Sofyan Djalil Atasi Ketimpangan Pemilikan Tanah Melalui Reforma Agraria
pada tanggal
20 Februari 2019
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Dalam upaya mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah agar terwujudnya keadilan serta menangani sengketa dan konflik Agraria, Kementerian ATR/BPN terus giat melakukan kegiatan Reforma Agraria.
Seperti yang diketahui Reforma Agraria adalah penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui Penataan Aset dan disertai dengan Penataan Akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
“Jadi ada dua program dalam Penataan Aset, yang pertama Legalisasi Aset dan yang kedua Redistribusi Tanah”, ujar Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil pada saat wawancara dengan Metro TV, Senin (18/2).
Objek dari Redistribusi Tanah yang dimaksud adalah tanah negara bekas tanah terlantar yang didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara melalui Reforma Agraria.
Kemudian Pemerintah melakukan penyelesaian penguasaan tanah negara dalam kawasan hutan yang dikuasai dan dimanfaatkan dengan menetapkan Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan (PPTKH).
Menteri ATR/Kepala BPN menjelaskan bahwa jika ada pelepasan kawasan hutan menjadi area non-hutan atau istilah teknisnya disebut area penggunaan lain (APL) dapat diberikan HGU untuk menanam berbagai macam tanaman produktif, diberikan masa berlaku 35 tahun untuk dapat diperpanjang atau diperbaharui.
Diketahui, penguasaan tanah HGU untuk perorangan biasanya ada batasnya karena dikhawatirkan tidak mampu dikelola dengan baik. Perusahaan yang boleh menguasai juga ada segmentasi tersendiri. Perusahaan publik tidak ada batas penguasaannya, sedangkan perusahaan tertutup ada batasnya dilihat berdasarkan daerah jadi di satu Provinsi.
“HGU secara teknik ekonomis memang lebih besar lebih efisien, tetapi sekarang pendekatannya kita lakukan dengan kluster, jadi masyarakat yang diberikan HGU mungkin kecil-kecil tapi mereka kelola secara kluster, oleh unit koperasi misalnya,” jelas Menteri ATR/Kepala BPN. (Setkab)
Seperti yang diketahui Reforma Agraria adalah penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui Penataan Aset dan disertai dengan Penataan Akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
“Jadi ada dua program dalam Penataan Aset, yang pertama Legalisasi Aset dan yang kedua Redistribusi Tanah”, ujar Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil pada saat wawancara dengan Metro TV, Senin (18/2).
Objek dari Redistribusi Tanah yang dimaksud adalah tanah negara bekas tanah terlantar yang didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara melalui Reforma Agraria.
Kemudian Pemerintah melakukan penyelesaian penguasaan tanah negara dalam kawasan hutan yang dikuasai dan dimanfaatkan dengan menetapkan Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan (PPTKH).
Menteri ATR/Kepala BPN menjelaskan bahwa jika ada pelepasan kawasan hutan menjadi area non-hutan atau istilah teknisnya disebut area penggunaan lain (APL) dapat diberikan HGU untuk menanam berbagai macam tanaman produktif, diberikan masa berlaku 35 tahun untuk dapat diperpanjang atau diperbaharui.
Diketahui, penguasaan tanah HGU untuk perorangan biasanya ada batasnya karena dikhawatirkan tidak mampu dikelola dengan baik. Perusahaan yang boleh menguasai juga ada segmentasi tersendiri. Perusahaan publik tidak ada batas penguasaannya, sedangkan perusahaan tertutup ada batasnya dilihat berdasarkan daerah jadi di satu Provinsi.
“HGU secara teknik ekonomis memang lebih besar lebih efisien, tetapi sekarang pendekatannya kita lakukan dengan kluster, jadi masyarakat yang diberikan HGU mungkin kecil-kecil tapi mereka kelola secara kluster, oleh unit koperasi misalnya,” jelas Menteri ATR/Kepala BPN. (Setkab)