Mohammad Nasir Ungkap Perguruan Tinggi Indonesia akan Dipimpin Rektor Asing
pada tanggal
15 Agustus 2019
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Kemenristekdikti menargetkan pada 2020 sudah ada perguruan tinggi negeri (PTN) yang dipimpin rektor terbaik luar negeri dan pada tahun 2024 akan ditambah menjadi lima PTN. Menristekdikti Mohammad Nasir menjelaskan langkah ini diambil untuk menjadikan perguruan tinggi di Indonesia bisa berstandar internasional, dan masuk daftar 100 perguruan tinggi terbaik di dunia.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan wacana rektor asing ini jangan dipandang negatif terlebih dahulu. Pemerintah, kata Moeldoko, menginginkan perguruan tinggi di Indonesia bisa bersaing dengan univesitas terbaik di dunia dan pada akhirnya para lulusannya bisa bersaing di ranah global yang semakin ketat ini.
“Alasannya, competitiveness ini semakin luar biasa di lingkungan global, untuk itu maknai bahwa upaya menghadirkan rektor asing itu dalam rangka upaya competitiveness, membangun kompetisi global, tidak ada tujuan yang lain. Tujuan utama adalah bagaimana membangun persaingan global, kalau nanti rektor-rektor itu ternyata di sebelahnya ada rektor asing di sini maka akan malu kalau kalah dengan rektor asing,” ungkap Moeldoko, di Jakarta, Rabu (14/08/2019).
Ketika ditanyakan kapan rektor asing tersebut akan didatangkan, Moeldoko menjawab hal tersebut masih digodok oleh Kemenrsitekdikti. Sebagai langkah awal, akan ada salah satu perguruan tinggi swasta yang dipimpin oleh rektor asing. Namun masih belum diketahui univesitas mana yang akan dituju, ujanrya. Selain itu, Moeldoko mengatakan rektor asing tersebut akan didatangkan dari kawasan Asia, dan asal negaranya akan diumumkan lebih lanjut.
Dia menegaskan, wacana “impor” rektor asing ini bukan berarti bahwa rektor yang berasal dari Indonesia tidak berkualitas bagus. Ia menilai, justru dengan adanya rektor asing tersebut akan semakin menumbuhkan semangat rektor Indonesia dalam memimpin dan melakukan pembaharuan di universitas yang dipimpinnya agar lebih baik lagi ke depannya.
“Maknai itu sebagai membangun kompetisi. Jangan dibilang ‘oh berarti rektor Indonesia dianggap tidak hebat?’ Jangan. Akan hebat lagi kalau di sampingnya ada yang perlu diajak lari. Kalau saya pelari, saya merasa 10 menit sudah hebat, tapi kok begitu sebelah saya ini mencapai sembilan koma sekian menit, saya akan latihan lagi, untuk lebih hebat lagi,” tegasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani. Ia mengatakan hal ini dilakukan pemerintah agar universitas di Indonesia bisa lebih baik lagi dari saat ini, dan memiliki pemikiran yang lebih maju lagi ke depan. Menurutnya hal tersebut penting untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul.
“Kita juga harus melihat hal-hal yang terkait dengan itu. Semangatnya, bagaimana universitas itu bisa lebih baik daripada sekarang, kenapa kemudian kita tidak mencoba untuk bisa mempunyai pemikiran yang lebih maju. Tentu saja itu harus dilihat lagi, konsekuensi dan manfaat ke depannya seperti apa. (Concernnya?) Yang pasti ke depan itu kan fokus dari pemerintah adalah SDM yang lebih unggul. Manusia Indonesia yang lebih berdaya dan bisa mempunyai kompetensi yang lebih baik, bagaimana menuju ke arah sana,” ujar Puan.
Namun menurut, Guru Besar FEUI Rhenald Kasali wacana “impor” rektor asing yang dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo seharusnya menjadi tantangan tersendiri, bagaimana perguruan tinggi di Indonesia bisa mencetak rektor terbaik berstandar internasional. Pasalnya, berdasarkan pengamatannya pada saat ini, rektor yang memimpin baik PTN dan PTS di Indonesia kurang bisa melakukan pembaharuan dalam pendidikan, sehingga Presiden Jokowi mengatakan bahwa pendidikan yang ada pada saat ini cenderung monoton.
“Maka ini challenge untuk melahirkan rektor-rektor yang berkualitas saat ini, majelis wali amanat dan sebagainya harus bisa mendapat kader-kader yang mau bagus, berani mencari rektor dengan cara yang baru. Itu tantangannya. Belakangan ini, beberapa waktu yang lalu ada syarat harus memiliki jiwa kewirausahaan. Bukan berarti dia pedagang, tapi dia memiliki kemauan untuk melakukan perubahan. Tetapi belakangan ini syarat itu tidak ada lagi, dan warga kampus lebih sering memilih yang sama seperti mereka, di antara mereka, yang mengakibatkan lebih banyak rektor hanya menjalankan pekerjaan administratif di bangkunya, tidak ada pembaharuan. Itulah kritik Presiden, dikatakan pendidikan di Indonesia monoton. Nah, wajar kan dikasih tantangan,” ujar Rhenald.
Selain itu, kata Rhenald, tantangan bagi rektor asing untuk dapat memimpin sebuah univestitas juga tidak kalah beratnya, yaitu apakah ia cukup paham dan menguasai keadaan di Indonesia, dan apakah rektor tersebut bisa beradaptasi dengan baik. Selain itu yang menjadi masalah adalah gaji untuk rektor asing tersebut. Menurut Rhenald, sudah pasti bayaran untuk rektor asing tersebut sangat tinggi.
