Mulyadi Desak Kementerian dan Lembaga Mampu Manajemen Aset dan Kekayaan Negara
pada tanggal
16 Juli 2020
JAKARTA PUSAT, LELEMUKU.COM - Anggota Komisi V DPR Mulyadi mendesak sejumlah kementerian agar memiliki lembaga yang mampu memanajemen aset. Hal ini penting dimiliki agar, kekayaan negara bisa terinventarisir secara lengkap, terlindungi serta dapat dimaksimalkan dengan baik.
Hal ini diungkapkan Mulyadi dalam rapat kerja Komisi V DPR RI dengan Menteri Perhubungan Budi Karya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (15/7/2020). “Soal tata kelola aset ini sudah menjadi sorotan masyarakat, karena itu perlu ada manajemen aset yang baik,” ungkapnya.
Lebih jauh lagi, lanjut Mulyadi, manajemen aset ini bisa menjadi data kekayaan negara. Pasalnya, setiap dana yang dikeluarkan untuk proyek pembangunan akan menjadi aset hasil pembangunan. “Intinya, produk-produk pemnbangunan ini, otomatis menjadi aset kekayaan negara yang harus dipelihara, baik fisik maupun non fisik,” tambah politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Oleh karena itu, ia merekomendasikan dalam setiap kementerian agar memiki badan atau lembaga yang khusus memanajemen aset. Dengan begitu, semua aset negara bisa dijaga. “Artinya, keberadaan aset itu, negara bisa merevitalisasi, revaluasi, bahkan kalau perlu dilikuidasi supaya aset itu bisa menghasilkan hal yang lebih produktif. Jadi jadi bisa meningkatkan kekayaan negara,” terangnya.
Saat ditanya apakah selama ini aset negara banyak yang tidak dipelihara, Mulyadi secara eksplisit mengakui hal itu. “Saya kira seperti tadi yang saya jelaskan. Saya sangat menyayangkan kalau ada aset negara yang dilaporkan tapi kemudian tidak ada yang merawatnya, supaya aset itu bisa menjadi lebih maksimal,” paparnya.
Sebelumnya, Berdasarkan hasil revaluasi pada periode 2018-2019, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan melaporkan total aset Barang Milik Negara (BMN) atau aset negara mencapai Rp 10.467,53 triliun.
Direktur Barang Milik Negara, Encep Sudarwan menyebutkan bahwa aset tersebut sudah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasilnya, BPK menetapkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). “Alhamdulillah sudah selesai, diaudit BPK dan opininya WTP. Aset tetap meningkat, dulu aset kita Rp 6 ribu triliun,” kata dia.
Total aset yang dicatatkan DJKN Kemenkeu senilai Rp 10.467,53 triliun tersebut, naik naik Rp 4.142,25 triliun atau 65 persen dibandingkan sebelum revaluasi, yakni Rp 6.325,28 triliun. “Kok naik tinggi? itulah hasil revaluasi menaikkan aset (aset negara) sekitar Rp 4.000 triliun,” kata Encep Sudarwan dalam diskusi virtual di Jakarta, Jumat (10/7/2020) lalu.
Adanya kenaikan itu, membuat ekuitas pemerintah juga meningkat menjadi Rp 5.127,31 triliun naik dari catatan sebelumnya Rp 1.407,8 triliun. Demikian juga dengan kewajiban yang naik menjadi Rp 5.340,22 triliun dari sebelumnya Rp 4.917,47 triliun.
