Kodam Cenderawasih Tanggapi Tentara Baru Bentukkan ULMWP dan Benny Wenda
pada tanggal
04 Juli 2019
JAYAPURA, LELEMUKU.COM - Kodam XVII Cenderawasih menanggapi pembentukkan tentara baru oleh Gerakan United Liberation for West Papua (ULMWP) atau Serikat Pembebasan Papua Barat melalui Benny Wenda dan menolak label Separatis dan Penjahat oleh Pemerintah NKRI.
Seperti diberitakan Radio New Zealand (RNZ) pada Senin (01/07/2019), Wenda menyatakan bahwa organisasi dan militer yang dibentuk adalah kesatuan militer dan politik yang sah. Sehingga pemerintah Indonesia tidak bisa lagi melakukan stigmatisasi mereka sebagai separatis atau penjahat.
Menurut Panglima Kodam Cenderawasih,Mayor Jenderal TNI Yosua Pandit Sembiring melalui Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih, Kolonel Infantri Muhammad Aidi klaim tersebut tidak dapat dilakukan secara sepihak tetapi membutuhkan pengakuan internasional yang kompleks.
"Saya tidak bermaksud untuk menggurui, tapi BW dan kelompoknya harus paham bahwa untuk membentuk suatu Negara tidak cukup hanya mengklaim sendiri secara sepihak, tapi dibutuhkan unsur pendukung lainnya. Diantaranya adalah unsur Rakyat, Wilayah dan adanya pengakuan dan legitimasi Internasional. Faktanya bahwa kedaulatan NKRI dari Merauke sampai Sabang telah dan masih diakui dan dihormati oleh seluruh negara di dunia dan telah disahkan oleh lembaga dunia tertinggi yaitu PBB," ujar dia dalam rilis media yang diterima Lelemuku.com pada Rabu (03/06/2019).
Dikatakan, Papua sebagai salah satu bagian dari kedaulatan Negara kesatuan Republik Indonesi (NKRI) telah melaui proses referendum yang dikenal dengan Pepera dan hasilnya telah di sahkan melalui Resolusi PBB No. 2504 yang dikeluarkan oleh Majelis Umumn PBB tanggal 19 Nopember 1969. Resolusi ini diusulkan oleh 6 negara dan diterima oleh Majelis Umum PBB dengan imbangan suara 84 setuju, tidak ada yang menentang dan 30 abstein.
"Dengan tidak dipermasalahkan Pepera oleh Negara manapun menunjukan bahwa, Pepera diterima oleh masyarakat internasional. Artinya, Papua sebagai bagian dari NKRI telah diakui oleh masyarakat internasional dan disahkan oleh lembaga internasional tertinggi yaitu PBB," jelaskan.
Meskipun Wenda melalui ULMWP dan pihak-pihak nya tidak mau mengakui hasil Pepera dan menyatakan Pepera cacat hukum. Namun nyatanya hingga saat ini Resolusi PBB No.2504 belum pernah terkoreksi apalagi dicabut.
"Hingga kini belum ada kekuatan hukum lain yang lebih tinggi yang menyatakan bahwa Resolusi PBB No. 2504 sudah tidak berlaku lagi. Hal ini menunjukkan bahwa Papua sebagai bagian dari kedaulatan NKRI tak terbatahkan lagi," jelas dia.
Wenda dan kelompoknya, menurut Kapendam tidak mau disebut sebagai separatis dan penjahat. Hal ini tentunya merupkan pernyataan yang kotradiktif, karena tindakannya yang melakukan perlawanan dan ingin memisahkan diri dari kedaulatan negara yang sah adalah suatu tidakan separatis dan merupakan kejahatan negara.
"Sebagaimana pengertian separatis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang atau golongan yang menghendaki pemisahan diri dari suatu persatuan; golongan (bangsa) untuk mendapat dukungan. Sementara separatisme adalah paham atau gerakan untuk memisahkan diri atau mendirikan negara sendiri. Sedangkan menurut pendapat Ahli Pengertian separatis adalah suatu gerakan yang bersifat mengacau dan menghancurkan yang dilakukan oleh gerombolan pengacau yang bertujuan untuk memisahkan diri dari ikatan suatu negara," papar dia
Aidi melanjutkan, sejak terbentuknya peradaban manusia hingga kelak berakhirnya peradaban itu sendiri tidak akan pernah ada suatu negara berdaulat manapun di dunia yang mentolelir adanya gerakan separatis atau pemberontakan berlangsung di dalam wilayah kedaulatan negaranya. Misalnya saja di negara Australia salah satu wilayahnya bergolak dan minta merdeka, sebut saja contohnya Darwin ingin pisah dari Australia maka tidak mungkin negara Australia secara sukarela membiarkan Darwin merdeka pisah dari Australia. Demikian pula halnya di Indonesia.
