Marta Sambonu diantara Merawat Pasien Gangguan Jiwa dan Dampingi Suami di Perbatasan
pada tanggal
11 April 2019
SAUMLAKI, LELEMUKU.COM – Tidak mudah menjadi seorang Perawat yang menangani pasien-pasien dengan gangguan jiwa karena depresi atau yang bergantung dengan narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif (Napza) sekaligus menjadi pendamping suami sebagai Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut (AL) yang bertugas di daerah perbatasan.
Hal tersebut yang dirasakan oleh Marta Maria Sambonu, seorang petugas kesehatan di Puskesmas Saumlaki, Kecamatan Tanimbar Selatan (Tansel), Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku.
Wanita berusia 38 tahun itu mengatakan hal ini tidak semudah apa yang dibayangkan semua orang, karena profesinya menjadi seorang perawat dan perannya menjadi istri dari seorang prajurit TNI adalah dua hal yang berbeda dan harus disatukan.
“Mungkin kalau bertugas di rumah sakit jiwa tidaklah terlalu rumit karena sarana dan prasarana yang cukup lengkap,” kata dia.
Namun permasalahan yang dirinya hadapi sebagai perawat di Puskesmas Saumlaki adalah bertugas dari desa ke desa yang jaraknya tidak dekat tetapi berpuluh-puluh kilo meter. Begitupun para pasien yang dihadapi bukanlah orang yang sakit biasa tetapi sakit jiwa.
Pelayanan Sebagai Perawat
Tahun 2013 Marta dimutasikan ke Puskesmas Saumlaki, dimana Puskesmas ini membawahi 23 Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), 7 Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu (Pustu), 1 Polindes dari 12 Desa dan 1 Kelurahan serta jumlah jiwa yang dilayani kurang lebih berjumlah 33.567 jiwa .
Marta yang menjabat sebagai pemegang program jiwa yang menangani kurang lebih 67 pasien yang mempunyai gangguan jiwa dan mental organik dalam hal ini depresi dan kelainan jiwa lainnya, yang dimana orang–orang tersebut tidak di karantina pada rumah sakit, tetapi tinggal diantara warga desa, bahkan ada beberapa pasien yang berkeliaran .
Jelas pekerjaannya ini sungguh berat, sebab disamping membutuhkan kesabaran dan ketabahan, butuh pula kewaspadaan karena yang dihadapi bukanlah orang-orang normal tetapi orang–orang yang berperilaku tidak normal.
Bahkan nyawa juga menjadi taruhannya apabila menghadapi orang yang menderita penyakit jiwa tipe schicophrenia atau gangguan psikotik kronik. karena pasien tersebut biasanya suka membawa alat-alat tajam.
Di dalam melaksanakan tugasnya, Marta ditemani oleh teman-teman sejawatnya dan terkadang didampingi dokter. Namun didalam pelaksanaan pelayanannya sering mendapat hambatan, karena medan yang ditempuh cukup jauh dan cukup sulit untuk dilalui apalagi kalau musim penghujan, jalannya sangat susah dilalui, ditambah jarak antar desa sangat jauh.
Jikalau medan sulit dan mobil mengalami terperosok atau terjebak didalam lumpur dengan terpaksa tim atau petugas membantu untuk mendorong kendaraan itu hingga keluar dari lumpur. Terkadang pula kalau mobil tidak bisa keluar mereka membawa peralatan kesehatan dengan cara dipikul bersama–sama sampai tempat tujuan.
Ia mengatakan, selain jalur darat, pihaknya juga menggunakan motor laut atau speed boat ke satu desa yang berada di pulau. Diakui, apabila cuaca kurang bersahabat mereka harus ikut mengarungi laut yang bergelora tersebut.
“Yah, lumayan pusing, dan was-was juga,” ujar Marta.
Maria menyatakan ada beberapa faktor yang menjadi pengaruh kuat para pasiennya menjadi kelainan jiwa, diantaranya karena faktor ekonomi, dilarang menikah dengan pasangan yang dicintainya dan terlalu pintar.
