Hasil Konsultasi DPRD di 2 Kementerian, Diduga Gagal di Paripurna Internal
pada tanggal
10 September 2019
SAUMLAKI, LELEMUKU.COM - Hasil konsultasi yang dilaksanakan 25 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku dengan 2 kementerian yakni Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada hari Senin (02/09/2019) dan Selasa (03/09/2019) lalu diduga gagal dibahas dalam paripurna internal di ruang Sidang 2 DPRD Tanimbar di Jalan Ir. Soekarno, Saumlaki, Kecamatan Tanimbar Selatan (Tansel) pada Selasa (10/09/2019).
Hal ini terlihat dari sikap para legislator yang terkesan lunak paska putusan bersama mereka pada Kamis (22/08/2019) lalu yang secara bulat menolak Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Keuangan Daerah Tahun Anggaran 2018 oleh Bupati Petrus Fatlolon. Terutama terkait perbedaan penggunaan sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) Dana Alokasi Khusus (DAK) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tanimbar yang angkanya mencapai Rp8 miliar.
Meski ada pro-kontra terkait diterima atau ditolaknya LPJ sidang internal 18 anggota yang dipimpin oleh Ketua DPRD Frengky Limber, Wakil Ketua P. K. Taborat, Wakil Ketua II Ema Labobar itu terkesan menerima LPJ dengan alasan guna menyelamatkan pemerintah kabupaten (pemkab) yang saat ini dinilai sekarat. Hal ini berbeda dari sikap para wakil rakyat itu sebelumnya.
"Kita menyelamatkan daerah ini, bukan membenarkan yang salah. Kalau kita membenarkan yang salah artinya kita memelihara sesuatu yang nantinya berujung pada kepentingan pribadi bukan kepentingan umum," ujar anggota DPRD dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Thimotius Keliduan.
Selanjutnya rekan anggota DPRD lainnya dari Partai Nasdem, Richard Lalamafu menyatakan penyelamatan pemkab merupakan upaya yang memberikan manfaat untuk eksekutif dan legislatif.
"Kementerian sudah nyatakan jelas seperti itu, maka win-win solution yang sepeti disampaikan kementerian. Sehingga LPJ ini harus diselamatkan karena untuk keuangan daerah kita agar lebih baik kedepan. Jadi solusi dari saya, mari kita undang secara resmi pihak eksekutif dan SKPD terkait supaya mendapat jawaban sehingga ada transparansi," saran dia.
Sementara itu anggota DPRD dari Partai PKPI, Yoseph Afaratu menyayangkan sikap rekan-rekannya yang seolah-olah menuruti hasil konsultasi kedua kementerian memberikan gambaran bahwa pemerintah saat ini mengalami goncangan keuangan dan harus diselamatkan oleh DPRD namun terkesan lambat dan menunggu sesuatu.
"Kalau mau tolak, ya tolak, kala mau lapor, ya lapor, mengapa kita harus tunda-tunda seperti saat ini. Putuskan hari ini demi kepentingan rakyat. Sebab kita tidak perlu putuskan lama-lama sehingga kita dapat menyelamatkan daerah ini," ujarnya saat memberikan pendapat dalam sidang paripurna tersebut.
Selanjutnya anggota DPRD dari Partai Hanura Dammy Siarmassa yang menyatakan konsultasi kedua kementerian memberikan gambaran bahwa pemerintah saat ini mengalami goncangan keuangan dan harus diselamatkan oleh DPRD.
"Konsultasi merupakan tahapan dari sinkronisasi yang kita jalani sebab masih ada perbedaan antara kita dengan pemerintah dan hasil konsultasi itu kita jadikan pedoman dengan dua inti yakni jika ada penyalahgunaan kita akan laporkan, dan kedua kita diminta selamatkan LPJ ini sebab kita akan berhadapan dengan sanksi yang memberatkan kita sendiri," terang dia.
