Bambang Brodjonegoro Nilai Maluku Miliki Prinsip Pembangunan Ramah Investasi
pada tanggal
10 April 2019
AMBON, LELEMUKU.COM – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbangprov) Provinsi Maluku yang digelar di Islamic Center, Kota Ambon, Selasa (9/4), mengungkapkan urgensi Provinsi Maluku untuk memiliki prinsip pembangunan yang investment-friendly atau ramah investasi. Prinsip tersebut sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan.
“Janji utama yang ditunggu masyarakat adalah janji untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran. Pemerintah Provinsi Maluku harus mengurangi pengangguran dengan cara menciptakan lapangan kerja, yang hanya bisa tercipta jika ada investasi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dengan adanya lapangan pekerjaan, akan ada banyak orang yang tadinya tidak memiliki pendapatan, kemudian mendapat upah sehingga masyarakat tersebut, yang tadinya berada tergolong miskin, menjadi tidak lagi berada dalam golongan tersebut,” ujar Menteri Bambang dalam sambutannya.
Selain menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan investasi, Maluku juga harus fokus untuk merevitalisasi pertanian agar bangkit kembali sebagai produsen rempah-rempah yang melegenda. Selain itu, hilirisasi pertambangan juga dinilai sangat penting sehingga nilai tambah komoditas pertambangan tetap bisa dinikmati di dalam negeri. Terkait transformasi sektor jasa, terutama di pariwisata, Maluku juga berpotensi besar untuk mendorong perekonomian dengan perencanaan Masterplan Kawasan Wisata Maluku yang mencakup seluruh Maluku sebagai satu kesatuan. Langkah strategis tersebut, jika dilaksanakan dengan cermat, tepat, dan akurat, mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Maluku menuju level lebih tinggi.
“Pertumbuhan ekonomi Maluku di periode 2014-2018 selalu lebih tinggi dibandingkan nasional dan meningkat dalam dua tahun terakhir. Sumber pertumbuhan utamanya berasal dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor perdagangan besar dan eceran, sektor administrasi pemerintahan, pertanahan dan jaminan sosial wajib, dan sektor jasa pendidikan. Sebagai kontributor terbesar perekonomian Maluku, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menurun dengan tingkat pertumbuhan fluktuatif. Sebaliknya, sektor perdagangan besar dan eceran serta administrasi pemerintah cenderung meningkat. Dari 2010-2016, nilai ekspor Maluku menurun. Sebelum 2016, minyak bumi dan ikan mendominasi produk ekspor Maluku, namun menurun sejak 2014. Sebaliknya perkapalan menjadi produk utama ekspor Maluku sejak 2015,” jelas dia.
Target Pembangunan
Dalam mendukung capaian target nasional pada 2020, target pembangunan Maluku meliputi pertumbuhan ekonomi minimal 5,96 persen, tingkat kemiskinan provinsi maksimal 17,02 persen, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) provinsi maksimal 6,84 persen, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) provinsi minimal 70,14. Angka kemiskinan Maluku masih lebih tinggi dari rata-rata nasional.
Rata-rata pengurangan kemiskinan Maluku dalam lima tahun terakhir sebesar 0,28 persen, lebih rendah dari nasional 0,36 persen. Hampir seluruh kabupaten/kota di Maluku berada di atas nasional, kecuali Kota Ambon yang memiliki angka kemiskinan paling rendah di Maluku. Angka kemiskinan tertinggi berada di Kabupaten Maluku Barat Daya, disusul Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Kabupaten Kepulauan Aru.
Tingkat pengangguran Maluku juga masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional. Tingkat pengangguran tertinggi berada di Kota Ambon, sedangkan tingkat pengangguran terendah berada di Kabupaten Buru. Dari sisi sumber daya manusia, IPM di Maluku pada periode 2014-2017 lebih rendah dibandingkan IPM nasional. Rasio gini di Maluku lebih baik dibandingkan dengan angka nasional. Namun berdasarkan PDRB per kapita, masih terdapat kesenjangan wilayah antara Kabupaten Kepulauan Aru dengan Kabupaten Buru.
Begitupula dengan laju pertumbuhan IPM Maluku masih lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan IPM nasional. Secara spasial, masih terdapat kesenjangan sumber daya manusia antara Kota Ambon dengan kabupaten/kota lainnya.
