Kota Jayapura Dilanda Kerusuhan, Dari Protes Ujaran Rasial ke Tuntutan Papua Merdeka
pada tanggal
30 Agustus 2019
JAYAPURA, LELEMUKU.COM - Setelah Manokwari, Sorong, Fakfak, Mimika dan Deiyai dilanda demonstrasi berujung aksi kekerasan yang menelan korban jiwa dan beberapa lainnya luka, hari Kamis (29/08/2019) Kota Jayapura, Provinsi Papua yang dilanda kerusuhan.
Sejumlah kantor dan fasilitas publik, antara lain kantor pos, dan kantor Majelis Rakyat Papua (MRP) dibakar massa. Aksi ini disebut-sebut sebagai lanjutan aksi demonstrasi serupa memprotes ujaran bernada rasial terhadap sekelompok mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur. Tetapi tuntutan aksi di sebagian daerah Papua ini kini justru bergulir menjadi tuntutan untuk merdeka.
“Memang tadi siang terjadi pergerakan massa dari Sentani ke Jayapura, yang jumlahnya ribuan. Dalam perjalanannya, ada sekelompok massa yang melakukan aksi brutal dengan melempari gedung-gedung, bahkan membakar sebagian di antaranya seperti gedung Telkom dan Majelis Rakyat Papua, dan fasilitas-fasilitas tertentu. Tetapi tidak terbakar secara massif,” ungkap Kapuspen TNI Mayjen Sisriadi kepada VOA, Kamis (29/08/2019).
Apakah kondisi keamanan masih terkendali?
"Secara umum di wilayah Papua secara keseluruhan terkendali. Memang ada sebagian daerah seperti di Jayapura yang meletup kerusuhan massa, tetapi secara umum sudah terkendali," paparnya.
Apakah ada peningkatan status keamanan?
“Parsial, artinya tidak seluruhnya sama kami terapkan. Jadi di daerah-daerah saja. Statusnya sih sama tetapi tingkat kesiapsiagaan TNI/Polri yang berbeda-beda. Status keamanannya sama masih relatif terkendali, kecuali di tempat-tempat tertentu di mana terjadi kerusuhan dan aksi brutal."
Maksudnya dengan peningkatan status itu, status keamanan siaga I atau II dstnya Pak?
"Oh tidak ada.TNI/Polri hanya melakukan peningkatan kesiapsiagaan untuk menghadapi massa yang besar. Kami tidak mengenal istilah siaga I, II atau III."
Jadi apa yang dimaksud dengan peningkatan kesiapsiagaan itu? Apakah ada penambahan atau pengerahan pasukan atau peningkatan operasi?
"Oh tidak. Pasukan memang sudah tersebar di seluruh daerah. Yang saya maksud dengan peningkatan kesiapsiagaan itu adalah jika sewaktu-waktu dibutuhkan, mereka siap digerakkan,” ungkap Sisriadi.
Saat ini sudah enam batalyon TNI yang ditempatkan di seluruh Papua, namun untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan seiring gejolak di bumi Cendrawasih itu, tiga SSK (satuan setingkat kompi) telah dikirim ke Papua Barat.
Sisriadi menambahkan, “Ada 300 personil TNI kami kirim kemarin ke Papua Barat – yaitu Manokwari dan Sorong; karena di sana hanya ada satu batalyon TNI yang kurang dapat menghadapi massa yang besar. Jadi pengiriman pasukan baru itu perlu sebagai cadangan pasukan di Manokwari dan Sorong. Tepatnya tiga SSK, masing-masing 100 orang. Mereka kita kirim berdasarkan hasil rapat di Menkopolhukam. Diminta ditambah, jadi kami tambah."
Ini juga di luar jumlah polisi ya?
"Iya. Kami tidak menggunakan rasio jumlah penduduk dan prajurit. Kami menggunakan berapa jumlah yang dibutuhkan dan digelar karena fungsinya-kan pertahanan. Jadi jumlah penduduk tidak jadi acuan. Kalau polisi khan menggunakan rasio jumlah itu. Tetapi kami bekerja rapat dengan Polri untuk mengatasi hal ini.”
