Unjuk Rasa ke Rano Fatlolon Tidak Terkait Jabatan Bupati Kepulauan Tanimbar
pada tanggal
26 Maret 2019
SAUMLAKI, LELEMUKU.COM - Unjuk rasa yang dilakukan Forum Peduli Demokrasi di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) pada Senin (25/03/2019) lalu yang mendesak aparat hukum dapat menindak tegas penyelesaian kasus pelanggaran Undang-undang (UU) Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017 di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku yang dilakukan oknum calon legislatif (caleg) DPRD MTB nomor urut 10 pada daerah pemilihan III dari Partai Nasdem, berinisial YRF tidak terkait dengan jabatan orang tuanya.
"Demo kami pada prinsipnya tidak mempersoalkan jabatan orang tuanya. Tidak ada utikad buruk ke Bupati, dan kami fokus kepada Rano saja agar keadilan di Tanimbar ini dapat ditegakkan dengan sebagaimana mestinya," ujar Nick Besitimur salah satu aktivis yang menjadi orator pada unjuk rasa damai tersebut dalam konferensi pers di bilangan Urayana, Saumlaki.
Ditegaskan sikap protes ini akan mereka laksanakan, meski pelaku tersebut bukanlah seorang anak pejabat di kabupaten tersebut.
"Tidak ada keterkaitan dengan bupati. Namun secara kebetulan kasus ini terkena ke Rano yang merupakan anak bupati. Kalaupun bukan dia yang kena, kami tetap akan bergerak menuntut aparat agar dapat terapkan hukum ke semua orang. Jadi tidak ada tendensi untuk serang pribadi atau orang tertentu saja," papar Nick.
Ditegaskan bersama organisasi kepemudaan di kabupaten itu, pihaknya akan terus mengawal jalannya proses penegakkan keadilan yang dinilai masih berat sebelah itu.
Sebelumnya forum yang terdiri dari belasan perwakilan aktivis dan organisasi pemuda di Tanimbar yang dikoordinasi oleha Alex Belay, Nicholas Besitimur, Ongen Teftutul dan Yoel Azer Wloinlina ini menuntut aparat yang tergabung dalam Tim Sentra Penegak Hukum Terpadu (Gakumdu) Pemilu 2019 agar terus memproses pelanggaran yang dilakukan Rano.
Mereka mendatangi 3 instansi diantaranya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) MTB, Kejaksaan Negeri (Kejari) Saumlaki dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tanimbar guna menuntut Kejaksaan Negeri (Kejari) agar melanjutkan proses hukum yang diduga terhenti.
"Kami meminta Kejaksaan Negeri Saumlaki segera memproses lebih lanjut persoalan hukum atas nama tersangka , Saudara Yohanis Rano Fatlolon calon anggota DPRD MTB nomor urut 10 dapil III dari Partai Nasdem," ungkap mereka menyebut poin pertama dari 5 poin tuntutan yang disampaikan dalam unjuk rasa damai tersebut.
Mereka juga meminta kepolisian dan kejaksaan negeri agar dapat melaksanakan tugas mereka tanpa memandang status sosial atau latar belakang para tersangka yang melakukan pelanggaran Pemilu.
"Kami mendorong aparat penegak hukum untuk bertindak secara tegas dalam menyikapi semua bentuk pelanggaran UU. Pemilu yang terjadi di wilayah Kabupaten Kepulauan Tanimbar tanpa terkecuali," ujar mereka.
Pada poin ketiga, mereka meminta Bawaslu dan sentra Gakkumdu MTB untuk segera melakukan upaya hukum lanjutan dalam hal ini pengajuan pra-Peradilan guna menemukan kejelasan terkait pelanggaran UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 521 dan atau Pasal 523 ayat 1 atas nama tersangka YRF yang berkas perkara telah lengkap namun tidak ditindaklanjuti oleh Kejari Saumlaki.
Selanjutnya mereka mempertanyakan sikap Kepala Kejari Saumlaki, Frenkie Son Latu, SH.MM.MH, yang menyatakan berkas YRF tidak dapat dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Saumlaki karena dinilai terdapat kekurangan alat bukti.