Permasalahan di Maluku adalah sektor perekonomian masih memiliki ketergantungan pada sektor primer dan sektor administrasi pemerintah, kontribusi pemerintah yang cukup besar menandakan belum mandirinya perekonomian di Maluku, masih minimnya peran swasta dalam pembangunan daerah, infrastruktur dasar dan konektivitas masih terbatas, angka kemiskinan masih dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan nasional. Menteri Bambang memberikan tiga rekomendasi untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan di Maluku.
“Maluku perlu membangun infrastruktur konektivitas antarwilayah. Untuk itu, Maluku juga perlu menyediakan kemudahan insentif bagi para investor swasta yang ingin menanamkan modalnya di Maluku. Untuk mengatasi kemiskinan dan kesenjangan, Maluku juga harus fokus untuk menentukan program yang berdampak langsung pada penurunan angka kemiskinan, mengembangkan daya saing lokal, serta meningkatkan mutu sumber daya manusianya,” jelas Menteri Bambang.
Menteri Bambang menjelaskan hasil Rapat Koordinasi Teknis Perencanaan Pembangunan (Rakortekrenbang) Regional 2019 di Balikpapan.
“OPD Provinsi Maluku mengajukan 1.926 usulan, dengan 144 usulan diantaranya telah diverifikasi dan dibahas di Rakortekrenbang, serta 20,4 persen diantaranya disetujui K/L. Sementara OPD Kabupaten/Kota di Maluku mengajukan 1.972 usulan, dengan 109 diantaranya telah diverifikasi dan dibahas di Rakortekrenbang, dan 10,1 persen diantaranya disetujui K/L. Proyek usulan daerah yang disetujui antara lain: traktor Roda Dua 314 unit, Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) 500 ha, revitalisasi pasar rakyat yang dikelola koperasi di daerah tertinggal, perbatasan dan pasca bencana, wirausaha baru yang didukung start up capital, pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) KSW Pulau Terluar Nura Kecamatan Pulau Masela Kabupaten Maluku Barat Daya, Sistem Pengolahan Air Limbah kawasan Kota Namlea, dan 3.889 KPM keluarga miskin yang mendapatkan bantuan tunai bersyarat,” jelas dia. (PPN/Bappenas)
“Janji utama yang ditunggu masyarakat adalah janji untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran. Pemerintah Provinsi Maluku harus mengurangi pengangguran dengan cara menciptakan lapangan kerja, yang hanya bisa tercipta jika ada investasi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dengan adanya lapangan pekerjaan, akan ada banyak orang yang tadinya tidak memiliki pendapatan, kemudian mendapat upah sehingga masyarakat tersebut, yang tadinya berada tergolong miskin, menjadi tidak lagi berada dalam golongan tersebut,” ujar Menteri Bambang dalam sambutannya.
Selain menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan investasi, Maluku juga harus fokus untuk merevitalisasi pertanian agar bangkit kembali sebagai produsen rempah-rempah yang melegenda. Selain itu, hilirisasi pertambangan juga dinilai sangat penting sehingga nilai tambah komoditas pertambangan tetap bisa dinikmati di dalam negeri. Terkait transformasi sektor jasa, terutama di pariwisata, Maluku juga berpotensi besar untuk mendorong perekonomian dengan perencanaan Masterplan Kawasan Wisata Maluku yang mencakup seluruh Maluku sebagai satu kesatuan. Langkah strategis tersebut, jika dilaksanakan dengan cermat, tepat, dan akurat, mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Maluku menuju level lebih tinggi.
“Pertumbuhan ekonomi Maluku di periode 2014-2018 selalu lebih tinggi dibandingkan nasional dan meningkat dalam dua tahun terakhir. Sumber pertumbuhan utamanya berasal dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor perdagangan besar dan eceran, sektor administrasi pemerintahan, pertanahan dan jaminan sosial wajib, dan sektor jasa pendidikan. Sebagai kontributor terbesar perekonomian Maluku, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menurun dengan tingkat pertumbuhan fluktuatif. Sebaliknya, sektor perdagangan besar dan eceran serta administrasi pemerintah cenderung meningkat. Dari 2010-2016, nilai ekspor Maluku menurun. Sebelum 2016, minyak bumi dan ikan mendominasi produk ekspor Maluku, namun menurun sejak 2014. Sebaliknya perkapalan menjadi produk utama ekspor Maluku sejak 2015,” jelas dia.