Orang-orang yang di tangani oleh Marta adalah orang yang mengalami skizofenia yaitu orang yang pemikiran atau pengalamannya yang nampak tidak berhubungan dengan kenyataan, ucapan, perilakunya tidak teratur dan penurunan partisipasi dalam aktifitas sehari-hari, juga kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengingat.
Marta juga melayani pasien yang mengalami defresi. Defresi adalah gangguan suasana hati yang ditandai dengan perasaan sedih yang mendalam dan rasa tidak peduli. Seseorang dinyatakan mengalami defresi, jika sudah dua minggu merasa sedih putus harapan atau tidak berharga.
Ia juga menangani beberapa pasien epilepsi yaitu orang – orang yang mengalami stress, kelelahan, atau konsumsi obat. Epilepsi ini dapat digolongkan menjadi Epilepsi idiopatik, yaitu epilepsi yang yang penyebabnya tidak diketahui., Epilepsi Simptomatik, yaitu epilepsi yang terjadi akibat suatu penyakit yang menyebabkan kerusakan pada otak.
Peran Istri Prajurit Perbatasan
Selain sebagai wanita yang tangguh dalam menangani dan merawat orang – orang yang mengalami gangguan jiwa dan keterbelakangan mental. Ia juga merupakan wanita telaten yang dituntut siap selalu sebagai seorang istri TNI dengan begitu banyak peraturan dan kewajiban yang harus di taati dan dikerjakan.
Namun Martha mengakui, menjadi istri prajurit adalah suatu kehormatan dan kebanggaan, walaupun diwarnai dengan banyak dinamika yang dihadapi, sebab dirinya diharuskan menjadi seorang pendamping yang profesional dengan profesi yang ganda, yaitu dituntut selain mendamping suami dan menjadi ibu bagi anak-anak yang mampu mengatur waktu dengan baik tanpa mengesampingkan yang lain.
Satu hal yang harus dipahami dan disadari sebagai kaum hawa adalah mempunyai keterbatasan yang sangat jauh dengan kaum laki-laki, namun keterbatasan bukanlah penghalang, tetapi menjadi suatu tekad untuk tetap setara dengan kaum laki-laki, serta harus mampu menjadi penyemangat dan mesin pendorong dalam kehidupan sebagai istri yang profesional dimanapun bertugas .
Tidaklah mudah untuk menjadi seorang istri apalagi sebagai istri prajurit sekaligus mengemban tugas sebagai pelayan masyarakat dalam bidang kesehatan terlebih khusus menangani orang-orang dengan gangguan jiwa.
Mendampingi suami yang bertugas diperbatasan tidaklah mudah pula, penuh perjuangan, tantangan dalam memperjuangkan kehidupan mengingat daerah yang terbatas, kurangnya komunikasi dan transportasi yang cukup ditambah perekonomian yang cukup mahal dibanding dengan istri Prajurit yang tinggal di pusat perkotaan atau pusat markas besar. Namun hal itu tidaklah menjadi persoalan dengan modal kekeluargaan diantara istri – istri Prajurit yang ada baik Darat, Laut, dan Udara , itulah yang menjadi kekuatan didalam kehidupan sebagai istri Prajurit TNI, tak kalah penting pengaturan keuangan didalam rumah tangga perlu diperhitungkan agar dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidup.
Wanita kelahiran Desa Namtabung, Kecamatan Selaru dari pasangan suami istri, Ridolf Sambonu dan Alfonsina Watumlawar yang merupakan petani ini adalah lulusan tahun 2009 dari sekolah keperawatan di Akademi Keperawatan Kerta Cendikia Sidoarjo.
Sebelum memulai kuliah Marta telah menikah dengan suaminya, Prajurit TNI AL berpangkat Klasi Dua Yaitu KLD TTU Fikto Malihu yang saat itu berdinas di KRI . Kihajar Dewantara – 364 ujung Surabaya.
Kemudian setelah menyelesaikan perkuliahan, Marta kembali ke kampung halaman dan berpisah dengan sang suami yang masih berdinas di Ujung Surabaya demi mengabdikian diri didaerahnya dengan bermodalkan ilmu yang didapat di akademi keperawatan.
