Inilah Isi Pidato Presiden Timor-Leste, Francisco Guterres Lú-Olo di Debat Umum PBB ke 75
pada tanggal
25 September 2020
NEW YORK, LELEMUKU.COM - Francisco Guterres Lú-Olo, Presiden Republik Demokratik Timor-Leste dalam debat umum Sesi ke-75 Sidang Umum PBB di New York, Kamis 24 September 2020 menekankan dukungan penting yang diterima negaranya dari China, Australia, Kuba, Amerika Serikat, dan Uni Eropa dalam memerangi COVID-19.
"Dari 27 kasus positif yang tercatat di Timor ‑ Leste sejak yang pertama dikonfirmasi pada 21 Maret, semuanya telah pulih kecuali satu," ujar dia.
Dikatakan memanfaatkan dampak pandemi, Pemerintah telah menyusun rencana pemulihan ekonomi yang berpusat pada masyarakat yang bertujuan untuk menekan hilangnya pendapatan dan pekerjaan.
"Mudah-mudahan, setiap vaksin virus korona akan diproduksi untuk kepentingan publik global," tambahnya, menggambarkan pandemi sebagai kesempatan untuk lebih sadar akan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan Agenda 2030.
Untuk memastikan tidak ada yang tertinggal, perhatian harus diberikan kepada negara-negara kurang berkembang, termasuk negara berkembang kepulauan kecil, katanya, juga menegaskan komitmen Timor-Leste untuk bergabung dengan ASEAN.
Kerusakan ekosistem dan keanekaragaman hayati terkait dengan penyakit baru seperti COVID-19, katanya, menekankan bahwa Perjanjian Paris tentang perubahan iklim dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sangat penting untuk membangun kembali negara-negara di dunia.
"Pertanian keluarga, penggunaan sumber daya alam secara rasional, dan kebijakan perlindungan lingkungan yang cerdas adalah masalah krusial yang harus dihormati agar kehidupan ada di Bumi. Untuk mengurangi sampah plastik, Timor-Leste telah memberlakukan kebijakan daur ulang dan meluncurkan fasilitas untuk mengubah botol plastik bekas menjadi batu bata bangunan dan kursi rumah tangga," papar Guterres.
Memperhatikan peran Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam kemerdekaan Timor-Leste, ia mengatakan bahwa rekonsiliasi antara negaranya dan Indonesia menjadi contoh untuk bertetangga dan kerja sama yang baik. Dia menyatakan keprihatinan tentang meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan dan meminta semua pihak yang terlibat untuk mengatasi perbedaan mereka melalui dialog dan negosiasi.
Dia juga menyuarakan keprihatinan tentang kekerasan teroris di Mozambik, menyerukan diakhirinya embargo terhadap Kuba dan mengutuk rasisme sebagai tidak dapat diterima dan "benar-benar keji".
Mengingat tahun 2020 menandai berakhirnya Dekade Internasional Ketiga Pemberantasan Kolonialisme, ia menekankan pentingnya menunjuk Utusan Khusus Sekretaris Jenderal untuk Sahara Barat untuk mempercepat negosiasi dan menemukan solusi yang menjamin hak rakyat Saharawi untuk penentuan nasib sendiri, sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. (PBB)