"Kami sangat meragukan, alias tidak percaya terhadap kinerja Kejaksaan Negeri Saumlaki, untuk itu kami meminta agar Kejaksaan Tinggi Maluku dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia segera mencopot Kepala Kejaksaan Negeri Saumlaki dari jabatanya," ujar mereka.
Para pendemo yang terdiri dari perwakilan pemuda ini menyatakan tuntutan ini murni berdasarkan keprihatinan mereka terhadap suasana politik di Kepulauan Tanimbar yang terkesan mengabaikan keadilan.
"Sangat disayangkan bahwa amanat konstitusi untuk menciptakan sistem pemilihan umum yang bersih, jujur dan adil itu hanya sebatas isapan jempol belaka. Bagaimana tidak jika nilai-nilai demokrasi itu harus dirusakkan oleh sanak saudara dan family dari para pejabat publik itu sendiri," ungkap mereka.
Ditegaskan tujuan utama mereka berunjuk rasa dengan membawa peti mayat hitam menyimbolkan matinya kehidupan berdemokrasi yang bebas dan tertib di Tanimbar dan matinya keadilan kepada semua pihak. Sebab demokrasi dan keadilan telah dibunuh dengan cara-cara buruk oleh pihak-pihak yang seharusnya menjaga kedua hal tersebut.
"Pada dasarnya didalam sistem demokrasi terdapat nilai-nilai yang luhur, mulia dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dalam arti luas lahirnya demokrasi semestinya menjadi kekuatan untuk menciptakan sistem pemilihan umum yang bebas dari praktek-praktek kecurangan, sehingga melahirkan pemimpin bangsa yang benar-benar memiliki integritas yang tinggi, tapi hal ini malah mati di Tanimbar," ujar mereka.
Forum Peduli Demokrasi di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) ini menegaskan akan melakukan aksi lanjutan pada tanggal 29 Maret nanti, jika aksi mereka saat ini diabaikan dan tidak disikapi oleh para pemangku kebijakan dan aparat terkait yang selama ini telah menyatakan komitmen mereka menerapkan keadilan untuk semua pihak tanpa terkecuali.
"Apabila pernyataan sikap kami ini tidak terpenuhi maka kami akan melakukan aksi demonstrasi dengan melibatkan masa yang lebih besar," ancam mereka. (Albert Batlayeri)
"Demo kami pada prinsipnya tidak mempersoalkan jabatan orang tuanya. Tidak ada utikad buruk ke Bupati, dan kami fokus kepada Rano saja agar keadilan di Tanimbar ini dapat ditegakkan dengan sebagaimana mestinya," ujar Nick Besitimur salah satu aktivis yang menjadi orator pada unjuk rasa damai tersebut dalam konferensi pers di bilangan Urayana, Saumlaki.
Ditegaskan sikap protes ini akan mereka laksanakan, meski pelaku tersebut bukanlah seorang anak pejabat di kabupaten tersebut.
"Tidak ada keterkaitan dengan bupati. Namun secara kebetulan kasus ini terkena ke Rano yang merupakan anak bupati. Kalaupun bukan dia yang kena, kami tetap akan bergerak menuntut aparat agar dapat terapkan hukum ke semua orang. Jadi tidak ada tendensi untuk serang pribadi atau orang tertentu saja," papar Nick.
Ditegaskan bersama organisasi kepemudaan di kabupaten itu, pihaknya akan terus mengawal jalannya proses penegakkan keadilan yang dinilai masih berat sebelah itu.
Sebelumnya forum yang terdiri dari belasan perwakilan aktivis dan organisasi pemuda di Tanimbar yang dikoordinasi oleha Alex Belay, Nicholas Besitimur, Ongen Teftutul dan Yoel Azer Wloinlina ini menuntut aparat yang tergabung dalam Tim Sentra Penegak Hukum Terpadu (Gakumdu) Pemilu 2019 agar terus memproses pelanggaran yang dilakukan Rano.