Dari pernikahannya Marta dan Fiktor dikaruniai tiga orang anak, yaitu satu orang putri dan dua orang putra.
Marta sempat bertugas sebagai honorer, walaupun sebagai tenaga honorer ia memperlihatkan kemampuannya dalam bidang pelayanan kesehatan. Selama tiga hari saja dikampung halaman itu Marta menjadi tenaga honorer, karena saat itu bertepatan dengan pendaftaran Pegawai Negeri Sipil (PNS). Alhasil lulus sebagai CPNS dan ditugaskan di Desa Waturu, Kecamatan Nirunmas yang terletak sangat jauh dari kota Saumlaki dan pada tahun 2010 Marta diangkat menjadi PNS golongan II/B.
Pada tahun 2012 sang suami dimutasikan ke Lanal Saumlaki, dimana Lanal Saumlaki adalah Lanal yang berada diperbatasan Indoesia – Australia. Lanal Saumlaki ada di Kota Saumlaki, Kecamatan Tanimbar Selatan Kabaputan Kepulauan Tanimbar yang luas wilayah daratannya mencapai 10.102,92 KM² (19,06%) dan luas wilayah lautannya adalah 42.892,28 KM² (80,94%).
Tentunya didalam organisasi ibu – ibu Prajurit dalam hal ini organisasi Dharma Pertiwi maupun Jala Senastri, selaku istri Parjurit TNI khususnya TNI AL Marta berusaha untuk mengatur waktu dengan jadwal pelayanan yang ada di masyarakat, berbagai kendala dan rintangan selalu terjadi namun berdasarkan pengalaman dan bimbingan dari Ketua Cabang Jala Senastri, Marta bisa menyesuaikan waktu agar semua dapat berjalan dengan baik.
Sebagai kepercayaan dan penghargaan yang diperoleh dari ketua cabang Jala Senastri Saumlaki, Marta diberi kepercayaan penuh dalam organisasi tersebut sebagai Pengurus kebudayaan, sosial dan membantu di Balai Pengobatan Lanal Saumlaki.
Semangat pengabdian dan pelayanan terukir didalam hati para petugas kesehatan tersebut termasuk Marta yang adalah seorang istri Prajurit TNI. Pastinya inilah jiwa sejati dari seorang istri Prajurit TNI telah tertanam dalam diri Marta. (Laura Sobuber)
Hal tersebut yang dirasakan oleh Marta Maria Sambonu, seorang petugas kesehatan di Puskesmas Saumlaki, Kecamatan Tanimbar Selatan (Tansel), Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku.
Wanita berusia 38 tahun itu mengatakan hal ini tidak semudah apa yang dibayangkan semua orang, karena profesinya menjadi seorang perawat dan perannya menjadi istri dari seorang prajurit TNI adalah dua hal yang berbeda dan harus disatukan.
“Mungkin kalau bertugas di rumah sakit jiwa tidaklah terlalu rumit karena sarana dan prasarana yang cukup lengkap,” kata dia.
Namun permasalahan yang dirinya hadapi sebagai perawat di Puskesmas Saumlaki adalah bertugas dari desa ke desa yang jaraknya tidak dekat tetapi berpuluh-puluh kilo meter. Begitupun para pasien yang dihadapi bukanlah orang yang sakit biasa tetapi sakit jiwa.
Pelayanan Sebagai Perawat
Tahun 2013 Marta dimutasikan ke Puskesmas Saumlaki, dimana Puskesmas ini membawahi 23 Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), 7 Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu (Pustu), 1 Polindes dari 12 Desa dan 1 Kelurahan serta jumlah jiwa yang dilayani kurang lebih berjumlah 33.567 jiwa .
Marta yang menjabat sebagai pemegang program jiwa yang menangani kurang lebih 67 pasien yang mempunyai gangguan jiwa dan mental organik dalam hal ini depresi dan kelainan jiwa lainnya, yang dimana orang–orang tersebut tidak di karantina pada rumah sakit, tetapi tinggal diantara warga desa, bahkan ada beberapa pasien yang berkeliaran .
