Sandiaga Uno Sarapan Nasi Gurih di Pendopo Walikota Lhokseumawe
pada tanggal
05 Februari 2019
LHOKSEUMAWE, LELEMUKU.COM - Usai berlari di Waduk Pusong, Sandiaga Salahuddin Uno sarapan pagi nasi gurih di depan Meuligoe atau Pendopo Walikota Lhokseumawe, Provinsi Aceh pada Minggu (3/2).
Sandi menjajal nasi yang dibungkus daun pisang dan berbagai macam lauk yang dihidang di atas meja. Diantaranya ayam kare, tauco udang, telur asin dan berbagi macam kue dan tentu kopi pancung.
Menurut Sandi, Aceh punya kekayaan luar biasa. Dari sumber daya alam hingga kuliner-nya yang beraneka rasa. Mie dan kopi aceh serta penganan khas seperti timpan, banyak di Jakarta dan berbagai daerah lainnya di Indonesia.
“Pusat kuliner seperti ini , lebih dari sekadar tempat makan. Tapi juga sosialisasi anak muda dan masyarakat menengah perkotaan lainnya. Tempat bersilaturahmi yang merupakan salah satu pintu rejeki Tempat makan khas seperti ini harusnya ada di setiap kota. Agar kelestarian masakan daerah Indonesia yang kaya, tetap terjaga,” ucap Sandi.
Menurut Sandi, jika budaya masyarakat aceh untuk mengonsumsi kopi lokal ada di setiap wilayah Indonesia, tentu serbuan jejaring kopi internasional bisa di redam. Ini bisa meningkatkan kesejahteraan petani kopi dan turunannya, sekaligus bisa membuat komoditas kopi Indonesia kembali jaya di dunia internasional.
“Budaya masyarakat Aceh untuk meyeruput kopi lokal harusnya menular ke wilayah lain di Indonesia. Ini bukan saja menggerakan ekonomi dan menyerap lapangan kerja, tapi juga meredam gempuran kopi jaringan internasional,” terang Sandi. (BPN)
Sandi menjajal nasi yang dibungkus daun pisang dan berbagai macam lauk yang dihidang di atas meja. Diantaranya ayam kare, tauco udang, telur asin dan berbagi macam kue dan tentu kopi pancung.
Menurut Sandi, Aceh punya kekayaan luar biasa. Dari sumber daya alam hingga kuliner-nya yang beraneka rasa. Mie dan kopi aceh serta penganan khas seperti timpan, banyak di Jakarta dan berbagai daerah lainnya di Indonesia.
“Pusat kuliner seperti ini , lebih dari sekadar tempat makan. Tapi juga sosialisasi anak muda dan masyarakat menengah perkotaan lainnya. Tempat bersilaturahmi yang merupakan salah satu pintu rejeki Tempat makan khas seperti ini harusnya ada di setiap kota. Agar kelestarian masakan daerah Indonesia yang kaya, tetap terjaga,” ucap Sandi.
Menurut Sandi, jika budaya masyarakat aceh untuk mengonsumsi kopi lokal ada di setiap wilayah Indonesia, tentu serbuan jejaring kopi internasional bisa di redam. Ini bisa meningkatkan kesejahteraan petani kopi dan turunannya, sekaligus bisa membuat komoditas kopi Indonesia kembali jaya di dunia internasional.
“Budaya masyarakat Aceh untuk meyeruput kopi lokal harusnya menular ke wilayah lain di Indonesia. Ini bukan saja menggerakan ekonomi dan menyerap lapangan kerja, tapi juga meredam gempuran kopi jaringan internasional,” terang Sandi. (BPN)