Adapun yang berupa aset lancar menjadi Rp 491,86 triliun dari sebelumnya Rp 437,87 triliun. Investasi jangka panjang naik menjadi Rp 3.001,2 triliun dari sebelumnya Rp 2.877,28 triliun. Aset tetap menjadi Rp 5.949,59 triliun dari Rp 1.931,05 triliun dan aset lainnya menjadi Rp 967,98 triliun. “Ini kita nilai kemarin naik Rp 4.000 triliun naik jadi Rp1 0.000 triliun. Akibatnya modal kita meningkat, ekuitas kita. Jadi kita sekarang di neraca total aset Rp 10.467 triliun, Rp 6.000 triliunnya merupakan aset tetap,” pungkas Encep. (DPRRI)
Hal ini diungkapkan Mulyadi dalam rapat kerja Komisi V DPR RI dengan Menteri Perhubungan Budi Karya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (15/7/2020). “Soal tata kelola aset ini sudah menjadi sorotan masyarakat, karena itu perlu ada manajemen aset yang baik,” ungkapnya.
Lebih jauh lagi, lanjut Mulyadi, manajemen aset ini bisa menjadi data kekayaan negara. Pasalnya, setiap dana yang dikeluarkan untuk proyek pembangunan akan menjadi aset hasil pembangunan. “Intinya, produk-produk pemnbangunan ini, otomatis menjadi aset kekayaan negara yang harus dipelihara, baik fisik maupun non fisik,” tambah politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Oleh karena itu, ia merekomendasikan dalam setiap kementerian agar memiki badan atau lembaga yang khusus memanajemen aset. Dengan begitu, semua aset negara bisa dijaga. “Artinya, keberadaan aset itu, negara bisa merevitalisasi, revaluasi, bahkan kalau perlu dilikuidasi supaya aset itu bisa menghasilkan hal yang lebih produktif. Jadi jadi bisa meningkatkan kekayaan negara,” terangnya.
Saat ditanya apakah selama ini aset negara banyak yang tidak dipelihara, Mulyadi secara eksplisit mengakui hal itu. “Saya kira seperti tadi yang saya jelaskan. Saya sangat menyayangkan kalau ada aset negara yang dilaporkan tapi kemudian tidak ada yang merawatnya, supaya aset itu bisa menjadi lebih maksimal,” paparnya.
Sebelumnya, Berdasarkan hasil revaluasi pada periode 2018-2019, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan melaporkan total aset Barang Milik Negara (BMN) atau aset negara mencapai Rp 10.467,53 triliun.
Direktur Barang Milik Negara, Encep Sudarwan menyebutkan bahwa aset tersebut sudah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasilnya, BPK menetapkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). “Alhamdulillah sudah selesai, diaudit BPK dan opininya WTP. Aset tetap meningkat, dulu aset kita Rp 6 ribu triliun,” kata dia.
Total aset yang dicatatkan DJKN Kemenkeu senilai Rp 10.467,53 triliun tersebut, naik naik Rp 4.142,25 triliun atau 65 persen dibandingkan sebelum revaluasi, yakni Rp 6.325,28 triliun. “Kok naik tinggi? itulah hasil revaluasi menaikkan aset (aset negara) sekitar Rp 4.000 triliun,” kata Encep Sudarwan dalam diskusi virtual di Jakarta, Jumat (10/7/2020) lalu.
Adanya kenaikan itu, membuat ekuitas pemerintah juga meningkat menjadi Rp 5.127,31 triliun naik dari catatan sebelumnya Rp 1.407,8 triliun. Demikian juga dengan kewajiban yang naik menjadi Rp 5.340,22 triliun dari sebelumnya Rp 4.917,47 triliun.
Adapun yang berupa aset lancar menjadi Rp 491,86 triliun dari sebelumnya Rp 437,87 triliun. Investasi jangka panjang naik menjadi Rp 3.001,2 triliun dari sebelumnya Rp 2.877,28 triliun. Aset tetap menjadi Rp 5.949,59 triliun dari Rp 1.931,05 triliun dan aset lainnya menjadi Rp 967,98 triliun. “Ini kita nilai kemarin naik Rp 4.000 triliun naik jadi Rp1 0.000 triliun. Akibatnya modal kita meningkat, ekuitas kita. Jadi kita sekarang di neraca total aset Rp 10.467 triliun, Rp 6.000 triliunnya merupakan aset tetap,” pungkas Encep. (DPRRI)