Saleh Partaonan Daulay Ungkap 4 Alasan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 Harus Dicabut
pada tanggal
15 Mei 2020
JAKARTA, LELEMUKU.COM – Kritik menghujani kebijakan pemerintah yang merilis Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Kepedulian Pemerintah pada rakyat kecil patut dipertanyakan kembali. Hak konstitusional rakyat untuk hidup sehat tereduksi. Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengatakan, setidaknya ada empat alasan mengapa Perpres 64/2020 harus dicabut.
Pertama, kata Saleh dalam rilisnya kepada Parlementaria, Jumat (15/5/2020), Perpres itu dinilai tidak mengindahkan pendapat dan anjuran yang disampaikan oleh Parlemen. Padahal, Dewan telah menyampaikan keberatannya terhadap rencana kenaikan itu melalui rapat-rapat di Komisi IX DPR RI dan rapat-rapat gabungan Komisi IX DPR RI bersama Pimpinan DPR RI bersama Pemerintah.
“Kedua, pemerintah dapat dinilai tidak patuh pada putusan Mahkamah Agung Nomor 7/P/HUM/2020 yang membatalkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019. Bisa jadi orang berpendapat bahwa dengan menerbitkan Perpres baru yang juga berisi tentang kenaikan iuran BPJS, pemerintah dianggap menentang putusan peradilan. Padahal, putusan MA bersifat final dan mengikat terhadap semua orang, termasuk kepada Presiden,” jelas Saleh.
Menurut Wakil Ketua F-PAN DPR RI ini, Perpres ini sekaligus mengukuhkan kekuasaan eksekutif yang jauh melampaui legislatif dan yudikatif. Padahal, di dalam negara demokrasi, eksekutif, legislatif, dan yudikatif memiliki kedudukan yang sama tinggi. Karena itu, keputusan-keputusan ketiga lembaga itu harus saling menguatkan, bukan saling mengabaikan. Saat ini, belum tepat waktumya menaikan iuran BPJS Kesehatan.
“Waktu itu, kita merasakan belum tepat waktunya untuk menaikkan iuran. Kemampuan ekonomi masyarakat dinilai rendah. Kan, aneh sekali, justru saat pandemi Covid-19 ini pemerintah malah menaikkan iuran. Masyarakat sedang kesusahan,” tutur Saleh. Argumen ketiga, dikeluarkannya Perpres 65/2020 diyakini akan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Perpres 75/2019 yang lalu dibatalkan atas dasar keberatan dan judicial review yang dilakukan masyarakat. Jika nanti Perpres 64/2020 digugat lagi ke MA, lalu MA konsisten dengan putusan sebelumnya yang menolak kenaikan iuran, ini tentu akan menjadi preseden tidak baik. Saleh menilai, tingkat kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah dipastikan akan turun.
Argumen keempat, Saleh melanjutkan, kenaikan iuran yang diamanatkan dalam Perpres 64/2020 dinilai belum tentu menyelesaikan persoalan defisit BPJS Kesehatan. Apalagi, kenaikan iuran ini belum disertai dengan kalkulasi dan proyeksi kekuatan keuangan BPJS pasca kenaikan. “Patut diduga, kenaikan iuran ini hanya menyelesaikan persoalan keuangan BPJS sesaat saja,” imbuh legislator dapil Sumatera Utara II itu. (PSP)
Pertama, kata Saleh dalam rilisnya kepada Parlementaria, Jumat (15/5/2020), Perpres itu dinilai tidak mengindahkan pendapat dan anjuran yang disampaikan oleh Parlemen. Padahal, Dewan telah menyampaikan keberatannya terhadap rencana kenaikan itu melalui rapat-rapat di Komisi IX DPR RI dan rapat-rapat gabungan Komisi IX DPR RI bersama Pimpinan DPR RI bersama Pemerintah.
“Kedua, pemerintah dapat dinilai tidak patuh pada putusan Mahkamah Agung Nomor 7/P/HUM/2020 yang membatalkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019. Bisa jadi orang berpendapat bahwa dengan menerbitkan Perpres baru yang juga berisi tentang kenaikan iuran BPJS, pemerintah dianggap menentang putusan peradilan. Padahal, putusan MA bersifat final dan mengikat terhadap semua orang, termasuk kepada Presiden,” jelas Saleh.
Menurut Wakil Ketua F-PAN DPR RI ini, Perpres ini sekaligus mengukuhkan kekuasaan eksekutif yang jauh melampaui legislatif dan yudikatif. Padahal, di dalam negara demokrasi, eksekutif, legislatif, dan yudikatif memiliki kedudukan yang sama tinggi. Karena itu, keputusan-keputusan ketiga lembaga itu harus saling menguatkan, bukan saling mengabaikan. Saat ini, belum tepat waktumya menaikan iuran BPJS Kesehatan.
“Waktu itu, kita merasakan belum tepat waktunya untuk menaikkan iuran. Kemampuan ekonomi masyarakat dinilai rendah. Kan, aneh sekali, justru saat pandemi Covid-19 ini pemerintah malah menaikkan iuran. Masyarakat sedang kesusahan,” tutur Saleh. Argumen ketiga, dikeluarkannya Perpres 65/2020 diyakini akan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Perpres 75/2019 yang lalu dibatalkan atas dasar keberatan dan judicial review yang dilakukan masyarakat. Jika nanti Perpres 64/2020 digugat lagi ke MA, lalu MA konsisten dengan putusan sebelumnya yang menolak kenaikan iuran, ini tentu akan menjadi preseden tidak baik. Saleh menilai, tingkat kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah dipastikan akan turun.
Argumen keempat, Saleh melanjutkan, kenaikan iuran yang diamanatkan dalam Perpres 64/2020 dinilai belum tentu menyelesaikan persoalan defisit BPJS Kesehatan. Apalagi, kenaikan iuran ini belum disertai dengan kalkulasi dan proyeksi kekuatan keuangan BPJS pasca kenaikan. “Patut diduga, kenaikan iuran ini hanya menyelesaikan persoalan keuangan BPJS sesaat saja,” imbuh legislator dapil Sumatera Utara II itu. (PSP)