Gempa Bumi Beruntun di Maluku Utara, 160 Rumah di Halmahera Selatan Ambruk
pada tanggal
15 Juli 2019
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Sekitar 19 guncangan gempa bumi dengan magnitudo tertinggi 7,2 skala richter (SR) menggoyang Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara (Malut) pada Minggu (14/07/2019) hingga Senin (15/07/2019) pagi.
Episentrum gempa tersebut berada pada titik koordinat 0.59 Lintang Selatan dan 128.06 Bujur Barat atau berjarak 62 km Timur Laut Kota Labuha, Ibukota Halsel dengan kedalaman 10 kilometer di bawah permukaan laut.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan akibat gempa-gempa ini sejumlah rumah warga di beberapa kecamatan di wilayah Halsel dilaporkan ambruk. Beberapa titik parah itu diantaranya di Kecamatan Gane Barat Utara, Kecamatan Gane Timur Selatan, Kecamatan Gane Timur Tengah, Kecamatan Gane Dalam, Kecamatan Gane Barat Selatan dan Kecamatan Gane Timur.
“Kami mendapat laporkan satu orang meninggal dunia di Kelurahan Gane Luar, Kecamatan Gane Timur Selatan dan merobohkan sedikitnya 160 bangunan rumah. Hasil pemodelan menunjukkan gempa tidak berpotensi tsunami,” kata Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono di Jakarta, Senin (15/7/2019).
Selanjutnya menurut Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono, gempa bumi Malut terjadi karena kawasan tersebut termasuk wilayah seismik aktif dan kompleks.
"Aktif artinya kawasan Halmahera Selatan memang sering terjadi gempa yang tecermin dari peta seismisitas regional dengan klaster aktivitas gempanya cukup padat," kata dia.
Disebut kompleks, kata dia, karena terdapat empat zona seismogenik sumber gempa utama di kawasan tersebut, yaitu Halmahera Thrust, Sesar Sorong-Sula, Sesar Sorong-Maluku, dan Sesar Sorong-Bacan.
Ketiga sistem sesar yaitu Sesar Sorong-Sula, Sesar Sorong-Maluku, dan Sesar Sorong-Bacan merupakan percabangan atau splay dari Sesar Sorong yang melintas dari timur membelah bagian atas kepala burung di Papua Barat.
Di Pulau Batanta, ke arah barat Sesar Sorong mengalami percabangan. Pada percabangan yang paling utara yaitu Sesar Sorong-Bacan itulah yang selama ini menyimpan akumulasi medan tegangan kulit bumi yang akhirnya terpatahkan sebagai gempa berkekuatan magnitudo 7,2 SR pada Minggu sore.
"Sesar Sorong-Bacan inilah pemicu gempa Halmahera Selatan," kata Daryono.
Ia mengimbau agar masyarakat di wilayah terdampak gempa menghindari bangunan yang retak atau rusak karena dikhawatirkan masih terjadi gempa susulan dengan kekuatan signifikan.
"Sebelum kembali ke dalam rumah, periksa dan pastikan ada atau tidaknya kerusakan atau keretakan pada tempat tinggal yang dapat membahayakan kestabilan bangunan," ajak dia.
Berdasarkan hasil monitoring BMKG, hingga Senin, pukul 05.00 WIB mencatat 61 kali gempa susulan (aftershock) dengan kekuatan terbesar 5,8 SR dan terkecil 3,1 SR. Dari jumlah itu, 28 gempa di antaranya terasa guncangannya oleh masyarakat.
Sesuai dengan peta tingkat guncangan (shake map) yang dikeluarkan BMKG, dalam waktu kuang dari 30 menit setelah gempa dapat diketahui bahwa gempa Halmahera Selatan berpotensi merusak.
Dalam peta shake map BMKG tampak zona gempa dan sekitarnya, guncangan mencapai warna kuning hingga kecokelatan yang artinya dampak gempa mencapai skala intensitas VII-VIII MMI. Intensitas gempa sebesar ini dapat berpotensi menyebabkan kerusakan dalam tingkat sedang hingga berat.
Dan hasil estimasi model ternyata benar. Karena berdasarkan laporan terbaru menunjukkan gempa yang terjadi itu menimbulkan banyak kerusakan bangunan rumah terutama dibeberapa desa seperti Gane Dalam, Ranga-Ranga, Lemo-Lemo, Bacan Timur, Bori, Saweang
"Mengingat banyak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa, masyarakat kami imbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya," tuturnya.
Daryono mengatakan catatan sejarah gempa kuat dan merusak di Halmahera cukup banyak. Setidaknya di wilayah itu terjadi tujuh kali gempa kuat, yaitu gempa Pulau Raja pada 7 Oktober 1923 dengan magnitudo 7,4 SR dan intensitas VIII MMI.
Selain itu, gempa Bacan pada 16 April 1963 bermagnitudo 7,1 skala intensitas VIII MMI, gempa Pulau Damar pada 21 Januari 1985 magnitudo 6,9 intensitas VIII MMI, serta gempa Obi pada 8 Oktober 1994 magnitudo 6,8 intensitas VI-VII MMI.
