Melirik Perubahan Gaya Hidup Baru Masyarakat di Lermatan
pada tanggal
05 Agustus 2019
SAUMLAKI, LELEMUKU.COM – Desa Lermatan, Kecamatan Tanimbar Selatan (Tansel), Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku dalam beberapa waktu terakhir ini menjadi sorotan ketika pengusaha asal Saumlaki, Agus Theodorus menyatakan niatnya ingin membeli beberapa bidang tanah di desa tua yang digadang-gadang menjadi lokasi pembangunan fasilitas kilang darat dari proyek Blok Masela di Tanimbar.
Tawaran menggiurkan ini ditanggapi positif sebagian besar elemen masyarakat desa yang menilai hal ini merupakan kesempatan langka yang tidak boleh disia-siakan. Alhasil berbagai elemen masyarakat dengan ikhlas menyerahkan sebagian tanah mereka untuk dijual ke pemilik beberapa perusahaan terkemuka di Tanimbar itu dengan nominal mulai dari Rp7,000 hingga Rp10,000 per meter.
Dampak dari pembelian secara besar-besaran ini terlihat dari cara hidup masyarakat desa yang sebelumnya bercocok tanam dan melaut, kini beralih dan berfokus pada upaya mendapatkan hasil sebesar-besarnya dari upaya menjual tanah kepada pengusaha dan pihak-pihak yang ingin membeli.
Dari hasil penjualan itu, masyarakat mulai membangun rumah masing-masing, membeli kendaraan sebagai sarana transportasi dan memborong berbagai kebutuhan serta berbagai perlengkapan yang selama ini tidak dapat dibeli.
Menurut Ketua Majelis Jemaat Gereja Protestan Maluku (GPM) Lermatan Jemaat Bethel, Pdt. Karel F. Laritmas, S.Si perubahan ini dinilai positif, sebab memberikan semangat baru kepada masyarakat
dalam melihat peluang-peluang baru yang selama ini tidak dilihat.
“Ada peningkatan taraf hidup jemaat, dari yang tidak mampu sekarang jadi mampu. Perubahan-perubahan ini musti disikapi dari gereja bukan hanya mempersiapkan mental spiritual mereka untuk menghadapi perubahan tetapi juga jangan sampai mereka tergilas dengan adanya ekonomi meningkat, sebab akan berdampak bagi pertumbuhan iman,” ujar dia pada Minggu (04/08/2019) siang.
Perubahan paling menonjol, menurut dia adalah disisi pertanian dan perikanan yang dalam waktu singkat sudah ditinggalkan oleh warga desa.
“Bidang-bidang usaha perikanan dan perkebunan sudah tidak lagi dimanfaatkan dengan baik, tenaga-tenaga yang disiapkan untuk ke laut dan darat sudah tidak ada. Semua jaring yang berpotensi untuk medapatkan ikan di laut itu sudah tidak lagi. Sebab kini mereka hanya mengharapkan pasokan dari luar, seperti Latdalam, Bomaki dan Saumlaki,” ujar dia.
Sebagai pelayan untuk warga Lermatan, Pendeta Laritmas menyatakan perubahan gaya hidup ini merupakan tantangan bagi gereja. Tantangan ini harus dirangkul untuk dapat dimanfaatkan demi kebaikan bersama. Sebab gereja memili harapan, masyarakat bisa mengikuti perkembangan zaman tetapi tidak terpengaruh hingga masalah iman dan mental.
“Yang gereja saat ini buat adalah bagaimana kita mempersiapkan masyarakat, terutama warga jemaat untuk menghadapi hal itu. Jangan sampai dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang meningkat secara tiba-tiba masyarakat juga tidak mampu mengelola berkat yang diterima. Pada akhirnya perubahan itu malah bisa menggilas masyarakat sehingga jadi mundur dan tidak berkembang,” kata dia.
Dikatakan selain suara kenabian yang memberi kabar kebenaran, gereja juga berperan sebagai wadah pemberdayaan masyarakat, terutama bagi jemaat yang dibina. Sehingga Laritmas menyatakan gereja juga ingin mengajak warga Lermatan agar memanfaatkan berkat yang mereka terima dengan melakukan hal-hal yang menguntungkan dan berfaedah bagi semua.
“Gereja juga meminta polisi untuk turun untuk dan memberikan sosialisasi penggunaan jasa angkutan, sehingga masyarakat mampu untuk sadar hukum dalam mengendarai motor yang mereka beli.Terutama yang dibawah umur, sebab kebanyakan anak sekolah yang melakukan pelanggaran lalu lintas,” paparnya.