Kapuspen TNI juga menegaskan kabar simpang siur tentang jumlah korban tewas dan luka-luka.
“Jadi begini untuk warga sipil hanya luka dua orang, satu kena panah, lainnya luka tembak di kaki. Kita juga belum tahu lainnya karena polisi sedang menyelidiki lainnya.
Tapi Pak Wiranto Kamis siang di DPR bilang ada dua yang tewas.
"Bukan. Yang tewas itu satu personil TNI. Satu personil TNI lainnya luka kena panah. Anggota Polri juga tiga orang luka kena panah dan batu. Tetapi warga sipil tidak ada yang tewas, yang ada 2 orang luka karena kena panah dan luka tembak di kaki. Saya tegaskan, tidak ada warga sipil yang tewas,” tandasnya.
Ambil Tindakan Tegas
Di Purworejo, Presiden Joko Widodo Kamis (29/08/2019) malam melangsungkan konferensi pers singkat menyikapi kondisi di Jayapura. Jokowi kembali menyampaikan instruksi kepada Kapolri Jendral Pol. Tito Karnavian untuk segera mengambil tindakan tegas untuk mengatasi masalah ini.
“Saya juga telah memerintahkan – sebetulnya tadi malam (28/08/2019) sudah saya perintahkan Menkopolhukam ketika rapat bersama Kapolri, Ka BIN dan Panglima TNI – untuk mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun yang melanggar hukum dan pelaku tindakan anarkis dan rasialis,” kata Jokowi.
Jokowi menyerukan warga untuk tenang dan tidak melakukan tindakan anarkis. “Kita semua yang akan rugi apabila fasilitas umum, publik, (fasilitas) masyarakat yang kita bangun bersama jadi rusak atau dirusak,” ujarnya.
Lebih jauh Presiden menggarisbawahi kembali komitmennya untuk terus memajukan Papua, “baik dalam bidang fisik (infrastruktur.red) maupun sumber daya manusia, agar kita semua – khususnya Mama, Mace, Pace, anak-anak Papua – bisa lebih maju dan sejahtera.”
Jokowi sedianya mengadakan pertemuan dengan gubernur dan semua ketua adat, tokoh agama dan kaum muda Papua, tetapi hingga laporan ini disampaikan belum ada kepastian kapan pertemuan akan dilakukan. (VOA-Eva Mazrieva)
Sejumlah kantor dan fasilitas publik, antara lain kantor pos, dan kantor Majelis Rakyat Papua (MRP) dibakar massa. Aksi ini disebut-sebut sebagai lanjutan aksi demonstrasi serupa memprotes ujaran bernada rasial terhadap sekelompok mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur. Tetapi tuntutan aksi di sebagian daerah Papua ini kini justru bergulir menjadi tuntutan untuk merdeka.
“Memang tadi siang terjadi pergerakan massa dari Sentani ke Jayapura, yang jumlahnya ribuan. Dalam perjalanannya, ada sekelompok massa yang melakukan aksi brutal dengan melempari gedung-gedung, bahkan membakar sebagian di antaranya seperti gedung Telkom dan Majelis Rakyat Papua, dan fasilitas-fasilitas tertentu. Tetapi tidak terbakar secara massif,” ungkap Kapuspen TNI Mayjen Sisriadi kepada VOA, Kamis (29/08/2019).
Apakah kondisi keamanan masih terkendali?
"Secara umum di wilayah Papua secara keseluruhan terkendali. Memang ada sebagian daerah seperti di Jayapura yang meletup kerusuhan massa, tetapi secara umum sudah terkendali," paparnya.
Apakah ada peningkatan status keamanan?
“Parsial, artinya tidak seluruhnya sama kami terapkan. Jadi di daerah-daerah saja. Statusnya sih sama tetapi tingkat kesiapsiagaan TNI/Polri yang berbeda-beda. Status keamanannya sama masih relatif terkendali, kecuali di tempat-tempat tertentu di mana terjadi kerusuhan dan aksi brutal."
Maksudnya dengan peningkatan status itu, status keamanan siaga I atau II dstnya Pak?
