Fenomena Magang Tanpa Bayaran di Amerika Serikat
pada tanggal
13 Oktober 2019
WASHINGTON, LELEMUKU.COM - Kerja magang tanpa bayaran merupakan hal yang biasa dan dapat ditemukan di berbagai kantor-kantor pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat, maupun perusahaan-perusahaan swasta di Amerika. Lama kerja magang bervariasi, tergantung pada jenis pekerjaan maupun keperluan, mulai dari dua minggu atau bahkan sembilan bulan. Banyak mahasiswa menerima kenyataan bahwa mereka harus menjalani kerja magang yang tidak dibayar karena sering kali merupakan prasyarat untuk kelulusan mereka.
Ben Wagner adalah mahasiswa tahun ke-empat pada awal tahun akademik atau ajaran baru bulan September lalu. Pada masa liburan musim panas yang baru berlalu, Ben bekerja tiga hari seminggu di kantor seorang anggota Kongres di Virginia Utara.
Di kantor itu, Ben Wagner yang merupakan mahasiswa di College of William and Mary di kota Williamsburg, Virginia, sibuk menjangkau para konstituen, menjawab panggilan telepon, dan melakukan penelitian untuk anggota Kongres Amerika Jennifer Wexton dari Partai Demokrat.
Ia mengatakan pengalaman kerja magang ikut menentukan masa depannya.
“Saya menyadari bahwa itulah yang ingin saya lakukan. Saya ingin bekerja di Gedung Kongres, menjadi staf, melakukan kampanye," kata Ben Wagner.
Ben tidak mungkin melakukan kerja magang tanpa bayaran itu, jika tidak ada orang-orang yang bersedia memberinya makan, tempat tinggal, transportasi, dan asuransi kesehatan. Penyedia semua keperluan itu adalah kedua orang tuanya.
Sebagai pekerja magang tanpa bayaran, Ben Wagner sangat beruntung memiliki orang tua yang bersedia menanggung semua keperluan hidupnya.
“Saya benar-benar harus berterima kasih kepada orang tua saya. Mereka tahu bahwa kerja magang, apakah dibayar atau tidak, adalah sesuatu yang perlu saya lakukan untuk memajukan karir saya kelak," kata dia.
Ben Wagner adalah salah seorang dari ratusan ribu pekerja magang tanpa bayaran di Amerika. Kendati tidak dibayar, dia menganggap bahwa kerja magang itu merupakan kesempatan yang sangat istimewa.
Kerja magang telah dipraktikkan sejak Abad Pertengahan. Saat itu para pengrajin melatih tenaga kerja tidak terampil dalam sektor itu. Kini, sedikitnya 60% lulusan perguruan tinggi telah menyelesaikan masa magang, menurut Asosiasi Nasional Perguruan Tinggi dan Pengusaha atau National Association of Colleges and Employers/(NACE). Pada tahun 2014, 46,5% pekerja magang tidak dibayar.
Magang tanpa bayaran dilindungi oleh Departemen Tenaga Kerja Amerika sejak tahun 2018 ketika departemen itu melembagakan apa yang dikenal sebagai “uji penerima manfaat utama." Departemen tersebut mengijinkan pekerjaan magang yang tidak dibayar, jika pelaku kerja magang menerima manfaat lebih besar dari pengalamannya daripada pemberi kesempatan magang.
Magang adalah kredensial paling penting untuk memasuki bursa kerja, menurut sebuah studi Chronicle of Higher Education pada tahun 2012. Pengusaha sering lebih menghargai pengalaman daripada faktor akademi, seperti jurusan atau nilai yang dicapai di perguruan tinggi.
Seperti dilansir dalam Jurnal NACE edisi Mei 2017, pekerja magang memiliki kesempatan lebih baik ketika mencari pekerjaan setelah lulus dari perguruan tinggi. Artikel dalam jurnal itu menyatakan, “penelitian terbaru menunjukkan bahwa mahasiswa yang lulus dengan pengalaman magang, secara umum, lebih mungkin mendapatkan pekerjaan daripada mahasiswa yang tidak memiliki pengalaman setelah lulus.”
“Yang bisa kami perhatikan adalah banyak pekerja magang menjadi individu-individu yang sukses. Magang adalah pintu gerbang menuju dunia kerja," kata Guillermo Creamer, Wakil Direktur Pay Our Interns, sebuah kelompok nirlaba yang mengupayakan agar lebih banyak pekerja magang di kantor-kantor pemerintah mendapat upah.