Sementara itu gereja juga berupaya mengajak jemaat untuk menabung dari uang diterima. Agar uang tersebut dapat dikelola untuk lahan-lahan yang belum dijual.
“Ada sebagian besar juga lahan pertanian yang belum dijual. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk pertanian. Kami selalu ajak jemaat untuk selalu mengolah lahan yang ada agar dijadikan lahan pertanian, sambil dulu dikelola sambil menunggu kehadiran Inpex,” jelas Pendeta Laritmas.
Namun dari adanya pertumbuhan ekonomi ini, satu hal yang menjadi beban berat gereja, yakni masyarakat yang sudah jarang beribadah. Sebab perhatian warga desa Lermatan saat ini hanya terpaku pada uang yang didapat dari penjualan tanah termasuk rencana pelepasan Pulau Nustual beberapa waktu lalu.
“Meski masih banyak yang datang beribadah, masih ada yang perlahan-lahan sudah tidak ibadah. Mereka sudah tidak takut dan lupa Tuhan, sebab uang juga melunturkan iman. Saya takut, besok-besok mereka bisa melupakan identitas, jati diri dan sejarah mereka sebagai orang Lermatan,” tutup dia.
Sebelumnya pada Juli lalu, pengusaha Agus Theodorus berencana membeli tanah di Pulau Nustual atau Tanjung Tual milik Desa Lermatan tersebut dengan 4 syarat akan dinilai akan memberikan manfaat besar untuk kepentingan masyarakat desa.
Menurut kepala desa (kades) Lermatan, Jantje Rangkoly pulau tersebut siap untuk dijual. Hal ini berdasar atas kesepakatan bersama masyarakat desa yang dilakukan di Balai Desa Lermatan pada Minggu, 7 Juli 2019 lalu.
“Pulau itu bukan milik marga atau soa tetapi milik desa. Karena sesuai dengan keputusan jaman Belanda, Nustual dan Nustabung adalah milik Desa Lermatang bukan milik soa atau milik marga. Pengambilan keputusannya untuk dijual juga disetujui oleh masyarakat desa secara aklamasi,” ujar dia pada Kamis (11/06/2019).
Dikatakan, kesepakatan bersama antara masyarakat desa dengan Theodorus ini capai setelah masyarakat mendapatkan penjelasan lebih rinci terkait keuntungan yang didapat jika tanah tersebut dilepaskan kepada pengusaha tersebut. Terutama terkait tunjangan pendidikan yang dijanjikan akan dirasakan oleh seluruh pelajar dan mahasiswa asal desa tersebut.
“Karena juga ada berbagai macam pertimbangan-pertimbangan akhirnya terjadi tarik-menarik. Awalnya terjadi tolak-menolak, tetapi pada akhirnya kesepakatan yang dibangun bahwa semua anak-anak kalau mau melanjutkan ke perguruan tinggi entah itu di Saumlaki atau dimana saja, S1 kalau selesai dan mau ambil S2 sampai S3 silahkan, dia akan memberi bantuan. Nanti pemdes punya kewajiban untuk mendatakan anak-anak negeri supaya dibawah ke Pak Agus untuk nantinya ditransfer ke rekening masing-masing,” jelas kades.
Rangkoly menyatakan dengan harga Rp10,000 per 1 meter persegi, masyarakat desa siap melepaskan pulau dengan luas mencapai 4km atau 400 hektar tersebut. Sebab Theodorus berjanji akan memperhatikan kebutuhan pendidikan generasi muda desa tersebut tanpa batas jangka waktu.
“Beasiswa itu bukan saja diberikan di generasi ini tetapi sepanjang dia masih menggunakan pulau itu dari generasi ke generasi,” tambah dia.
Persyaratan yang kedua yang siap dipenuhi Theodorus ungkap kades adalah niat pengusaha tersebut dalam membantu membangun sarana dan prasarana publik yang selama ini belum tuntas dibangun.
Selanjutnya dalam syarat tersebut, ia diwajibkan mempersiapkan pusat pelatihan yang setara dengan balai latihan kerja (BLK) yang berfokus pada pengembangan tenaga siap pakai dari desa Lermatan.
Selanjutnya Theodorus juga akan mendukung pengembangan ekonomi masyarakat melalui keterlibatan warga Lermatang dalam usaha berjualan mereka sehari-hari untuk pemenuhan kebutuhan makan dan minum saat dilaksanakannya pembangunan di pulau tersebut. Termasuk pula merekrut tenaga kerja dari desa tersebut.