Mereka mendatangi 3 instansi diantaranya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) MTB, Kejaksaan Negeri (Kejari) Saumlaki dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tanimbar guna menuntut Kejaksaan Negeri (Kejari) agar melanjutkan proses hukum yang diduga terhenti.
"Kami meminta Kejaksaan Negeri Saumlaki segera memproses lebih lanjut persoalan hukum atas nama tersangka , Saudara Yohanis Rano Fatlolon calon anggota DPRD MTB nomor urut 10 dapil III dari Partai Nasdem," ungkap mereka menyebut poin pertama dari 5 poin tuntutan yang disampaikan dalam unjuk rasa damai tersebut.
Mereka juga meminta kepolisian dan kejaksaan negeri agar dapat melaksanakan tugas mereka tanpa memandang status sosial atau latar belakang para tersangka yang melakukan pelanggaran Pemilu.
"Kami mendorong aparat penegak hukum untuk bertindak secara tegas dalam menyikapi semua bentuk pelanggaran UU. Pemilu yang terjadi di wilayah Kabupaten Kepulauan Tanimbar tanpa terkecuali," ujar mereka.
Pada poin ketiga, mereka meminta Bawaslu dan sentra Gakkumdu MTB untuk segera melakukan upaya hukum lanjutan dalam hal ini pengajuan pra-Peradilan guna menemukan kejelasan terkait pelanggaran UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 521 dan atau Pasal 523 ayat 1 atas nama tersangka YRF yang berkas perkara telah lengkap namun tidak ditindaklanjuti oleh Kejari Saumlaki.
Selanjutnya mereka mempertanyakan sikap Kepala Kejari Saumlaki, Frenkie Son Latu, SH.MM.MH, yang menyatakan berkas YRF tidak dapat dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Saumlaki karena dinilai terdapat kekurangan alat bukti.
"Kami sangat meragukan, alias tidak percaya terhadap kinerja Kejaksaan Negeri Saumlaki, untuk itu kami meminta agar Kejaksaan Tinggi Maluku dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia segera mencopot Kepala Kejaksaan Negeri Saumlaki dari jabatanya," ujar mereka.
Para pendemo yang terdiri dari perwakilan pemuda ini menyatakan tuntutan ini murni berdasarkan keprihatinan mereka terhadap suasana politik di Kepulauan Tanimbar yang terkesan mengabaikan keadilan.
"Sangat disayangkan bahwa amanat konstitusi untuk menciptakan sistem pemilihan umum yang bersih, jujur dan adil itu hanya sebatas isapan jempol belaka. Bagaimana tidak jika nilai-nilai demokrasi itu harus dirusakkan oleh sanak saudara dan family dari para pejabat publik itu sendiri," ungkap mereka.
Ditegaskan tujuan utama mereka berunjuk rasa dengan membawa peti mayat hitam menyimbolkan matinya kehidupan berdemokrasi yang bebas dan tertib di Tanimbar dan matinya keadilan kepada semua pihak. Sebab demokrasi dan keadilan telah dibunuh dengan cara-cara buruk oleh pihak-pihak yang seharusnya menjaga kedua hal tersebut.
"Pada dasarnya didalam sistem demokrasi terdapat nilai-nilai yang luhur, mulia dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dalam arti luas lahirnya demokrasi semestinya menjadi kekuatan untuk menciptakan sistem pemilihan umum yang bebas dari praktek-praktek kecurangan, sehingga melahirkan pemimpin bangsa yang benar-benar memiliki integritas yang tinggi, tapi hal ini malah mati di Tanimbar," ujar mereka.
Forum Peduli Demokrasi di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) ini menegaskan akan melakukan aksi lanjutan pada tanggal 29 Maret nanti, jika aksi mereka saat ini diabaikan dan tidak disikapi oleh para pemangku kebijakan dan aparat terkait yang selama ini telah menyatakan komitmen mereka menerapkan keadilan untuk semua pihak tanpa terkecuali.
"Apabila pernyataan sikap kami ini tidak terpenuhi maka kami akan melakukan aksi demonstrasi dengan melibatkan masa yang lebih besar," ancam mereka. (Albert Batlayeri)