Diungkapkan pertemuan saat ini, semua anggota dewan harus berfokus pada penetapan indikasi pelanggaran hukum dari penggunaan anggaran sisa sebesar Rp8 miliar dari beberapa instansi yang selama sidang tersebut tidak disebutkan.
"Hasil ini kita bawa dan bicarakan, sehingga ketika ada indikasi hukum lembaga akan bersiap dan hal ini yang harus diputuskan," jelas dia.
Hasil sidang paripurna itu sendiri memutuskan untuk ditunda ke Rabu (11/09/2019) dan berlangsung tertutup dari publik.
Sebelumnya pada rapat Paripurna LPJ Keuangan Daerah tahun Anggaran 2018 pada Kamis 22 Agustus lalu para anggota DPRD secara bulat menolak laporan yang disampaikan oleh Sekretaris Daerah, Piterson Rangkoratat sebagai Ketua Tim Pengguna Anggaran didampingi oleh Kepala Badan Pengelolah Keuangan Daerah, Jhon Batlayeri dan para staf penganggaran lainnya.
Beberapa anggota DPRD dengan kritis memberikan tanggapan dan sorotan terkait laporan tersebut, diantaranya anggota DPRD dari Partai PDIP Simson Loblobly dan DPRD dari Partai Gerindra, Paola Laratmase serta beberapa anggota DPRD lainnya.
Menurut Lobloby, banyak persoalan keuangan yang terjadi di tahun 2018 yang mengakibatkan terjadi devisit keuangan daerah sekitar Rp82 miliar, kemudian dispekulasi dan ditutup oleh anggaran Silpa 2017 yang totalnya Rp96 miliar.
Selanjutnya perwakilan dari Daerah Pemilihan (Dapil) I Tanimbar Selatan, Paola Laratmase mempertanyakan Pemda Tanimbar tentang tata cara pengelolaan dan siste, keuangan daerah yang terkesan tidak transparan sehingga terjadi devisit keuangan yang begitu dratis.
Ia juga mempertanyakan sisa anggaran senilai Rp8 miliar dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 2018 Pemda Kepulauan Tanimbar yang tidak dikembalikan ke kas negara per 31 Desember 2018 dan malah digunakan.
“Sisa DAK Rp 8 miliar yang telah dimanfaatkan pemerintah daerah untuk membayar kegiatan-kegiatan lain, diluar peruntukan DAK,” kata dia. (Albert Batlayeri)
Hal ini terlihat dari sikap para legislator yang terkesan lunak paska putusan bersama mereka pada Kamis (22/08/2019) lalu yang secara bulat menolak Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Keuangan Daerah Tahun Anggaran 2018 oleh Bupati Petrus Fatlolon. Terutama terkait perbedaan penggunaan sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) Dana Alokasi Khusus (DAK) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tanimbar yang angkanya mencapai Rp8 miliar.
Meski ada pro-kontra terkait diterima atau ditolaknya LPJ sidang internal 18 anggota yang dipimpin oleh Ketua DPRD Frengky Limber, Wakil Ketua P. K. Taborat, Wakil Ketua II Ema Labobar itu terkesan menerima LPJ dengan alasan guna menyelamatkan pemerintah kabupaten (pemkab) yang saat ini dinilai sekarat. Hal ini berbeda dari sikap para wakil rakyat itu sebelumnya.
"Kita menyelamatkan daerah ini, bukan membenarkan yang salah. Kalau kita membenarkan yang salah artinya kita memelihara sesuatu yang nantinya berujung pada kepentingan pribadi bukan kepentingan umum," ujar anggota DPRD dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Thimotius Keliduan.
Selanjutnya rekan anggota DPRD lainnya dari Partai Nasdem, Richard Lalamafu menyatakan penyelamatan pemkab merupakan upaya yang memberikan manfaat untuk eksekutif dan legislatif.
"Kementerian sudah nyatakan jelas seperti itu, maka win-win solution yang sepeti disampaikan kementerian. Sehingga LPJ ini harus diselamatkan karena untuk keuangan daerah kita agar lebih baik kedepan. Jadi solusi dari saya, mari kita undang secara resmi pihak eksekutif dan SKPD terkait supaya mendapat jawaban sehingga ada transparansi," saran dia.