“Ketika Pak Agus punya usaha sana jalan, mungkin masyarakat ibu-ibu mau pergi jualan sayur disana, bisa nelayan juga bisa jual ikan disana atau mau buat warung-warung kecil disitu atau kios-kios silahkan. Kemudian anak-anak Lermartang juga akan dipekerjakan di tempat usahanya,” bilang dia.
Namun rencana ini kemudian dibatalkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tanimbar, melalui Bupati Petrus Fatlolon yang menyatakan bahwa pihaknya berhak untuk menghentikan proses jual beli tanah tanpa ijin resmi dari pemerintah.
“Saya sudah menyurat kepada Kades Lermatang untuk menghentikan proses penjualan tanah di Lermatang dan yang melarang tidak boleh ada masyarakat menjual tanah ke pihak lain tanpa ijin resmi dari Pemda. Termasuk pulau yang masyarakat mau jual sudah kita larang tidak boleh dijual,” ungkap Bupati pada Jumat (27/07/2019)
Dikatakan, untuk lahan yang sudah dijual sebelum surat pelarangan dikeluarkan, ia mempersilahkan untuk pembayarannya diselesaikan oleh pihak pembeli.
“Kalau yang sudah terlanjur dijual, karena itu kan sudah ada duit miliaran rupiah yang masyarakat terima, jadi tidak mungkin dikembalikan. Tetapi untuk ke depannya sudah kita larang,” ujar dia.
Kepada Presiden Direktur Inpex Masela. Ltd yang baru, Akihiro Watanabe, Bupati Fatlolon menyatakan bahwa sekitar 300 hektar tanah di Lermatan sebagai lokasi ideal pembangunan infrastruktur proyek strategis nasional tersebut telah terjual kepada pihak tertentu. Pihaknya khawatir hal ini akan berdampak pada proses pembangunan fasilitas darat di Pulau Yamdena.
Ia mendesak, agar Inpex mempercepat pengadaan lahan, mengingat rencana pembangunan atau plant of development (POD) Blok Masela telah ditandatangani Pemerintah dan disetujui Presiden Jokowi.
“Saya berharap dapat dibentuk tim yang melibatkan pihak SKK Migas, Inpex Masela Ltd dan Pemda untuk menetapkan batas-batas lahan yang diperlukan untuk pembangunan, agar lahan tersebut tidak dipindahtangankan dan juga dialihfungsikan oleh pihak-pihak tertentu. Sebab pemda telah berupaya untuk memberikan pemahaman kepada Pemerintah Desa dan masyarakat agar tidak lagi menjual tanah khususnya di Desa Lermatan dan beberapa desa terdekat,” tutup Bupati. (Albert Batlayeri)
Tawaran menggiurkan ini ditanggapi positif sebagian besar elemen masyarakat desa yang menilai hal ini merupakan kesempatan langka yang tidak boleh disia-siakan. Alhasil berbagai elemen masyarakat dengan ikhlas menyerahkan sebagian tanah mereka untuk dijual ke pemilik beberapa perusahaan terkemuka di Tanimbar itu dengan nominal mulai dari Rp7,000 hingga Rp10,000 per meter.
Dampak dari pembelian secara besar-besaran ini terlihat dari cara hidup masyarakat desa yang sebelumnya bercocok tanam dan melaut, kini beralih dan berfokus pada upaya mendapatkan hasil sebesar-besarnya dari upaya menjual tanah kepada pengusaha dan pihak-pihak yang ingin membeli.
Dari hasil penjualan itu, masyarakat mulai membangun rumah masing-masing, membeli kendaraan sebagai sarana transportasi dan memborong berbagai kebutuhan serta berbagai perlengkapan yang selama ini tidak dapat dibeli.
Menurut Ketua Majelis Jemaat Gereja Protestan Maluku (GPM) Lermatan Jemaat Bethel, Pdt. Karel F. Laritmas, S.Si perubahan ini dinilai positif, sebab memberikan semangat baru kepada masyarakat
dalam melihat peluang-peluang baru yang selama ini tidak dilihat.
“Ada peningkatan taraf hidup jemaat, dari yang tidak mampu sekarang jadi mampu. Perubahan-perubahan ini musti disikapi dari gereja bukan hanya mempersiapkan mental spiritual mereka untuk menghadapi perubahan tetapi juga jangan sampai mereka tergilas dengan adanya ekonomi meningkat, sebab akan berdampak bagi pertumbuhan iman,” ujar dia pada Minggu (04/08/2019) siang.
Perubahan paling menonjol, menurut dia adalah disisi pertanian dan perikanan yang dalam waktu singkat sudah ditinggalkan oleh warga desa.
