Alih-alih Tanam Tumbuhan Pangan, Petani Kenya Tanam Stimulan Herbal
pada tanggal
20 Oktober 2019
NAIROBI, LELEMUKU.COM - Semakin banyak petani kecil di Kenya kini beralih menawan tanaman stimulan herbal dari tanaman pangan. Mereka menanam dan memanen herbal Khat, jenis tanaman obat-obatan yang dikenal sebagai Muguka oleh masyarakat setempat. Menurut petani, saat ini hasil panen tanaman herbal itu hampir tiga kali lipat dibandingkan tanaman pangan. Akan tetapi pemerintah daerah setempat ingin agar petani menyeimbangkan produksi antara Muguka dengan tanaman pangan.
Wilkister Njeri menanam Muguka di kebun miliknya yang berada di daerah Embu, bagian tengah Kenya. Dahulu ia menanam jagung, tapi kini Muguka-lah yang kini memenuhi kebutuhan pangannya.
“Dulu, untuk membajak memakan biaya 5.000 shilling Kenya, beli pupuk menghabiskan biaya 3.000 shilling Kenya. Dua karung jagung, berharga masing-masing 700 shilling Kenya. Semuanya memakan biaya lebih dari 10 ribu shilling Kenya, tapi saya tidak panen apa pun. Hujan hanya sedikit, dan itu sudah berlangsung sekitar dua musim," kata Wilkister Njeri.
Wilkister membersihkan ladang jagungnya untuk kemudian menanam tanaman obat-obatan Muguka. Sekarang ia menghasilkan rata-rata sebanyak 20 ribu shilling Kenya, atau sekitar Rp 2,7 juta per minggu.
Muguka adalah jenis varietas tanaman Khat berwarna hijau dan tumbuh lebat. Tanaman itu menghasilkan stimulan yang membuat orang yang mengunyahnya merasa “teler”. Tanaman stimulan tersebut tumbuh cepat dan berkembang lebih baik pada sejumlah dataran rendah yang agak kering di daerah Embu. Hal ini membuat tanaman Muguka bisa bertahan dengan kondisi cuaca yang tidak menentu.
Sebelumnya, petani yang punya banyak lahan bercocok tanam Muguka. Namun, sejumlah petani kecil sekarang ikut menanam Muguka.
“Sejumlah petani melakukan hal itu karena menciptakan beberapa lapangan pekerjaan, langsung mempekerjakan orang-orang yang tinggal di wilayah Mbeere. Selain dari pekerjaan,usaha itu juga mendatangkan uang tunai dengan mudah. Orang dengan mudah menghasilan uang seketika itu juga saat menjual hasil panen dari ladang mereka," kata John Mukundi dari Agriculure & Cooperative, wilayah Embu.
Pemerintah daerah Embu menyatakan pada saat ini sekitar 65 ribu petani bercocok tanam di wilayah tersebut, yang menjadikan Muguka sebagai salah satu sumber penghasilan terbesar di daerah itu di samping kopi dan teh.
Akan tetapi pemerintah daerah menyerukan agar para petani membuat suatu keseimbangan dalam penanaman antara herbal stimulan Muguka dengan sejumlah tananam pangan lainnya.
“Pemerintah menyediakan pasokan benih gratis untuk mendorong para petani juga menanam beberapa tanaman pangan bagi peningkatan ketahanan pangan dan nilai gizi (nutrisi). Kami juga mendorong petani agar dapat memanfaatkan subsidi pupuk yang diberikan kepada mereka," kata John Mukundi.
Sejumlah petani kecil Muguka pada umumnya menjual herbal stimulan di pasar-pasar lokal sekitarnya. Tetapi hasil panen juga didistribusikan ke berbagai bagian wilayah Kenya, dan diekspor ke Somalia.
Sebagian petani di dataran rendah Embu mengungkapkan, meskipun sejumlah upaya dilakukan bagi peningkatan tanaman pangan, manfaat Muguka secara finansial lebih besar daripada tanaman pangan, setidaknya untuk saat ini. (VOA)
Wilkister Njeri menanam Muguka di kebun miliknya yang berada di daerah Embu, bagian tengah Kenya. Dahulu ia menanam jagung, tapi kini Muguka-lah yang kini memenuhi kebutuhan pangannya.
“Dulu, untuk membajak memakan biaya 5.000 shilling Kenya, beli pupuk menghabiskan biaya 3.000 shilling Kenya. Dua karung jagung, berharga masing-masing 700 shilling Kenya. Semuanya memakan biaya lebih dari 10 ribu shilling Kenya, tapi saya tidak panen apa pun. Hujan hanya sedikit, dan itu sudah berlangsung sekitar dua musim," kata Wilkister Njeri.
Wilkister membersihkan ladang jagungnya untuk kemudian menanam tanaman obat-obatan Muguka. Sekarang ia menghasilkan rata-rata sebanyak 20 ribu shilling Kenya, atau sekitar Rp 2,7 juta per minggu.
Muguka adalah jenis varietas tanaman Khat berwarna hijau dan tumbuh lebat. Tanaman itu menghasilkan stimulan yang membuat orang yang mengunyahnya merasa “teler”. Tanaman stimulan tersebut tumbuh cepat dan berkembang lebih baik pada sejumlah dataran rendah yang agak kering di daerah Embu. Hal ini membuat tanaman Muguka bisa bertahan dengan kondisi cuaca yang tidak menentu.
Sebelumnya, petani yang punya banyak lahan bercocok tanam Muguka. Namun, sejumlah petani kecil sekarang ikut menanam Muguka.
“Sejumlah petani melakukan hal itu karena menciptakan beberapa lapangan pekerjaan, langsung mempekerjakan orang-orang yang tinggal di wilayah Mbeere. Selain dari pekerjaan,usaha itu juga mendatangkan uang tunai dengan mudah. Orang dengan mudah menghasilan uang seketika itu juga saat menjual hasil panen dari ladang mereka," kata John Mukundi dari Agriculure & Cooperative, wilayah Embu.
Pemerintah daerah Embu menyatakan pada saat ini sekitar 65 ribu petani bercocok tanam di wilayah tersebut, yang menjadikan Muguka sebagai salah satu sumber penghasilan terbesar di daerah itu di samping kopi dan teh.
Akan tetapi pemerintah daerah menyerukan agar para petani membuat suatu keseimbangan dalam penanaman antara herbal stimulan Muguka dengan sejumlah tananam pangan lainnya.
“Pemerintah menyediakan pasokan benih gratis untuk mendorong para petani juga menanam beberapa tanaman pangan bagi peningkatan ketahanan pangan dan nilai gizi (nutrisi). Kami juga mendorong petani agar dapat memanfaatkan subsidi pupuk yang diberikan kepada mereka," kata John Mukundi.
Sejumlah petani kecil Muguka pada umumnya menjual herbal stimulan di pasar-pasar lokal sekitarnya. Tetapi hasil panen juga didistribusikan ke berbagai bagian wilayah Kenya, dan diekspor ke Somalia.
Sebagian petani di dataran rendah Embu mengungkapkan, meskipun sejumlah upaya dilakukan bagi peningkatan tanaman pangan, manfaat Muguka secara finansial lebih besar daripada tanaman pangan, setidaknya untuk saat ini. (VOA)