Jelas pekerjaannya ini sungguh berat, sebab disamping membutuhkan kesabaran dan ketabahan, butuh pula kewaspadaan karena yang dihadapi bukanlah orang-orang normal tetapi orang–orang yang berperilaku tidak normal.
Bahkan nyawa juga menjadi taruhannya apabila menghadapi orang yang menderita penyakit jiwa tipe schicophrenia atau gangguan psikotik kronik. karena pasien tersebut biasanya suka membawa alat-alat tajam.
Di dalam melaksanakan tugasnya, Marta ditemani oleh teman-teman sejawatnya dan terkadang didampingi dokter. Namun didalam pelaksanaan pelayanannya sering mendapat hambatan, karena medan yang ditempuh cukup jauh dan cukup sulit untuk dilalui apalagi kalau musim penghujan, jalannya sangat susah dilalui, ditambah jarak antar desa sangat jauh.
Jikalau medan sulit dan mobil mengalami terperosok atau terjebak didalam lumpur dengan terpaksa tim atau petugas membantu untuk mendorong kendaraan itu hingga keluar dari lumpur. Terkadang pula kalau mobil tidak bisa keluar mereka membawa peralatan kesehatan dengan cara dipikul bersama–sama sampai tempat tujuan.
Ia mengatakan, selain jalur darat, pihaknya juga menggunakan motor laut atau speed boat ke satu desa yang berada di pulau. Diakui, apabila cuaca kurang bersahabat mereka harus ikut mengarungi laut yang bergelora tersebut.
“Yah, lumayan pusing, dan was-was juga,” ujar Marta.
Maria menyatakan ada beberapa faktor yang menjadi pengaruh kuat para pasiennya menjadi kelainan jiwa, diantaranya karena faktor ekonomi, dilarang menikah dengan pasangan yang dicintainya dan terlalu pintar.
Orang-orang yang di tangani oleh Marta adalah orang yang mengalami skizofenia yaitu orang yang pemikiran atau pengalamannya yang nampak tidak berhubungan dengan kenyataan, ucapan, perilakunya tidak teratur dan penurunan partisipasi dalam aktifitas sehari-hari, juga kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengingat.
Marta juga melayani pasien yang mengalami defresi. Defresi adalah gangguan suasana hati yang ditandai dengan perasaan sedih yang mendalam dan rasa tidak peduli. Seseorang dinyatakan mengalami defresi, jika sudah dua minggu merasa sedih putus harapan atau tidak berharga.
Ia juga menangani beberapa pasien epilepsi yaitu orang – orang yang mengalami stress, kelelahan, atau konsumsi obat. Epilepsi ini dapat digolongkan menjadi Epilepsi idiopatik, yaitu epilepsi yang yang penyebabnya tidak diketahui., Epilepsi Simptomatik, yaitu epilepsi yang terjadi akibat suatu penyakit yang menyebabkan kerusakan pada otak.
Peran Istri Prajurit Perbatasan
Selain sebagai wanita yang tangguh dalam menangani dan merawat orang – orang yang mengalami gangguan jiwa dan keterbelakangan mental. Ia juga merupakan wanita telaten yang dituntut siap selalu sebagai seorang istri TNI dengan begitu banyak peraturan dan kewajiban yang harus di taati dan dikerjakan.
Namun Martha mengakui, menjadi istri prajurit adalah suatu kehormatan dan kebanggaan, walaupun diwarnai dengan banyak dinamika yang dihadapi, sebab dirinya diharuskan menjadi seorang pendamping yang profesional dengan profesi yang ganda, yaitu dituntut selain mendamping suami dan menjadi ibu bagi anak-anak yang mampu mengatur waktu dengan baik tanpa mengesampingkan yang lain.
Satu hal yang harus dipahami dan disadari sebagai kaum hawa adalah mempunyai keterbatasan yang sangat jauh dengan kaum laki-laki, namun keterbatasan bukanlah penghalang, tetapi menjadi suatu tekad untuk tetap setara dengan kaum laki-laki, serta harus mampu menjadi penyemangat dan mesin pendorong dalam kehidupan sebagai istri yang profesional dimanapun bertugas .