“Bidang-bidang usaha perikanan dan perkebunan sudah tidak lagi dimanfaatkan dengan baik, tenaga-tenaga yang disiapkan untuk ke laut dan darat sudah tidak ada. Semua jaring yang berpotensi untuk medapatkan ikan di laut itu sudah tidak lagi. Sebab kini mereka hanya mengharapkan pasokan dari luar, seperti Latdalam, Bomaki dan Saumlaki,” ujar dia.
Sebagai pelayan untuk warga Lermatan, Pendeta Laritmas menyatakan perubahan gaya hidup ini merupakan tantangan bagi gereja. Tantangan ini harus dirangkul untuk dapat dimanfaatkan demi kebaikan bersama. Sebab gereja memili harapan, masyarakat bisa mengikuti perkembangan zaman tetapi tidak terpengaruh hingga masalah iman dan mental.
“Yang gereja saat ini buat adalah bagaimana kita mempersiapkan masyarakat, terutama warga jemaat untuk menghadapi hal itu. Jangan sampai dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang meningkat secara tiba-tiba masyarakat juga tidak mampu mengelola berkat yang diterima. Pada akhirnya perubahan itu malah bisa menggilas masyarakat sehingga jadi mundur dan tidak berkembang,” kata dia.
Dikatakan selain suara kenabian yang memberi kabar kebenaran, gereja juga berperan sebagai wadah pemberdayaan masyarakat, terutama bagi jemaat yang dibina. Sehingga Laritmas menyatakan gereja juga ingin mengajak warga Lermatan agar memanfaatkan berkat yang mereka terima dengan melakukan hal-hal yang menguntungkan dan berfaedah bagi semua.
“Gereja juga meminta polisi untuk turun untuk dan memberikan sosialisasi penggunaan jasa angkutan, sehingga masyarakat mampu untuk sadar hukum dalam mengendarai motor yang mereka beli.Terutama yang dibawah umur, sebab kebanyakan anak sekolah yang melakukan pelanggaran lalu lintas,” paparnya.
Sementara itu gereja juga berupaya mengajak jemaat untuk menabung dari uang diterima. Agar uang tersebut dapat dikelola untuk lahan-lahan yang belum dijual.
“Ada sebagian besar juga lahan pertanian yang belum dijual. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk pertanian. Kami selalu ajak jemaat untuk selalu mengolah lahan yang ada agar dijadikan lahan pertanian, sambil dulu dikelola sambil menunggu kehadiran Inpex,” jelas Pendeta Laritmas.
Namun dari adanya pertumbuhan ekonomi ini, satu hal yang menjadi beban berat gereja, yakni masyarakat yang sudah jarang beribadah. Sebab perhatian warga desa Lermatan saat ini hanya terpaku pada uang yang didapat dari penjualan tanah termasuk rencana pelepasan Pulau Nustual beberapa waktu lalu.
“Meski masih banyak yang datang beribadah, masih ada yang perlahan-lahan sudah tidak ibadah. Mereka sudah tidak takut dan lupa Tuhan, sebab uang juga melunturkan iman. Saya takut, besok-besok mereka bisa melupakan identitas, jati diri dan sejarah mereka sebagai orang Lermatan,” tutup dia.
Sebelumnya pada Juli lalu, pengusaha Agus Theodorus berencana membeli tanah di Pulau Nustual atau Tanjung Tual milik Desa Lermatan tersebut dengan 4 syarat akan dinilai akan memberikan manfaat besar untuk kepentingan masyarakat desa.
Menurut kepala desa (kades) Lermatan, Jantje Rangkoly pulau tersebut siap untuk dijual. Hal ini berdasar atas kesepakatan bersama masyarakat desa yang dilakukan di Balai Desa Lermatan pada Minggu, 7 Juli 2019 lalu.
“Pulau itu bukan milik marga atau soa tetapi milik desa. Karena sesuai dengan keputusan jaman Belanda, Nustual dan Nustabung adalah milik Desa Lermatang bukan milik soa atau milik marga. Pengambilan keputusannya untuk dijual juga disetujui oleh masyarakat desa secara aklamasi,” ujar dia pada Kamis (11/06/2019).
Dikatakan, kesepakatan bersama antara masyarakat desa dengan Theodorus ini capai setelah masyarakat mendapatkan penjelasan lebih rinci terkait keuntungan yang didapat jika tanah tersebut dilepaskan kepada pengusaha tersebut. Terutama terkait tunjangan pendidikan yang dijanjikan akan dirasakan oleh seluruh pelajar dan mahasiswa asal desa tersebut.
