Lawan Politik Identitas dengan Dialog, Sekolah Katolik Hendrikus Kunjungi 3 Tempat Ibadah
pada tanggal
17 April 2019
SURABAYA, LELEMUKU.COM - Sekitar 60 siswa-siswi SMA Katolik St. Hendrikus, mengunjungi tiga tempat ibadah yang ada di Surabaya. Belajar di luar kelas ini dilakukan di Pondok Pesantren Darus Sa’adah Nginden, Klenteng Boen Bio Kapasan, dan Pura Segara Kenjeran. Para siswa-siswi ini dapat langsung berdialog mengenai berbagai hal berkaitan dengan isu keberagaman dan toleransi antar umat beragama.
Caroline, siswi kelas XI SMA Katolik St. Hendrikus mengaku mendapat banyak pengetahuan baru setelah mendengarkan penjelasan dan berdialog dengan para pemuka agama. Caroline mengatakan bahwa dia yang awalnya menaruh curiga terhadap pemeluk agama lain, saat ini menjadi lebih terbuka dan memahami perbedaan yang ada.
“Setelah saya mendapatkan ilmu dari Pak Kiai, padangan saya lebih terbuka terhadap agama Islam, dan dari situ saya ingin menerapkan juga pada teman-teman saya yang masih berpikiran skeptis terhadap permasalahan-permasalahan khususnya di Indonesia ini, termasuk dari politik yang memasukkan agama, dan juga kasus radikalime lainnya,” kata Caroline.
Hal senada juga diungkapkan Valen, yang melihat keberagaman di Indonesia sebagai sebuah kekuatan dan modal besar dalam membangun bangsa menjadi lebih baik.
“Keberagaman di Indonesia ini pasti beragam banget ya, jadi yang saya maknai dari keberagaman itu, kita itu berusaha supaya terjalin persatuan antara semua yang beragama ini, jadi kita bisa menciptakan suatu negara yang baik dan bisa maju bersama-sama dalam perbedaan tersebut,” ujar Valen
Kunjungan para pelajar sekolah Katolik ini ditanggapi positif oleh pembina Pondok Pesantren Darus Sa'adah, KH Abdut Tawwab Hadori. Kiai Tawwab menilai dialog ini sebagai bentuk mencari informasi yang benar pada sumber yang tepat, terkait simpang siur isu keberagaman yang ada di Indonesia.
“Awal yang baik ini dimulai daripada siswa SMA Katolik St. Hendrikus, sudah mau ada satu pendekatan terhadap narasumber yang bisa dipertanggungjawabkan seperti ke kiai. Ini pun, saya mohon kepada teman-teman semua, sebelum terjadi sesuatu lebih baik kita klarifikasi, jangan menggunakan kecerdasan emosional, justru kita pakai kecerdasan intelektualnya,” ungkap KH Abd. Tawwab Hadori kepada VOA.
Guru Sosiologi SMA Katolik St. Hendrikus, Michael Andrew mengatakan, kunjungan dan dialog ini merupakan upaya membangun kerukunan antar umat beragama di tengah keberagaman yang ada di Indonesia. Program yang didukung Romo FX. Satrijo Widyatmoko selaku kepala sekolah ini, menurut Michael Andrew, ingin membangun paradigma positif dan membuang prasangka dari para pelajar, sehingga mampu berdialog dan bertoleransi dengan pemeluk agama lain.
“Dalam membangun keberagaman itu, salah satunya adalah bertujuan dengan dialog. Oleh karenanya tidak mungkin untuk melihat sesuatu tanpa salah paham itu tanpa dialog. Maka kami berharap dengan pertemuan lintas agama ini, anak-anak bisa merasakan, bisa menyibak atau membuang sekat-sekat, paradigma-paradigma, stigma-stigma yang selama ini masuk di pikiran mereka dengan bekajar pada sumber primer,” terang Michael Andrew.