Tidaklah mudah untuk menjadi seorang istri apalagi sebagai istri prajurit sekaligus mengemban tugas sebagai pelayan masyarakat dalam bidang kesehatan terlebih khusus menangani orang-orang dengan gangguan jiwa.
Mendampingi suami yang bertugas diperbatasan tidaklah mudah pula, penuh perjuangan, tantangan dalam memperjuangkan kehidupan mengingat daerah yang terbatas, kurangnya komunikasi dan transportasi yang cukup ditambah perekonomian yang cukup mahal dibanding dengan istri Prajurit yang tinggal di pusat perkotaan atau pusat markas besar. Namun hal itu tidaklah menjadi persoalan dengan modal kekeluargaan diantara istri – istri Prajurit yang ada baik Darat, Laut, dan Udara , itulah yang menjadi kekuatan didalam kehidupan sebagai istri Prajurit TNI, tak kalah penting pengaturan keuangan didalam rumah tangga perlu diperhitungkan agar dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidup.
Wanita kelahiran Desa Namtabung, Kecamatan Selaru dari pasangan suami istri, Ridolf Sambonu dan Alfonsina Watumlawar yang merupakan petani ini adalah lulusan tahun 2009 dari sekolah keperawatan di Akademi Keperawatan Kerta Cendikia Sidoarjo.
Sebelum memulai kuliah Marta telah menikah dengan suaminya, Prajurit TNI AL berpangkat Klasi Dua Yaitu KLD TTU Fikto Malihu yang saat itu berdinas di KRI . Kihajar Dewantara – 364 ujung Surabaya.
Kemudian setelah menyelesaikan perkuliahan, Marta kembali ke kampung halaman dan berpisah dengan sang suami yang masih berdinas di Ujung Surabaya demi mengabdikian diri didaerahnya dengan bermodalkan ilmu yang didapat di akademi keperawatan.
Dari pernikahannya Marta dan Fiktor dikaruniai tiga orang anak, yaitu satu orang putri dan dua orang putra.
Marta sempat bertugas sebagai honorer, walaupun sebagai tenaga honorer ia memperlihatkan kemampuannya dalam bidang pelayanan kesehatan. Selama tiga hari saja dikampung halaman itu Marta menjadi tenaga honorer, karena saat itu bertepatan dengan pendaftaran Pegawai Negeri Sipil (PNS). Alhasil lulus sebagai CPNS dan ditugaskan di Desa Waturu, Kecamatan Nirunmas yang terletak sangat jauh dari kota Saumlaki dan pada tahun 2010 Marta diangkat menjadi PNS golongan II/B.
Pada tahun 2012 sang suami dimutasikan ke Lanal Saumlaki, dimana Lanal Saumlaki adalah Lanal yang berada diperbatasan Indoesia – Australia. Lanal Saumlaki ada di Kota Saumlaki, Kecamatan Tanimbar Selatan Kabaputan Kepulauan Tanimbar yang luas wilayah daratannya mencapai 10.102,92 KM² (19,06%) dan luas wilayah lautannya adalah 42.892,28 KM² (80,94%).
Tentunya didalam organisasi ibu – ibu Prajurit dalam hal ini organisasi Dharma Pertiwi maupun Jala Senastri, selaku istri Parjurit TNI khususnya TNI AL Marta berusaha untuk mengatur waktu dengan jadwal pelayanan yang ada di masyarakat, berbagai kendala dan rintangan selalu terjadi namun berdasarkan pengalaman dan bimbingan dari Ketua Cabang Jala Senastri, Marta bisa menyesuaikan waktu agar semua dapat berjalan dengan baik.
Sebagai kepercayaan dan penghargaan yang diperoleh dari ketua cabang Jala Senastri Saumlaki, Marta diberi kepercayaan penuh dalam organisasi tersebut sebagai Pengurus kebudayaan, sosial dan membantu di Balai Pengobatan Lanal Saumlaki.
Semangat pengabdian dan pelayanan terukir didalam hati para petugas kesehatan tersebut termasuk Marta yang adalah seorang istri Prajurit TNI. Pastinya inilah jiwa sejati dari seorang istri Prajurit TNI telah tertanam dalam diri Marta. (Laura Sobuber)