"Siapapun yang mencoba merongrong kedaulatan NKRI, maka akan berhadapan dengan kekuatan NKRI, bukan hanya TNI tetapi seluruh komponen Bangsa sebagaimana yang tertuang dalam institusi NKRI yaitu UUD 1945 pasal 30 Ayat 1 bahwa, " Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara." Jadi bila BW dengan KNPB dan OPM nya masih terus merongrong kedaulatan NKRI, maka akan berhadapan dengan seluruh warga negara NKRI," ucap dia.
Menyinggung tentang klaim bahwa Wenda telah berhasil mempersatukan kekuatan dan membentuk tentara baru, bagi TNI hal tersebut tidak ada pengaruhnya.
"Mereka mau terpecah atau bersatu, mereka mau membentuk tentara baru atau tentara lama, bagi kami TNI, mereka hanya gerombolan pemberontak. Nyatanya mereka juga tidak akan pernah berani berhadapan TNI kecuali hanya menyerang dari belakang bila TNI lengah. Atau mereka hanya berani membantai rakyat sipil yang tak berdosa secara sadis, melakukan pengrusakan dan perampasan harta benda orang lain, melakukan penyanderaan, penganiayaan dan pemerkosaan guru dan tenaga medis yang tak berdaya," ujar dia.
Kapendam menjelaskan tindakan mempersenjatai diri secara illegal atau memiliki dan menggunakan senjata tanpa hak adalah suatu bentuk pelanggaran hukum berat ditinjau dari sudut pandang hukum manapun di seluruh dunia. Apalagi senjata tersebut digunakan untuk melakukan tindakan kejahatan, tindakan kekerasan dan upaya perlawanan terhadap kedaulatan negara.
Sementara negara, saat ini sedang berusaha membangun infrstruktur dipedalaman Papua dalam rangak meningkatkan kesejahteraan rakyat guna menjamin terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat hingga ke pelosok pedalaman Papua.
"Sebaliknya kelompok separatis bersenjata (KSB) yang menanakan dirinya Organisasi Papua Merdeka (OPM) justru menghalangi segala pembangunan dan pelayanan terhadap rakyat Papua. KSB telah merampas hak asasi Orang Papua untuk mendapatn pendidikan, layanan kesehatan, kehidupan yang layak serta pelayanan sosial lainnya. KSB telah melakukan tindakan kekerasan membantai para pekerja jalan dan jembatan; menyandera, memperkosa dan menganiaya guru dan tenaga medis; Menyerang aparat pemerintah dan aparat penegak hukum dan lain-lain. Jadi justru BW dengan KNPB dan OPM yang telah menjajah orang Papua," tutup Kapendam. (Albert Batlayeri)
Seperti diberitakan Radio New Zealand (RNZ) pada Senin (01/07/2019), Wenda menyatakan bahwa organisasi dan militer yang dibentuk adalah kesatuan militer dan politik yang sah. Sehingga pemerintah Indonesia tidak bisa lagi melakukan stigmatisasi mereka sebagai separatis atau penjahat.
Menurut Panglima Kodam Cenderawasih,Mayor Jenderal TNI Yosua Pandit Sembiring melalui Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih, Kolonel Infantri Muhammad Aidi klaim tersebut tidak dapat dilakukan secara sepihak tetapi membutuhkan pengakuan internasional yang kompleks.
"Saya tidak bermaksud untuk menggurui, tapi BW dan kelompoknya harus paham bahwa untuk membentuk suatu Negara tidak cukup hanya mengklaim sendiri secara sepihak, tapi dibutuhkan unsur pendukung lainnya. Diantaranya adalah unsur Rakyat, Wilayah dan adanya pengakuan dan legitimasi Internasional. Faktanya bahwa kedaulatan NKRI dari Merauke sampai Sabang telah dan masih diakui dan dihormati oleh seluruh negara di dunia dan telah disahkan oleh lembaga dunia tertinggi yaitu PBB," ujar dia dalam rilis media yang diterima Lelemuku.com pada Rabu (03/06/2019).
Dikatakan, Papua sebagai salah satu bagian dari kedaulatan Negara kesatuan Republik Indonesi (NKRI) telah melaui proses referendum yang dikenal dengan Pepera dan hasilnya telah di sahkan melalui Resolusi PBB No. 2504 yang dikeluarkan oleh Majelis Umumn PBB tanggal 19 Nopember 1969. Resolusi ini diusulkan oleh 6 negara dan diterima oleh Majelis Umum PBB dengan imbangan suara 84 setuju, tidak ada yang menentang dan 30 abstein.
"Dengan tidak dipermasalahkan Pepera oleh Negara manapun menunjukan bahwa, Pepera diterima oleh masyarakat internasional. Artinya, Papua sebagai bagian dari NKRI telah diakui oleh masyarakat internasional dan disahkan oleh lembaga internasional tertinggi yaitu PBB," jelaskan.