Sekarang ini, tinggal bagaimana Kemenristekdikti dan universitas bisa melakukan transformasi sehingga PTN dan PTS di Indonesia bisa memiliki standar internasional. (VOA)
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan wacana rektor asing ini jangan dipandang negatif terlebih dahulu. Pemerintah, kata Moeldoko, menginginkan perguruan tinggi di Indonesia bisa bersaing dengan univesitas terbaik di dunia dan pada akhirnya para lulusannya bisa bersaing di ranah global yang semakin ketat ini.
“Alasannya, competitiveness ini semakin luar biasa di lingkungan global, untuk itu maknai bahwa upaya menghadirkan rektor asing itu dalam rangka upaya competitiveness, membangun kompetisi global, tidak ada tujuan yang lain. Tujuan utama adalah bagaimana membangun persaingan global, kalau nanti rektor-rektor itu ternyata di sebelahnya ada rektor asing di sini maka akan malu kalau kalah dengan rektor asing,” ungkap Moeldoko, di Jakarta, Rabu (14/08/2019).
Ketika ditanyakan kapan rektor asing tersebut akan didatangkan, Moeldoko menjawab hal tersebut masih digodok oleh Kemenrsitekdikti. Sebagai langkah awal, akan ada salah satu perguruan tinggi swasta yang dipimpin oleh rektor asing. Namun masih belum diketahui univesitas mana yang akan dituju, ujanrya. Selain itu, Moeldoko mengatakan rektor asing tersebut akan didatangkan dari kawasan Asia, dan asal negaranya akan diumumkan lebih lanjut.
Dia menegaskan, wacana “impor” rektor asing ini bukan berarti bahwa rektor yang berasal dari Indonesia tidak berkualitas bagus. Ia menilai, justru dengan adanya rektor asing tersebut akan semakin menumbuhkan semangat rektor Indonesia dalam memimpin dan melakukan pembaharuan di universitas yang dipimpinnya agar lebih baik lagi ke depannya.
“Maknai itu sebagai membangun kompetisi. Jangan dibilang ‘oh berarti rektor Indonesia dianggap tidak hebat?’ Jangan. Akan hebat lagi kalau di sampingnya ada yang perlu diajak lari. Kalau saya pelari, saya merasa 10 menit sudah hebat, tapi kok begitu sebelah saya ini mencapai sembilan koma sekian menit, saya akan latihan lagi, untuk lebih hebat lagi,” tegasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani. Ia mengatakan hal ini dilakukan pemerintah agar universitas di Indonesia bisa lebih baik lagi dari saat ini, dan memiliki pemikiran yang lebih maju lagi ke depan. Menurutnya hal tersebut penting untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul.
“Kita juga harus melihat hal-hal yang terkait dengan itu. Semangatnya, bagaimana universitas itu bisa lebih baik daripada sekarang, kenapa kemudian kita tidak mencoba untuk bisa mempunyai pemikiran yang lebih maju. Tentu saja itu harus dilihat lagi, konsekuensi dan manfaat ke depannya seperti apa. (Concernnya?) Yang pasti ke depan itu kan fokus dari pemerintah adalah SDM yang lebih unggul. Manusia Indonesia yang lebih berdaya dan bisa mempunyai kompetensi yang lebih baik, bagaimana menuju ke arah sana,” ujar Puan.
Namun menurut, Guru Besar FEUI Rhenald Kasali wacana “impor” rektor asing yang dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo seharusnya menjadi tantangan tersendiri, bagaimana perguruan tinggi di Indonesia bisa mencetak rektor terbaik berstandar internasional. Pasalnya, berdasarkan pengamatannya pada saat ini, rektor yang memimpin baik PTN dan PTS di Indonesia kurang bisa melakukan pembaharuan dalam pendidikan, sehingga Presiden Jokowi mengatakan bahwa pendidikan yang ada pada saat ini cenderung monoton.
“Maka ini challenge untuk melahirkan rektor-rektor yang berkualitas saat ini, majelis wali amanat dan sebagainya harus bisa mendapat kader-kader yang mau bagus, berani mencari rektor dengan cara yang baru. Itu tantangannya. Belakangan ini, beberapa waktu yang lalu ada syarat harus memiliki jiwa kewirausahaan. Bukan berarti dia pedagang, tapi dia memiliki kemauan untuk melakukan perubahan. Tetapi belakangan ini syarat itu tidak ada lagi, dan warga kampus lebih sering memilih yang sama seperti mereka, di antara mereka, yang mengakibatkan lebih banyak rektor hanya menjalankan pekerjaan administratif di bangkunya, tidak ada pembaharuan. Itulah kritik Presiden, dikatakan pendidikan di Indonesia monoton. Nah, wajar kan dikasih tantangan,” ujar Rhenald.
Selain itu, kata Rhenald, tantangan bagi rektor asing untuk dapat memimpin sebuah univestitas juga tidak kalah beratnya, yaitu apakah ia cukup paham dan menguasai keadaan di Indonesia, dan apakah rektor tersebut bisa beradaptasi dengan baik. Selain itu yang menjadi masalah adalah gaji untuk rektor asing tersebut. Menurut Rhenald, sudah pasti bayaran untuk rektor asing tersebut sangat tinggi.
Sekarang ini, tinggal bagaimana Kemenristekdikti dan universitas bisa melakukan transformasi sehingga PTN dan PTS di Indonesia bisa memiliki standar internasional. (VOA)