“Karena juga ada berbagai macam pertimbangan-pertimbangan akhirnya terjadi tarik-menarik. Awalnya terjadi tolak-menolak, tetapi pada akhirnya kesepakatan yang dibangun bahwa semua anak-anak kalau mau melanjutkan ke perguruan tinggi entah itu di Saumlaki atau dimana saja, S1 kalau selesai dan mau ambil S2 sampai S3 silahkan, dia akan memberi bantuan. Nanti pemdes punya kewajiban untuk mendatakan anak-anak negeri supaya dibawah ke Pak Agus untuk nantinya ditransfer ke rekening masing-masing,” jelas kades.
Rangkoly menyatakan dengan harga Rp10,000 per 1 meter persegi, masyarakat desa siap melepaskan pulau dengan luas mencapai 4km atau 400 hektar tersebut. Sebab Theodorus berjanji akan memperhatikan kebutuhan pendidikan generasi muda desa tersebut tanpa batas jangka waktu.
“Beasiswa itu bukan saja diberikan di generasi ini tetapi sepanjang dia masih menggunakan pulau itu dari generasi ke generasi,” tambah dia.
Persyaratan yang kedua yang siap dipenuhi Theodorus ungkap kades adalah niat pengusaha tersebut dalam membantu membangun sarana dan prasarana publik yang selama ini belum tuntas dibangun.
Selanjutnya dalam syarat tersebut, ia diwajibkan mempersiapkan pusat pelatihan yang setara dengan balai latihan kerja (BLK) yang berfokus pada pengembangan tenaga siap pakai dari desa Lermatan.
Selanjutnya Theodorus juga akan mendukung pengembangan ekonomi masyarakat melalui keterlibatan warga Lermatang dalam usaha berjualan mereka sehari-hari untuk pemenuhan kebutuhan makan dan minum saat dilaksanakannya pembangunan di pulau tersebut. Termasuk pula merekrut tenaga kerja dari desa tersebut.
“Ketika Pak Agus punya usaha sana jalan, mungkin masyarakat ibu-ibu mau pergi jualan sayur disana, bisa nelayan juga bisa jual ikan disana atau mau buat warung-warung kecil disitu atau kios-kios silahkan. Kemudian anak-anak Lermartang juga akan dipekerjakan di tempat usahanya,” bilang dia.
Namun rencana ini kemudian dibatalkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tanimbar, melalui Bupati Petrus Fatlolon yang menyatakan bahwa pihaknya berhak untuk menghentikan proses jual beli tanah tanpa ijin resmi dari pemerintah.
“Saya sudah menyurat kepada Kades Lermatang untuk menghentikan proses penjualan tanah di Lermatang dan yang melarang tidak boleh ada masyarakat menjual tanah ke pihak lain tanpa ijin resmi dari Pemda. Termasuk pulau yang masyarakat mau jual sudah kita larang tidak boleh dijual,” ungkap Bupati pada Jumat (27/07/2019)
Dikatakan, untuk lahan yang sudah dijual sebelum surat pelarangan dikeluarkan, ia mempersilahkan untuk pembayarannya diselesaikan oleh pihak pembeli.
“Kalau yang sudah terlanjur dijual, karena itu kan sudah ada duit miliaran rupiah yang masyarakat terima, jadi tidak mungkin dikembalikan. Tetapi untuk ke depannya sudah kita larang,” ujar dia.
Kepada Presiden Direktur Inpex Masela. Ltd yang baru, Akihiro Watanabe, Bupati Fatlolon menyatakan bahwa sekitar 300 hektar tanah di Lermatan sebagai lokasi ideal pembangunan infrastruktur proyek strategis nasional tersebut telah terjual kepada pihak tertentu. Pihaknya khawatir hal ini akan berdampak pada proses pembangunan fasilitas darat di Pulau Yamdena.
Ia mendesak, agar Inpex mempercepat pengadaan lahan, mengingat rencana pembangunan atau plant of development (POD) Blok Masela telah ditandatangani Pemerintah dan disetujui Presiden Jokowi.
“Saya berharap dapat dibentuk tim yang melibatkan pihak SKK Migas, Inpex Masela Ltd dan Pemda untuk menetapkan batas-batas lahan yang diperlukan untuk pembangunan, agar lahan tersebut tidak dipindahtangankan dan juga dialihfungsikan oleh pihak-pihak tertentu. Sebab pemda telah berupaya untuk memberikan pemahaman kepada Pemerintah Desa dan masyarakat agar tidak lagi menjual tanah khususnya di Desa Lermatan dan beberapa desa terdekat,” tutup Bupati. (Albert Batlayeri)