Nadiem Makarim Ajukan Anggaran Kurikulum dan Pengganti Ujian Nasional 2021 Hingga Rp1 Triliun
pada tanggal
04 September 2020
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengajukan anggaran sebesar Rp1,48 triliun untuk program kurikulum dan asesmen kompetensi minimum atau pengganti ujian nasional 2021. Anggaran terbesar dialokasikan untuk kurikulum. Adapun rinciannya pelatihan dan pendampingan terkait kurikulum untuk guru dan tenaga kependidikan sebesar Rp518,8 miliar, pengembangan kurikulum dan perbukuan Rp137,8 miliar dan implementasi kurikulum Rp346,9 miliar.
"Sekarang kita ada tim yang sangat kuat di Kemendikbud yang sedang melaksanakan mandat presiden untuk melakukan penyederhanaan dan rasionalisasi kurikulum 2013. Untuk 2021 akan mulai kita coba di berbagai sekolah penggerak kita," jelas Nadiem dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR, Kamis (3/9/2020).
Sedangkan untuk asesmen kompetensi minimum dan akreditasi, Nadiem mengajukan anggaran sebesar Rp358,2 miliar. Anggaran ini tidak jauh berbeda dengan anggaran ujian nasional 2019 sebesar Rp 210 miliar. Ini belum termasuk pendampingan pemerintah daerah terkait asesmen kompetensi minimum dan tindak lanjutnya sebesar Rp120,2 miliar.
Nadiem mengakui pelaksanaan penilaian tanpa ujian nasional pada tahun depan akan mengalami sejumlah tantangan karena merupakan hal yang baru. Namun, ia meyakinkan dengan dukungan dinas pendidikan maka infrastruktur untuk pelaksanaan asesmen kompetensi minimum pada 2021 akan siap.
"Tidak mungkin lancar karena ini pertama kalinya pada 2021, pasti ada banyak tantangan dan pembelajaran untuk asesmen yang baru," tambah Nadiem.
DPR Minta Panduan Pembelanjaran Online
Menanggapi itu, Anggota Komisi X DPR Ratih Megasari Singkarru meminta menteri pendidikan tidak melupakan elemen berpikir kritis dalam perampingan kurikulum pendidikan.
Selain itu, ia juga meminta Kemendikbud untuk membuat panduan bagi guru-guru terkait pembelajaran secara online sehingga pembelajaran menjadi menarik.
"Besar harapan kami untuk pagu anggaran 2021, semoga concern dari kemendikbud kepada guru-guru. Karena pondasi pendidikan itu ada di guru, kalau guru tidak bisa berkreasi maka selesai sudah pendidikan kita," jelas Ratih.
FSGI Sarankan Tak Ubat Kurikulum Pendidikan Saat Pandemi
Sementara Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Satriwan Salim menduga Kemendikbud ingin mengubah kurikulum 2013 yang saat ini. Kata dia, hal tersebut terlihat dari anggaran untuk kurikulum yang mencapai hingga Rp 1 triliun. Namun, kata dia, pengubahan kurikulum tidak tepat jika dilakukan pada masa pandemi. Di samping, belum ada evaluasi yang menyeluruh terhadap kurikulum 2013.
"Sepertinya semangat Nadiem ingin mengubah kurikulum 2013. Ini kan tergesa-gesa kalau dilakukan sekarang karena kondisi sedang pandemi dan kurikulum darurat juga sedang berjalan," jelas Satriwan kepada VOA.
Satriwan juga menyoroti anggaran untuk asesmen kompetensi minimum yang tidak jauh berbeda dibandingkan dengan anggaran ujian nasional pada tahun lalu. Menurutnya, tren biaya ujian nasional terus berkurang karena sudah menggunakan sistem komputer yang lebih murah dibandingkan kertas.
Ia menyarankan pemerintah mengutamakan anggaran untuk membantu guru dan siswa di daerah-daerah yang tidak mendapat akses internet sehingga belajar dengan metode luar jaringan (luring).
