Terkait Fintech Nakal, Polri Tangani 6 Kasus Pencemaran Nama Baik
pada tanggal
03 Agustus 2019
JAKARTA, LELMUKU.COM - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri sedang menangani enam kasus dugaan pencemaran nama baik terkait perusahaan financial technology atau fintech “nakal”. Dugaan pencemaran nama baik tersebut terkait penagihan tanpa etika yang dilakukan desk collector, sebutan untuk debt collector atau penagih utang versi fintech.
“Yang lainnya masih dalam proses karena lebih mengarah kepada pencemaran nama baik sesuai dengan Pasal 27 Ayat 3 UU ITE,” jelas Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol. Rickynaldo Chairul.
Kombes Pol. Rickynaldo Chairul mengatakan, bahwa regulasi untuk menjerat fintech “nakal” masih terbatas. Saat ini, Polri baru bisa mengoptimalkan penggunaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik saja. Itu pun, tak seluruhnya aktivitas ilegal perusahaan fintech dapat dijerat hukum. Terdapat sekitar tujuh dugaan tindak pidana yang dapat dijerat menggunakan UU ITE. Ketujuhnya yakni penyadapan data, penyebaran data pribadi, pengiriman gambar-gambar porno, pencemaran nama baik, pengancaman, manipulasi data, dan akses ilegal.
Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengimbau para korban agar melapor kepada polisi. Karena belum banyak yang mau melapor, aparat kepolisian juga mendatangi para korban untuk membantu membuat laporan polisi.
“Kendalanya para peminjam ini tidak mau melaporkan secara langsung, atau menunjuk kuasanya membuat laporan kepolisian,” ucap Rickynaldo. “Sehingga kami berusaha jemput bola dengan mencari para korban untuk kita bantu membuat laporan polisi,” ujar dia. (HumasPolri)
“Yang lainnya masih dalam proses karena lebih mengarah kepada pencemaran nama baik sesuai dengan Pasal 27 Ayat 3 UU ITE,” jelas Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol. Rickynaldo Chairul.
Kombes Pol. Rickynaldo Chairul mengatakan, bahwa regulasi untuk menjerat fintech “nakal” masih terbatas. Saat ini, Polri baru bisa mengoptimalkan penggunaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik saja. Itu pun, tak seluruhnya aktivitas ilegal perusahaan fintech dapat dijerat hukum. Terdapat sekitar tujuh dugaan tindak pidana yang dapat dijerat menggunakan UU ITE. Ketujuhnya yakni penyadapan data, penyebaran data pribadi, pengiriman gambar-gambar porno, pencemaran nama baik, pengancaman, manipulasi data, dan akses ilegal.
Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengimbau para korban agar melapor kepada polisi. Karena belum banyak yang mau melapor, aparat kepolisian juga mendatangi para korban untuk membantu membuat laporan polisi.
“Kendalanya para peminjam ini tidak mau melaporkan secara langsung, atau menunjuk kuasanya membuat laporan kepolisian,” ucap Rickynaldo. “Sehingga kami berusaha jemput bola dengan mencari para korban untuk kita bantu membuat laporan polisi,” ujar dia. (HumasPolri)