Meskipun Wenda melalui ULMWP dan pihak-pihak nya tidak mau mengakui hasil Pepera dan menyatakan Pepera cacat hukum. Namun nyatanya hingga saat ini Resolusi PBB No.2504 belum pernah terkoreksi apalagi dicabut.
"Hingga kini belum ada kekuatan hukum lain yang lebih tinggi yang menyatakan bahwa Resolusi PBB No. 2504 sudah tidak berlaku lagi. Hal ini menunjukkan bahwa Papua sebagai bagian dari kedaulatan NKRI tak terbatahkan lagi," jelas dia.
Wenda dan kelompoknya, menurut Kapendam tidak mau disebut sebagai separatis dan penjahat. Hal ini tentunya merupkan pernyataan yang kotradiktif, karena tindakannya yang melakukan perlawanan dan ingin memisahkan diri dari kedaulatan negara yang sah adalah suatu tidakan separatis dan merupakan kejahatan negara.
"Sebagaimana pengertian separatis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang atau golongan yang menghendaki pemisahan diri dari suatu persatuan; golongan (bangsa) untuk mendapat dukungan. Sementara separatisme adalah paham atau gerakan untuk memisahkan diri atau mendirikan negara sendiri. Sedangkan menurut pendapat Ahli Pengertian separatis adalah suatu gerakan yang bersifat mengacau dan menghancurkan yang dilakukan oleh gerombolan pengacau yang bertujuan untuk memisahkan diri dari ikatan suatu negara," papar dia
Aidi melanjutkan, sejak terbentuknya peradaban manusia hingga kelak berakhirnya peradaban itu sendiri tidak akan pernah ada suatu negara berdaulat manapun di dunia yang mentolelir adanya gerakan separatis atau pemberontakan berlangsung di dalam wilayah kedaulatan negaranya. Misalnya saja di negara Australia salah satu wilayahnya bergolak dan minta merdeka, sebut saja contohnya Darwin ingin pisah dari Australia maka tidak mungkin negara Australia secara sukarela membiarkan Darwin merdeka pisah dari Australia. Demikian pula halnya di Indonesia.
"Siapapun yang mencoba merongrong kedaulatan NKRI, maka akan berhadapan dengan kekuatan NKRI, bukan hanya TNI tetapi seluruh komponen Bangsa sebagaimana yang tertuang dalam institusi NKRI yaitu UUD 1945 pasal 30 Ayat 1 bahwa, " Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara." Jadi bila BW dengan KNPB dan OPM nya masih terus merongrong kedaulatan NKRI, maka akan berhadapan dengan seluruh warga negara NKRI," ucap dia.
Menyinggung tentang klaim bahwa Wenda telah berhasil mempersatukan kekuatan dan membentuk tentara baru, bagi TNI hal tersebut tidak ada pengaruhnya.
"Mereka mau terpecah atau bersatu, mereka mau membentuk tentara baru atau tentara lama, bagi kami TNI, mereka hanya gerombolan pemberontak. Nyatanya mereka juga tidak akan pernah berani berhadapan TNI kecuali hanya menyerang dari belakang bila TNI lengah. Atau mereka hanya berani membantai rakyat sipil yang tak berdosa secara sadis, melakukan pengrusakan dan perampasan harta benda orang lain, melakukan penyanderaan, penganiayaan dan pemerkosaan guru dan tenaga medis yang tak berdaya," ujar dia.
Kapendam menjelaskan tindakan mempersenjatai diri secara illegal atau memiliki dan menggunakan senjata tanpa hak adalah suatu bentuk pelanggaran hukum berat ditinjau dari sudut pandang hukum manapun di seluruh dunia. Apalagi senjata tersebut digunakan untuk melakukan tindakan kejahatan, tindakan kekerasan dan upaya perlawanan terhadap kedaulatan negara.
Sementara negara, saat ini sedang berusaha membangun infrstruktur dipedalaman Papua dalam rangak meningkatkan kesejahteraan rakyat guna menjamin terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat hingga ke pelosok pedalaman Papua.
"Sebaliknya kelompok separatis bersenjata (KSB) yang menanakan dirinya Organisasi Papua Merdeka (OPM) justru menghalangi segala pembangunan dan pelayanan terhadap rakyat Papua. KSB telah merampas hak asasi Orang Papua untuk mendapatn pendidikan, layanan kesehatan, kehidupan yang layak serta pelayanan sosial lainnya. KSB telah melakukan tindakan kekerasan membantai para pekerja jalan dan jembatan; menyandera, memperkosa dan menganiaya guru dan tenaga medis; Menyerang aparat pemerintah dan aparat penegak hukum dan lain-lain. Jadi justru BW dengan KNPB dan OPM yang telah menjajah orang Papua," tutup Kapendam. (Albert Batlayeri)