Para mahasiswa dari keluarga-keluarga berpenghasilan lebih tinggi, yakni mereka yang berpendapatan AS$120 ribu atau sekitar Rp1,7 miliar setahun lebih mungkin sering dijumpai sebagai pekerja magang dengan bayaran di perusahaan-perusahaan. Magang seringkali merupakan kesempatan bagi pengusaha untuk menguji calon karyawan, sekaligus merupakan jalur bagi pekerja magang untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang didambakan setelah lulus dari perguruan tinggi. (VOA)
Ben Wagner adalah mahasiswa tahun ke-empat pada awal tahun akademik atau ajaran baru bulan September lalu. Pada masa liburan musim panas yang baru berlalu, Ben bekerja tiga hari seminggu di kantor seorang anggota Kongres di Virginia Utara.
Di kantor itu, Ben Wagner yang merupakan mahasiswa di College of William and Mary di kota Williamsburg, Virginia, sibuk menjangkau para konstituen, menjawab panggilan telepon, dan melakukan penelitian untuk anggota Kongres Amerika Jennifer Wexton dari Partai Demokrat.
Ia mengatakan pengalaman kerja magang ikut menentukan masa depannya.
“Saya menyadari bahwa itulah yang ingin saya lakukan. Saya ingin bekerja di Gedung Kongres, menjadi staf, melakukan kampanye," kata Ben Wagner.
Ben tidak mungkin melakukan kerja magang tanpa bayaran itu, jika tidak ada orang-orang yang bersedia memberinya makan, tempat tinggal, transportasi, dan asuransi kesehatan. Penyedia semua keperluan itu adalah kedua orang tuanya.
Sebagai pekerja magang tanpa bayaran, Ben Wagner sangat beruntung memiliki orang tua yang bersedia menanggung semua keperluan hidupnya.
“Saya benar-benar harus berterima kasih kepada orang tua saya. Mereka tahu bahwa kerja magang, apakah dibayar atau tidak, adalah sesuatu yang perlu saya lakukan untuk memajukan karir saya kelak," kata dia.
Ben Wagner adalah salah seorang dari ratusan ribu pekerja magang tanpa bayaran di Amerika. Kendati tidak dibayar, dia menganggap bahwa kerja magang itu merupakan kesempatan yang sangat istimewa.
Kerja magang telah dipraktikkan sejak Abad Pertengahan. Saat itu para pengrajin melatih tenaga kerja tidak terampil dalam sektor itu. Kini, sedikitnya 60% lulusan perguruan tinggi telah menyelesaikan masa magang, menurut Asosiasi Nasional Perguruan Tinggi dan Pengusaha atau National Association of Colleges and Employers/(NACE). Pada tahun 2014, 46,5% pekerja magang tidak dibayar.
Magang tanpa bayaran dilindungi oleh Departemen Tenaga Kerja Amerika sejak tahun 2018 ketika departemen itu melembagakan apa yang dikenal sebagai “uji penerima manfaat utama." Departemen tersebut mengijinkan pekerjaan magang yang tidak dibayar, jika pelaku kerja magang menerima manfaat lebih besar dari pengalamannya daripada pemberi kesempatan magang.
Magang adalah kredensial paling penting untuk memasuki bursa kerja, menurut sebuah studi Chronicle of Higher Education pada tahun 2012. Pengusaha sering lebih menghargai pengalaman daripada faktor akademi, seperti jurusan atau nilai yang dicapai di perguruan tinggi.
Seperti dilansir dalam Jurnal NACE edisi Mei 2017, pekerja magang memiliki kesempatan lebih baik ketika mencari pekerjaan setelah lulus dari perguruan tinggi. Artikel dalam jurnal itu menyatakan, “penelitian terbaru menunjukkan bahwa mahasiswa yang lulus dengan pengalaman magang, secara umum, lebih mungkin mendapatkan pekerjaan daripada mahasiswa yang tidak memiliki pengalaman setelah lulus.”
“Yang bisa kami perhatikan adalah banyak pekerja magang menjadi individu-individu yang sukses. Magang adalah pintu gerbang menuju dunia kerja," kata Guillermo Creamer, Wakil Direktur Pay Our Interns, sebuah kelompok nirlaba yang mengupayakan agar lebih banyak pekerja magang di kantor-kantor pemerintah mendapat upah.
Para mahasiswa dari keluarga-keluarga berpenghasilan lebih tinggi, yakni mereka yang berpendapatan AS$120 ribu atau sekitar Rp1,7 miliar setahun lebih mungkin sering dijumpai sebagai pekerja magang dengan bayaran di perusahaan-perusahaan. Magang seringkali merupakan kesempatan bagi pengusaha untuk menguji calon karyawan, sekaligus merupakan jalur bagi pekerja magang untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang didambakan setelah lulus dari perguruan tinggi. (VOA)