Sementara itu anggota DPRD dari Partai PKPI, Yoseph Afaratu menyayangkan sikap rekan-rekannya yang seolah-olah menuruti hasil konsultasi kedua kementerian memberikan gambaran bahwa pemerintah saat ini mengalami goncangan keuangan dan harus diselamatkan oleh DPRD namun terkesan lambat dan menunggu sesuatu.
"Kalau mau tolak, ya tolak, kala mau lapor, ya lapor, mengapa kita harus tunda-tunda seperti saat ini. Putuskan hari ini demi kepentingan rakyat. Sebab kita tidak perlu putuskan lama-lama sehingga kita dapat menyelamatkan daerah ini," ujarnya saat memberikan pendapat dalam sidang paripurna tersebut.
Selanjutnya anggota DPRD dari Partai Hanura Dammy Siarmassa yang menyatakan konsultasi kedua kementerian memberikan gambaran bahwa pemerintah saat ini mengalami goncangan keuangan dan harus diselamatkan oleh DPRD.
"Konsultasi merupakan tahapan dari sinkronisasi yang kita jalani sebab masih ada perbedaan antara kita dengan pemerintah dan hasil konsultasi itu kita jadikan pedoman dengan dua inti yakni jika ada penyalahgunaan kita akan laporkan, dan kedua kita diminta selamatkan LPJ ini sebab kita akan berhadapan dengan sanksi yang memberatkan kita sendiri," terang dia.
Diungkapkan pertemuan saat ini, semua anggota dewan harus berfokus pada penetapan indikasi pelanggaran hukum dari penggunaan anggaran sisa sebesar Rp8 miliar dari beberapa instansi yang selama sidang tersebut tidak disebutkan.
"Hasil ini kita bawa dan bicarakan, sehingga ketika ada indikasi hukum lembaga akan bersiap dan hal ini yang harus diputuskan," jelas dia.
Hasil sidang paripurna itu sendiri memutuskan untuk ditunda ke Rabu (11/09/2019) dan berlangsung tertutup dari publik.
Sebelumnya pada rapat Paripurna LPJ Keuangan Daerah tahun Anggaran 2018 pada Kamis 22 Agustus lalu para anggota DPRD secara bulat menolak laporan yang disampaikan oleh Sekretaris Daerah, Piterson Rangkoratat sebagai Ketua Tim Pengguna Anggaran didampingi oleh Kepala Badan Pengelolah Keuangan Daerah, Jhon Batlayeri dan para staf penganggaran lainnya.
Beberapa anggota DPRD dengan kritis memberikan tanggapan dan sorotan terkait laporan tersebut, diantaranya anggota DPRD dari Partai PDIP Simson Loblobly dan DPRD dari Partai Gerindra, Paola Laratmase serta beberapa anggota DPRD lainnya.
Menurut Lobloby, banyak persoalan keuangan yang terjadi di tahun 2018 yang mengakibatkan terjadi devisit keuangan daerah sekitar Rp82 miliar, kemudian dispekulasi dan ditutup oleh anggaran Silpa 2017 yang totalnya Rp96 miliar.
Selanjutnya perwakilan dari Daerah Pemilihan (Dapil) I Tanimbar Selatan, Paola Laratmase mempertanyakan Pemda Tanimbar tentang tata cara pengelolaan dan siste, keuangan daerah yang terkesan tidak transparan sehingga terjadi devisit keuangan yang begitu dratis.
Ia juga mempertanyakan sisa anggaran senilai Rp8 miliar dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 2018 Pemda Kepulauan Tanimbar yang tidak dikembalikan ke kas negara per 31 Desember 2018 dan malah digunakan.
“Sisa DAK Rp 8 miliar yang telah dimanfaatkan pemerintah daerah untuk membayar kegiatan-kegiatan lain, diluar peruntukan DAK,” kata dia. (Albert Batlayeri)