"Oh tidak ada.TNI/Polri hanya melakukan peningkatan kesiapsiagaan untuk menghadapi massa yang besar. Kami tidak mengenal istilah siaga I, II atau III."
Jadi apa yang dimaksud dengan peningkatan kesiapsiagaan itu? Apakah ada penambahan atau pengerahan pasukan atau peningkatan operasi?
"Oh tidak. Pasukan memang sudah tersebar di seluruh daerah. Yang saya maksud dengan peningkatan kesiapsiagaan itu adalah jika sewaktu-waktu dibutuhkan, mereka siap digerakkan,” ungkap Sisriadi.
Saat ini sudah enam batalyon TNI yang ditempatkan di seluruh Papua, namun untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan seiring gejolak di bumi Cendrawasih itu, tiga SSK (satuan setingkat kompi) telah dikirim ke Papua Barat.
Sisriadi menambahkan, “Ada 300 personil TNI kami kirim kemarin ke Papua Barat – yaitu Manokwari dan Sorong; karena di sana hanya ada satu batalyon TNI yang kurang dapat menghadapi massa yang besar. Jadi pengiriman pasukan baru itu perlu sebagai cadangan pasukan di Manokwari dan Sorong. Tepatnya tiga SSK, masing-masing 100 orang. Mereka kita kirim berdasarkan hasil rapat di Menkopolhukam. Diminta ditambah, jadi kami tambah."
Ini juga di luar jumlah polisi ya?
"Iya. Kami tidak menggunakan rasio jumlah penduduk dan prajurit. Kami menggunakan berapa jumlah yang dibutuhkan dan digelar karena fungsinya-kan pertahanan. Jadi jumlah penduduk tidak jadi acuan. Kalau polisi khan menggunakan rasio jumlah itu. Tetapi kami bekerja rapat dengan Polri untuk mengatasi hal ini.”
Kapuspen TNI juga menegaskan kabar simpang siur tentang jumlah korban tewas dan luka-luka.
“Jadi begini untuk warga sipil hanya luka dua orang, satu kena panah, lainnya luka tembak di kaki. Kita juga belum tahu lainnya karena polisi sedang menyelidiki lainnya.
Tapi Pak Wiranto Kamis siang di DPR bilang ada dua yang tewas.
"Bukan. Yang tewas itu satu personil TNI. Satu personil TNI lainnya luka kena panah. Anggota Polri juga tiga orang luka kena panah dan batu. Tetapi warga sipil tidak ada yang tewas, yang ada 2 orang luka karena kena panah dan luka tembak di kaki. Saya tegaskan, tidak ada warga sipil yang tewas,” tandasnya.
Ambil Tindakan Tegas
Di Purworejo, Presiden Joko Widodo Kamis (29/08/2019) malam melangsungkan konferensi pers singkat menyikapi kondisi di Jayapura. Jokowi kembali menyampaikan instruksi kepada Kapolri Jendral Pol. Tito Karnavian untuk segera mengambil tindakan tegas untuk mengatasi masalah ini.
“Saya juga telah memerintahkan – sebetulnya tadi malam (28/08/2019) sudah saya perintahkan Menkopolhukam ketika rapat bersama Kapolri, Ka BIN dan Panglima TNI – untuk mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun yang melanggar hukum dan pelaku tindakan anarkis dan rasialis,” kata Jokowi.
Jokowi menyerukan warga untuk tenang dan tidak melakukan tindakan anarkis. “Kita semua yang akan rugi apabila fasilitas umum, publik, (fasilitas) masyarakat yang kita bangun bersama jadi rusak atau dirusak,” ujarnya.
Lebih jauh Presiden menggarisbawahi kembali komitmennya untuk terus memajukan Papua, “baik dalam bidang fisik (infrastruktur.red) maupun sumber daya manusia, agar kita semua – khususnya Mama, Mace, Pace, anak-anak Papua – bisa lebih maju dan sejahtera.”
Jokowi sedianya mengadakan pertemuan dengan gubernur dan semua ketua adat, tokoh agama dan kaum muda Papua, tetapi hingga laporan ini disampaikan belum ada kepastian kapan pertemuan akan dilakukan. (VOA-Eva Mazrieva)