Target Pembangunan
Dalam mendukung capaian target nasional pada 2020, target pembangunan Maluku meliputi pertumbuhan ekonomi minimal 5,96 persen, tingkat kemiskinan provinsi maksimal 17,02 persen, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) provinsi maksimal 6,84 persen, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) provinsi minimal 70,14. Angka kemiskinan Maluku masih lebih tinggi dari rata-rata nasional.
Rata-rata pengurangan kemiskinan Maluku dalam lima tahun terakhir sebesar 0,28 persen, lebih rendah dari nasional 0,36 persen. Hampir seluruh kabupaten/kota di Maluku berada di atas nasional, kecuali Kota Ambon yang memiliki angka kemiskinan paling rendah di Maluku. Angka kemiskinan tertinggi berada di Kabupaten Maluku Barat Daya, disusul Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Kabupaten Kepulauan Aru.
Tingkat pengangguran Maluku juga masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional. Tingkat pengangguran tertinggi berada di Kota Ambon, sedangkan tingkat pengangguran terendah berada di Kabupaten Buru. Dari sisi sumber daya manusia, IPM di Maluku pada periode 2014-2017 lebih rendah dibandingkan IPM nasional. Rasio gini di Maluku lebih baik dibandingkan dengan angka nasional. Namun berdasarkan PDRB per kapita, masih terdapat kesenjangan wilayah antara Kabupaten Kepulauan Aru dengan Kabupaten Buru.
Begitupula dengan laju pertumbuhan IPM Maluku masih lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan IPM nasional. Secara spasial, masih terdapat kesenjangan sumber daya manusia antara Kota Ambon dengan kabupaten/kota lainnya.
Permasalahan di Maluku adalah sektor perekonomian masih memiliki ketergantungan pada sektor primer dan sektor administrasi pemerintah, kontribusi pemerintah yang cukup besar menandakan belum mandirinya perekonomian di Maluku, masih minimnya peran swasta dalam pembangunan daerah, infrastruktur dasar dan konektivitas masih terbatas, angka kemiskinan masih dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan nasional. Menteri Bambang memberikan tiga rekomendasi untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan di Maluku.
“Maluku perlu membangun infrastruktur konektivitas antarwilayah. Untuk itu, Maluku juga perlu menyediakan kemudahan insentif bagi para investor swasta yang ingin menanamkan modalnya di Maluku. Untuk mengatasi kemiskinan dan kesenjangan, Maluku juga harus fokus untuk menentukan program yang berdampak langsung pada penurunan angka kemiskinan, mengembangkan daya saing lokal, serta meningkatkan mutu sumber daya manusianya,” jelas Menteri Bambang.
Menteri Bambang menjelaskan hasil Rapat Koordinasi Teknis Perencanaan Pembangunan (Rakortekrenbang) Regional 2019 di Balikpapan.
“OPD Provinsi Maluku mengajukan 1.926 usulan, dengan 144 usulan diantaranya telah diverifikasi dan dibahas di Rakortekrenbang, serta 20,4 persen diantaranya disetujui K/L. Sementara OPD Kabupaten/Kota di Maluku mengajukan 1.972 usulan, dengan 109 diantaranya telah diverifikasi dan dibahas di Rakortekrenbang, dan 10,1 persen diantaranya disetujui K/L. Proyek usulan daerah yang disetujui antara lain: traktor Roda Dua 314 unit, Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) 500 ha, revitalisasi pasar rakyat yang dikelola koperasi di daerah tertinggal, perbatasan dan pasca bencana, wirausaha baru yang didukung start up capital, pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) KSW Pulau Terluar Nura Kecamatan Pulau Masela Kabupaten Maluku Barat Daya, Sistem Pengolahan Air Limbah kawasan Kota Namlea, dan 3.889 KPM keluarga miskin yang mendapatkan bantuan tunai bersyarat,” jelas dia. (PPN/Bappenas)