Kemenhub Kaji Penggunaan O-Bahn Untuk Transportasi Massal di Indonesia
pada tanggal
28 Juni 2019
JAKARTA, LELEMUKU.COm - Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah mengkaji angkutan massal yang merupakan gabungan antara Bus Rapid Transit (BRT) dan Light Rapid Transit (LRT) bernama “O-Bahn”, sebagai alternatif pilihan angkutan massal perkotaan di Indonesia.
“Dengan semakin terbangunnya infrastruktur jalan, tentunya perlu dilakukan antisipasi agar masyarakat tidak memenuhinya dengan kendaraan pribadi. Caranya yaitu dengan mengoptimalisasikan angkutan massalnya,” jelas Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (23/6) sore.
Menurut Budi, Kemenhub tengah berupaya mengoptimalkan prasarana dan sarana Transportasi Massal Perkotaan di Indonesia, dalam rangka mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang berdampak terjadinya kemacetan yang menjadi permasalahan serius di daerah perkotaan di Indonesia.
Berbagai macam angkutan massal perkotaan telah dibangun seperti Bus Rapid Transit (BRT), Light Rapid Transit (LRT) dan Mass Rapid Transit (MRT).
“Tahun 2019 ini adalah era Kementerian Perhubungan untuk memperbaiki semua sarana dan fasilitas menyangkut angkutan umum. Kita juga harus cepat merespon karena beberapa kota besar di Indonesia sudah mulai mengalami kemacetan,” ujar Budi.
Pada kesempatan yang sama Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Zulfikri menyampaikan seiring dengan perekembangan teknologi, saat ini banyak dikembangkan moda angkutan massal seperti misalnya : O-Bahn yang dapat dibangun dengan biaya lebih murah dibandingkan dengan LRT, namun agak lebih mahal dibandingkan dengan BRT biasa.
“Kapasitasnya lebih besar daripada busway, tapi lebih kecil dari LRT. Anggarannya memang lebih besar daripada busway karena kita harus membangun beberapa ruas jalur,” terang Zulfikri.
Menurut Dirjen Perkeretaapian itu, penggunaan O-Bhan kemungkinan dilakukan di luar dari Jakarta. Tentu saja harus dilihat lagi masterplan kotanya. Untuk itu, ia menilai perlu kajian lebih lanjut dan duduk bersama dengan Pemda dan stakeholder terkait.
O-Bahn adalah merupakan bagian dari sistem transit BUS cepat. O-Bahn ini memadukan konsep BRT dan LRT dalam satu jalur yang sama.
Bus ini memiliki roda pandu yang berada di samping ban depan bus. Roda pandu ini menyatu dengan batang kemudi roda depan, sehingga ketika bus memasuki jalur O-Bahn, supir tak perlu lagi mengendalikan arah bus karena roda pandu akan mengarahkan bus sesuai dengan arah rel pandu serta mencegah bus terperosok ke celah yang ada di jalur. Sistem ini pertama kali diterapkan di Kota Essen, Jerman dan saat ini sudah digunakan di berbagai negara seperti Australia dan Jepang.
Hadir sebagai narasumber pada diskusi ini Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi, Dirjen Perkeretaapian Zulfikri, Pengamat dari MTI Suharto Majid dan Artis Ayushita. (Setkab)
“Dengan semakin terbangunnya infrastruktur jalan, tentunya perlu dilakukan antisipasi agar masyarakat tidak memenuhinya dengan kendaraan pribadi. Caranya yaitu dengan mengoptimalisasikan angkutan massalnya,” jelas Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (23/6) sore.
Menurut Budi, Kemenhub tengah berupaya mengoptimalkan prasarana dan sarana Transportasi Massal Perkotaan di Indonesia, dalam rangka mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang berdampak terjadinya kemacetan yang menjadi permasalahan serius di daerah perkotaan di Indonesia.
Berbagai macam angkutan massal perkotaan telah dibangun seperti Bus Rapid Transit (BRT), Light Rapid Transit (LRT) dan Mass Rapid Transit (MRT).
“Tahun 2019 ini adalah era Kementerian Perhubungan untuk memperbaiki semua sarana dan fasilitas menyangkut angkutan umum. Kita juga harus cepat merespon karena beberapa kota besar di Indonesia sudah mulai mengalami kemacetan,” ujar Budi.
Pada kesempatan yang sama Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Zulfikri menyampaikan seiring dengan perekembangan teknologi, saat ini banyak dikembangkan moda angkutan massal seperti misalnya : O-Bahn yang dapat dibangun dengan biaya lebih murah dibandingkan dengan LRT, namun agak lebih mahal dibandingkan dengan BRT biasa.
“Kapasitasnya lebih besar daripada busway, tapi lebih kecil dari LRT. Anggarannya memang lebih besar daripada busway karena kita harus membangun beberapa ruas jalur,” terang Zulfikri.
Menurut Dirjen Perkeretaapian itu, penggunaan O-Bhan kemungkinan dilakukan di luar dari Jakarta. Tentu saja harus dilihat lagi masterplan kotanya. Untuk itu, ia menilai perlu kajian lebih lanjut dan duduk bersama dengan Pemda dan stakeholder terkait.
O-Bahn adalah merupakan bagian dari sistem transit BUS cepat. O-Bahn ini memadukan konsep BRT dan LRT dalam satu jalur yang sama.
Bus ini memiliki roda pandu yang berada di samping ban depan bus. Roda pandu ini menyatu dengan batang kemudi roda depan, sehingga ketika bus memasuki jalur O-Bahn, supir tak perlu lagi mengendalikan arah bus karena roda pandu akan mengarahkan bus sesuai dengan arah rel pandu serta mencegah bus terperosok ke celah yang ada di jalur. Sistem ini pertama kali diterapkan di Kota Essen, Jerman dan saat ini sudah digunakan di berbagai negara seperti Australia dan Jepang.
Hadir sebagai narasumber pada diskusi ini Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi, Dirjen Perkeretaapian Zulfikri, Pengamat dari MTI Suharto Majid dan Artis Ayushita. (Setkab)