Gempa Obi magnitudo 6,7 pada 13 Februari 1995 dengan intensitas VIII MMI, dan gempa Labuha 20 Februari 2007 magnitudo 6,7 intensitas VII MMI. (Albert Batlayeri)
Episentrum gempa tersebut berada pada titik koordinat 0.59 Lintang Selatan dan 128.06 Bujur Barat atau berjarak 62 km Timur Laut Kota Labuha, Ibukota Halsel dengan kedalaman 10 kilometer di bawah permukaan laut.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan akibat gempa-gempa ini sejumlah rumah warga di beberapa kecamatan di wilayah Halsel dilaporkan ambruk. Beberapa titik parah itu diantaranya di Kecamatan Gane Barat Utara, Kecamatan Gane Timur Selatan, Kecamatan Gane Timur Tengah, Kecamatan Gane Dalam, Kecamatan Gane Barat Selatan dan Kecamatan Gane Timur.
“Kami mendapat laporkan satu orang meninggal dunia di Kelurahan Gane Luar, Kecamatan Gane Timur Selatan dan merobohkan sedikitnya 160 bangunan rumah. Hasil pemodelan menunjukkan gempa tidak berpotensi tsunami,” kata Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono di Jakarta, Senin (15/7/2019).
Selanjutnya menurut Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono, gempa bumi Malut terjadi karena kawasan tersebut termasuk wilayah seismik aktif dan kompleks.
"Aktif artinya kawasan Halmahera Selatan memang sering terjadi gempa yang tecermin dari peta seismisitas regional dengan klaster aktivitas gempanya cukup padat," kata dia.
Disebut kompleks, kata dia, karena terdapat empat zona seismogenik sumber gempa utama di kawasan tersebut, yaitu Halmahera Thrust, Sesar Sorong-Sula, Sesar Sorong-Maluku, dan Sesar Sorong-Bacan.
Ketiga sistem sesar yaitu Sesar Sorong-Sula, Sesar Sorong-Maluku, dan Sesar Sorong-Bacan merupakan percabangan atau splay dari Sesar Sorong yang melintas dari timur membelah bagian atas kepala burung di Papua Barat.
Di Pulau Batanta, ke arah barat Sesar Sorong mengalami percabangan. Pada percabangan yang paling utara yaitu Sesar Sorong-Bacan itulah yang selama ini menyimpan akumulasi medan tegangan kulit bumi yang akhirnya terpatahkan sebagai gempa berkekuatan magnitudo 7,2 SR pada Minggu sore.
"Sesar Sorong-Bacan inilah pemicu gempa Halmahera Selatan," kata Daryono.
Ia mengimbau agar masyarakat di wilayah terdampak gempa menghindari bangunan yang retak atau rusak karena dikhawatirkan masih terjadi gempa susulan dengan kekuatan signifikan.
"Sebelum kembali ke dalam rumah, periksa dan pastikan ada atau tidaknya kerusakan atau keretakan pada tempat tinggal yang dapat membahayakan kestabilan bangunan," ajak dia.
Berdasarkan hasil monitoring BMKG, hingga Senin, pukul 05.00 WIB mencatat 61 kali gempa susulan (aftershock) dengan kekuatan terbesar 5,8 SR dan terkecil 3,1 SR. Dari jumlah itu, 28 gempa di antaranya terasa guncangannya oleh masyarakat.
Sesuai dengan peta tingkat guncangan (shake map) yang dikeluarkan BMKG, dalam waktu kuang dari 30 menit setelah gempa dapat diketahui bahwa gempa Halmahera Selatan berpotensi merusak.
Dalam peta shake map BMKG tampak zona gempa dan sekitarnya, guncangan mencapai warna kuning hingga kecokelatan yang artinya dampak gempa mencapai skala intensitas VII-VIII MMI. Intensitas gempa sebesar ini dapat berpotensi menyebabkan kerusakan dalam tingkat sedang hingga berat.
Dan hasil estimasi model ternyata benar. Karena berdasarkan laporan terbaru menunjukkan gempa yang terjadi itu menimbulkan banyak kerusakan bangunan rumah terutama dibeberapa desa seperti Gane Dalam, Ranga-Ranga, Lemo-Lemo, Bacan Timur, Bori, Saweang
"Mengingat banyak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa, masyarakat kami imbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya," tuturnya.
Daryono mengatakan catatan sejarah gempa kuat dan merusak di Halmahera cukup banyak. Setidaknya di wilayah itu terjadi tujuh kali gempa kuat, yaitu gempa Pulau Raja pada 7 Oktober 1923 dengan magnitudo 7,4 SR dan intensitas VIII MMI.
Selain itu, gempa Bacan pada 16 April 1963 bermagnitudo 7,1 skala intensitas VIII MMI, gempa Pulau Damar pada 21 Januari 1985 magnitudo 6,9 intensitas VIII MMI, serta gempa Obi pada 8 Oktober 1994 magnitudo 6,8 intensitas VI-VII MMI.
Gempa Obi magnitudo 6,7 pada 13 Februari 1995 dengan intensitas VIII MMI, dan gempa Labuha 20 Februari 2007 magnitudo 6,7 intensitas VII MMI. (Albert Batlayeri)