Lahir dengan Tunarungu, Mimpi Menjadi Pesepakbola Terbaik di Tim Nasional
pada tanggal
15 Oktober 2019
DAMASKUS, LELEMUKU.COM - Peraturan olahraga internasional melarang atlet difabel berkompetisi dengan mereka yang tidak cacat. Tidak dapat dipungkiri, beberapa atlet dapat mengungguli rekan-rekannya meskipun mereka kehilangan panca indra atau anggota tubuh.
Namun tidak demikian dengan Mohamad Ibrahim, pemain sepakbola tuna rungu asal Suriah. Berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat dengan bantuan penerjemah, Bashar Jeladeh, Ibrahim mengatakan,
“Saya ingin sekali bergabung dengan klub sepakbola mana pun, tapi pendengaran saya bermasalah. Saya berharap ada solusi bagi masalah ini. Saya mencetak gol dalam setiap pertandingan, namun tidak ada yang mengajak saya bergabung dengan tim mereka karena masalah pendengaran saya.”
Ibrahim terlahir tuli pada 23 tahun yang lalu. Peraturan olahraga internasional menyebutkan pemain berkebutuhan khusus hanya dapat bergabung dalam tim sesama pemain difabel. Itu berarti ia tidak dapat bermain di tim nasional atau di Liga Premier Suriah.
Pelatih Ali Deeb menjelaskan kecacatan Ibrahim itu sebenarnya membantu permainannya di lapangan.
“Saya menghadapi kesulitan lebih banyak dengan pemain regular. Mereka tidak memahami gerak isyarat dari saya. Saya beri isyarat agar tidak mengoper bola, misalnya, Ibrahim bisa mengerti, sementara saya harus memberi gerak isyarat kepada pemain lainnya lebih dari 20 kali, mereka masih tidak paham juga," kata Ali Deeb.
Ibrahim terkenal sebagai seorang bintang di kota Safsafeh, di mana ia tercatat sebagai pencetak gol terbanyak di liga sepakbola lokal, walaupun ia tidak dapat mendengar sorak-sorai rekan satu timnya atau para penonton.
“Hal terpenting bukanlah mendengar, tapi bagaimana orang-orang lain berlarian mendatanginya untuk memeluk dan menciumnya juga untuk merayakan gol bersama-sama," kata Mohamad Ibrahim.
Ibu Ibrahim mempertimbangkan untuk menjual toko kecil miliknya agar dapat membeli alat bantu dengar untuk anaknya itu. Ibrahim sendiri kini bekerja di sebuah pabrik lokal. Sekarang ini, sambil mengejar impiannya bermain sepakbola, Ibrahim terus menambah piala dan medali ke koleksinya yang kian banyak di rumah. (VOA)
Namun tidak demikian dengan Mohamad Ibrahim, pemain sepakbola tuna rungu asal Suriah. Berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat dengan bantuan penerjemah, Bashar Jeladeh, Ibrahim mengatakan,
“Saya ingin sekali bergabung dengan klub sepakbola mana pun, tapi pendengaran saya bermasalah. Saya berharap ada solusi bagi masalah ini. Saya mencetak gol dalam setiap pertandingan, namun tidak ada yang mengajak saya bergabung dengan tim mereka karena masalah pendengaran saya.”
Ibrahim terlahir tuli pada 23 tahun yang lalu. Peraturan olahraga internasional menyebutkan pemain berkebutuhan khusus hanya dapat bergabung dalam tim sesama pemain difabel. Itu berarti ia tidak dapat bermain di tim nasional atau di Liga Premier Suriah.
Pelatih Ali Deeb menjelaskan kecacatan Ibrahim itu sebenarnya membantu permainannya di lapangan.
“Saya menghadapi kesulitan lebih banyak dengan pemain regular. Mereka tidak memahami gerak isyarat dari saya. Saya beri isyarat agar tidak mengoper bola, misalnya, Ibrahim bisa mengerti, sementara saya harus memberi gerak isyarat kepada pemain lainnya lebih dari 20 kali, mereka masih tidak paham juga," kata Ali Deeb.
Ibrahim terkenal sebagai seorang bintang di kota Safsafeh, di mana ia tercatat sebagai pencetak gol terbanyak di liga sepakbola lokal, walaupun ia tidak dapat mendengar sorak-sorai rekan satu timnya atau para penonton.
“Hal terpenting bukanlah mendengar, tapi bagaimana orang-orang lain berlarian mendatanginya untuk memeluk dan menciumnya juga untuk merayakan gol bersama-sama," kata Mohamad Ibrahim.
Ibu Ibrahim mempertimbangkan untuk menjual toko kecil miliknya agar dapat membeli alat bantu dengar untuk anaknya itu. Ibrahim sendiri kini bekerja di sebuah pabrik lokal. Sekarang ini, sambil mengejar impiannya bermain sepakbola, Ibrahim terus menambah piala dan medali ke koleksinya yang kian banyak di rumah. (VOA)