan Peti Kemas Teluk Lamong dan Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Perak dengan kisaran nilai sebesar Rp 104,63 miliar.
Kayu dari Papua itu dianggap ilegal, tapi masyarakat adat beranggapan berbeda. Kayu tersebut bisa keluar dari Papua dengan status legal, tapi ketika sampai di Teluk Lamong dan Tanjung Perak dianggap ilegal. Menurut Michael ini terjadi karena belum ada regulasi yang menjembatani antara masyarakat adat dengan Ditjen Gakkum KLHK.
“Ini harus ada jalan keluar yang win-win solution. Masyarakat adat jangan sampai dikorbankan dari kondisi yang seperti ini," tandas Michael usai memimpin Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi IV DPR RI menerima aspirasi dari masyarakat adat di PT. Mansinam Global Mandiri, di Sentani, Jayapura, Papua, Jumat (15/2).
Menurut legislator Partai Demokrat itu, masyarakat adat mengharapkan ada keadilan dalam pengelolaan hutan adat. KLHK diharap segera mengeluarkan norma dan standarisasi aturan supaya kayu-kayu yang keluar dari tanah Papua tidak dianggap sebagai kayu ilegal.
Michael juga berharap kayu yang dijual oleh masyarakat yang saat ini masih disita hendaknya segera diberikan kepastian status, karena pendapatan masyarakat bergantung dari kayu-kayu tersebut. "Jika kayu yang dikelola oleh masyarakat adat dikatakan ilegal maka ini harus ditinjau kembali," ujar legislator dapil Papua Barat itu.
Di sisi lain, perwakilan masyarakat adat memohon kepada Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR RI berkenan mendesak KLHK untuk segera memberikan akses legal bagi masyarakat adat dalam mengelola hutan. Selain itu meraka meminta agar pemerintah segera memberikan regulasi kepada mitra usaha masyarakat dan pelaku usaha lokal di bidang kayu.
Ditjen Gakkum KLHK dalam waktu sebulan telah mengamankan sebanyak 384 kontainer kayu ilegal yang berasal dari Papua melalui empat kali operasi pengamanan di Surabaya dan Makassar. Untuk itu, hingga saat ini penyidik KLHK masih memeriksa dokumen dan mengamankan fisik kayunya sebagai barang bukti guna untuk proses lebih lanjut menemukan tersangka. (DPRRI)
Kayu dari Papua itu dianggap ilegal, tapi masyarakat adat beranggapan berbeda. Kayu tersebut bisa keluar dari Papua dengan status legal, tapi ketika sampai di Teluk Lamong dan Tanjung Perak dianggap ilegal. Menurut Michael ini terjadi karena belum ada regulasi yang menjembatani antara masyarakat adat dengan Ditjen Gakkum KLHK.
“Ini harus ada jalan keluar yang win-win solution. Masyarakat adat jangan sampai dikorbankan dari kondisi yang seperti ini," tandas Michael usai memimpin Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi IV DPR RI menerima aspirasi dari masyarakat adat di PT. Mansinam Global Mandiri, di Sentani, Jayapura, Papua, Jumat (15/2).
Menurut legislator Partai Demokrat itu, masyarakat adat mengharapkan ada keadilan dalam pengelolaan hutan adat. KLHK diharap segera mengeluarkan norma dan standarisasi aturan supaya kayu-kayu yang keluar dari tanah Papua tidak dianggap sebagai kayu ilegal.
Michael juga berharap kayu yang dijual oleh masyarakat yang saat ini masih disita hendaknya segera diberikan kepastian status, karena pendapatan masyarakat bergantung dari kayu-kayu tersebut. "Jika kayu yang dikelola oleh masyarakat adat dikatakan ilegal maka ini harus ditinjau kembali," ujar legislator dapil Papua Barat itu.
Di sisi lain, perwakilan masyarakat adat memohon kepada Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR RI berkenan mendesak KLHK untuk segera memberikan akses legal bagi masyarakat adat dalam mengelola hutan. Selain itu meraka meminta agar pemerintah segera memberikan regulasi kepada mitra usaha masyarakat dan pelaku usaha lokal di bidang kayu.
Ditjen Gakkum KLHK dalam waktu sebulan telah mengamankan sebanyak 384 kontainer kayu ilegal yang berasal dari Papua melalui empat kali operasi pengamanan di Surabaya dan Makassar. Untuk itu, hingga saat ini penyidik KLHK masih memeriksa dokumen dan mengamankan fisik kayunya sebagai barang bukti guna untuk proses lebih lanjut menemukan tersangka. (DPRRI)