"Mereka ini belum tersentuh secara signifikan oleh negara. Kalau kemarin kan bantuannya lebih kepada guru dan anak yang belajar secara daring berupa pulsa dan kuota yang anggarannya sangat besar Rp7,2 triliun," tambahnya. (VOA)
"Sekarang kita ada tim yang sangat kuat di Kemendikbud yang sedang melaksanakan mandat presiden untuk melakukan penyederhanaan dan rasionalisasi kurikulum 2013. Untuk 2021 akan mulai kita coba di berbagai sekolah penggerak kita," jelas Nadiem dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR, Kamis (3/9/2020).
Sedangkan untuk asesmen kompetensi minimum dan akreditasi, Nadiem mengajukan anggaran sebesar Rp358,2 miliar. Anggaran ini tidak jauh berbeda dengan anggaran ujian nasional 2019 sebesar Rp 210 miliar. Ini belum termasuk pendampingan pemerintah daerah terkait asesmen kompetensi minimum dan tindak lanjutnya sebesar Rp120,2 miliar.
Nadiem mengakui pelaksanaan penilaian tanpa ujian nasional pada tahun depan akan mengalami sejumlah tantangan karena merupakan hal yang baru. Namun, ia meyakinkan dengan dukungan dinas pendidikan maka infrastruktur untuk pelaksanaan asesmen kompetensi minimum pada 2021 akan siap.
"Tidak mungkin lancar karena ini pertama kalinya pada 2021, pasti ada banyak tantangan dan pembelajaran untuk asesmen yang baru," tambah Nadiem.
DPR Minta Panduan Pembelanjaran Online
Menanggapi itu, Anggota Komisi X DPR Ratih Megasari Singkarru meminta menteri pendidikan tidak melupakan elemen berpikir kritis dalam perampingan kurikulum pendidikan.
Selain itu, ia juga meminta Kemendikbud untuk membuat panduan bagi guru-guru terkait pembelajaran secara online sehingga pembelajaran menjadi menarik.
"Besar harapan kami untuk pagu anggaran 2021, semoga concern dari kemendikbud kepada guru-guru. Karena pondasi pendidikan itu ada di guru, kalau guru tidak bisa berkreasi maka selesai sudah pendidikan kita," jelas Ratih.
FSGI Sarankan Tak Ubat Kurikulum Pendidikan Saat Pandemi
Sementara Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Satriwan Salim menduga Kemendikbud ingin mengubah kurikulum 2013 yang saat ini. Kata dia, hal tersebut terlihat dari anggaran untuk kurikulum yang mencapai hingga Rp 1 triliun. Namun, kata dia, pengubahan kurikulum tidak tepat jika dilakukan pada masa pandemi. Di samping, belum ada evaluasi yang menyeluruh terhadap kurikulum 2013.
"Sepertinya semangat Nadiem ingin mengubah kurikulum 2013. Ini kan tergesa-gesa kalau dilakukan sekarang karena kondisi sedang pandemi dan kurikulum darurat juga sedang berjalan," jelas Satriwan kepada VOA.
Satriwan juga menyoroti anggaran untuk asesmen kompetensi minimum yang tidak jauh berbeda dibandingkan dengan anggaran ujian nasional pada tahun lalu. Menurutnya, tren biaya ujian nasional terus berkurang karena sudah menggunakan sistem komputer yang lebih murah dibandingkan kertas.
Ia menyarankan pemerintah mengutamakan anggaran untuk membantu guru dan siswa di daerah-daerah yang tidak mendapat akses internet sehingga belajar dengan metode luar jaringan (luring).
"Mereka ini belum tersentuh secara signifikan oleh negara. Kalau kemarin kan bantuannya lebih kepada guru dan anak yang belajar secara daring berupa pulsa dan kuota yang anggarannya sangat besar Rp7,2 triliun," tambahnya. (VOA)