Hassan Rouhani Kecam Sanksi Amerika Serikat untuk Menlunya Kekanak-kanakan
pada tanggal
04 Agustus 2019
TEHRAN, LELEMUKU.COM - Presiden Iran Hassan Rouhani menanggapi keputusan Amerika Serikat (AS) untuk memberlakukan sanksi-sanksi terhadap menteri luar negerinya, Javad Zarif sebagai langkah kekanak-kanakan. Ketegangan meningkat antara Teheran dan Washington sejak Presiden Donald Trump menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir Iran dengan negara-negara besar dunia lebih dari setahun lalu.
Presiden Iran Hassan Rouhani dengan segera mengecam sanksi-sanksi AS yang diberlakukan terhadap Menteri Luar Negeri Javad Zarif, dengan mengatakan bahwa langkah itu membuat pembicaraan langsung tidak mungkin dilakukan.
"Setiap hari mereka mengklaim ‘kami ingin bernegosiasi dengan Iran. Perundingan kami dengan Iran harus berlangsung tanpa syarat. Kami siap berbicara dengan Iran kapanpun’. Dan kemudian, mereka memberlakukan sanksi-sanksi terhadap menteri luar negeri kita,” kata Rouhani.
Melalui cuitannya di Twitter, Zarif menanggapi keras sanksi-sanksi-sanksi itu. Ia mengatakan, sanksi-sanksi itu tidak akan merugikannya sama sekali karena ia tidak memiliki properti atau kepentingan di luar Iran. Ia juga mencemooh AS karena telah menganggap dirinya ancaman besar bagi agenda Amerika.
Seorang pejabat senior pemerintahan Trump mengatakan kepada wartawan mengenai alasan pemberlakuan sanksi-sanksi itu. Ia mengatakan Zarif adalah cerminan dari apa yang disebutnya kebijakan luar negeri Iran yang gegabah, dan Presiden Donald Trump sudah tidak bisa mentorelansinya lagi. Meski demikian ia mengakui bahwa langkah ini merupakan tindakan yang sangat tidak biasa.
Di Brussels, juru bicara Uni Eropa Carlos Martin Ruiz De Gordejuela memprihatinkan keputusan AS. “Kami menyesali keputusan itu, namun dari pihak kami, kami akan terus bekerjasama dengan Zarif. Kami tetap menganggap Zarif sebagai diplomat tertinggi Iran dan kami menganggap penting mempertahankan jalur-jalur diplomasi,” jelasnya.
Di Washington, analis politik Tzvi Kahn dari The Foundation for Defense of Democracies mengatakan kepada VOA, ia tidak khawatir bahwa sanksi-sanksi itu akan menutup kemungkinan terlaksananya pembicaraan langsung AS dengan Iran. Ia mengatakan Zarif merupakan sosok pembujuk bagi rezim Iran.
"Saya kira, ia memainkan peran penting dalam usaha meyakinkan banyak negara, khususnya di Eropa, bahwa rezim Iran saat ini bersikap moderat, dan rezim moderat ini berusaha melakukan pendekatan baru dengan Barat,” imbuhnya.
Sementara itu, pemerintahan Trump telah memperpanjang izin pengecualiannya bagi perusahaan-perusahaan Tiongkok, Eropa dan Rusia untuk menggarap proyek-proyek nuklir sipil di fasilitas-fasilitas nuklir Iran tanpa dikenai hukum atau sanksi oleh AS. (VOA)
Presiden Iran Hassan Rouhani dengan segera mengecam sanksi-sanksi AS yang diberlakukan terhadap Menteri Luar Negeri Javad Zarif, dengan mengatakan bahwa langkah itu membuat pembicaraan langsung tidak mungkin dilakukan.
"Setiap hari mereka mengklaim ‘kami ingin bernegosiasi dengan Iran. Perundingan kami dengan Iran harus berlangsung tanpa syarat. Kami siap berbicara dengan Iran kapanpun’. Dan kemudian, mereka memberlakukan sanksi-sanksi terhadap menteri luar negeri kita,” kata Rouhani.
Melalui cuitannya di Twitter, Zarif menanggapi keras sanksi-sanksi-sanksi itu. Ia mengatakan, sanksi-sanksi itu tidak akan merugikannya sama sekali karena ia tidak memiliki properti atau kepentingan di luar Iran. Ia juga mencemooh AS karena telah menganggap dirinya ancaman besar bagi agenda Amerika.
Seorang pejabat senior pemerintahan Trump mengatakan kepada wartawan mengenai alasan pemberlakuan sanksi-sanksi itu. Ia mengatakan Zarif adalah cerminan dari apa yang disebutnya kebijakan luar negeri Iran yang gegabah, dan Presiden Donald Trump sudah tidak bisa mentorelansinya lagi. Meski demikian ia mengakui bahwa langkah ini merupakan tindakan yang sangat tidak biasa.
Di Brussels, juru bicara Uni Eropa Carlos Martin Ruiz De Gordejuela memprihatinkan keputusan AS. “Kami menyesali keputusan itu, namun dari pihak kami, kami akan terus bekerjasama dengan Zarif. Kami tetap menganggap Zarif sebagai diplomat tertinggi Iran dan kami menganggap penting mempertahankan jalur-jalur diplomasi,” jelasnya.
Di Washington, analis politik Tzvi Kahn dari The Foundation for Defense of Democracies mengatakan kepada VOA, ia tidak khawatir bahwa sanksi-sanksi itu akan menutup kemungkinan terlaksananya pembicaraan langsung AS dengan Iran. Ia mengatakan Zarif merupakan sosok pembujuk bagi rezim Iran.
"Saya kira, ia memainkan peran penting dalam usaha meyakinkan banyak negara, khususnya di Eropa, bahwa rezim Iran saat ini bersikap moderat, dan rezim moderat ini berusaha melakukan pendekatan baru dengan Barat,” imbuhnya.
Sementara itu, pemerintahan Trump telah memperpanjang izin pengecualiannya bagi perusahaan-perusahaan Tiongkok, Eropa dan Rusia untuk menggarap proyek-proyek nuklir sipil di fasilitas-fasilitas nuklir Iran tanpa dikenai hukum atau sanksi oleh AS. (VOA)