Kiai Tawwab yang merupakan Ketua Umum Pengurus Pusar Forum Kiai Kampung Nusantara, berharap perjumpaan lintas agama semacam ini terus dilestarikan dan ditingkatkan, sehingga generasi muda sebagai calon pemimpin dapat memutus mata rantai kebencian dan sentimen berdasarkan identitas yang saat ini sedang mengganggu kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
“Generasi muda itu adalah sebagai penerus, pewaris daripada tongkat estafet kepemimpinan di Indonesia ini. Oleh karena itu secara dini memang harus ditanamkan keberagaman yang tetap terajut dalam NKRI, berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan Kebhinnekaan, harus kita jaga ini, dilestarikan. Malah tokoh-tokohnya, itu saya minta kepada teman-teman romo, pendeta semuanya, harus ada pertemuan rutin, supaya tidak ada kesalahpahaman,” pungkas Kiai Tawwab. (Petrus Riski-VOA)
Caroline, siswi kelas XI SMA Katolik St. Hendrikus mengaku mendapat banyak pengetahuan baru setelah mendengarkan penjelasan dan berdialog dengan para pemuka agama. Caroline mengatakan bahwa dia yang awalnya menaruh curiga terhadap pemeluk agama lain, saat ini menjadi lebih terbuka dan memahami perbedaan yang ada.
“Setelah saya mendapatkan ilmu dari Pak Kiai, padangan saya lebih terbuka terhadap agama Islam, dan dari situ saya ingin menerapkan juga pada teman-teman saya yang masih berpikiran skeptis terhadap permasalahan-permasalahan khususnya di Indonesia ini, termasuk dari politik yang memasukkan agama, dan juga kasus radikalime lainnya,” kata Caroline.
Hal senada juga diungkapkan Valen, yang melihat keberagaman di Indonesia sebagai sebuah kekuatan dan modal besar dalam membangun bangsa menjadi lebih baik.
“Keberagaman di Indonesia ini pasti beragam banget ya, jadi yang saya maknai dari keberagaman itu, kita itu berusaha supaya terjalin persatuan antara semua yang beragama ini, jadi kita bisa menciptakan suatu negara yang baik dan bisa maju bersama-sama dalam perbedaan tersebut,” ujar Valen
Kunjungan para pelajar sekolah Katolik ini ditanggapi positif oleh pembina Pondok Pesantren Darus Sa'adah, KH Abdut Tawwab Hadori. Kiai Tawwab menilai dialog ini sebagai bentuk mencari informasi yang benar pada sumber yang tepat, terkait simpang siur isu keberagaman yang ada di Indonesia.
“Awal yang baik ini dimulai daripada siswa SMA Katolik St. Hendrikus, sudah mau ada satu pendekatan terhadap narasumber yang bisa dipertanggungjawabkan seperti ke kiai. Ini pun, saya mohon kepada teman-teman semua, sebelum terjadi sesuatu lebih baik kita klarifikasi, jangan menggunakan kecerdasan emosional, justru kita pakai kecerdasan intelektualnya,” ungkap KH Abd. Tawwab Hadori kepada VOA.
Guru Sosiologi SMA Katolik St. Hendrikus, Michael Andrew mengatakan, kunjungan dan dialog ini merupakan upaya membangun kerukunan antar umat beragama di tengah keberagaman yang ada di Indonesia. Program yang didukung Romo FX. Satrijo Widyatmoko selaku kepala sekolah ini, menurut Michael Andrew, ingin membangun paradigma positif dan membuang prasangka dari para pelajar, sehingga mampu berdialog dan bertoleransi dengan pemeluk agama lain.
“Dalam membangun keberagaman itu, salah satunya adalah bertujuan dengan dialog. Oleh karenanya tidak mungkin untuk melihat sesuatu tanpa salah paham itu tanpa dialog. Maka kami berharap dengan pertemuan lintas agama ini, anak-anak bisa merasakan, bisa menyibak atau membuang sekat-sekat, paradigma-paradigma, stigma-stigma yang selama ini masuk di pikiran mereka dengan bekajar pada sumber primer,” terang Michael Andrew.
Kiai Tawwab yang merupakan Ketua Umum Pengurus Pusar Forum Kiai Kampung Nusantara, berharap perjumpaan lintas agama semacam ini terus dilestarikan dan ditingkatkan, sehingga generasi muda sebagai calon pemimpin dapat memutus mata rantai kebencian dan sentimen berdasarkan identitas yang saat ini sedang mengganggu kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
“Generasi muda itu adalah sebagai penerus, pewaris daripada tongkat estafet kepemimpinan di Indonesia ini. Oleh karena itu secara dini memang harus ditanamkan keberagaman yang tetap terajut dalam NKRI, berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan Kebhinnekaan, harus kita jaga ini, dilestarikan. Malah tokoh-tokohnya, itu saya minta kepada teman-teman romo, pendeta semuanya, harus ada pertemuan rutin, supaya tidak ada kesalahpahaman,” pungkas Kiai Tawwab. (Petrus Riski-VOA)