Aung San Suu Kyi Ditahan, Min Aung Hlaing Pimpin Kudeta Militer Myanmar
YANGOON,LELEMUKU.COM - Tentara Myanmar pada Senin (1/2/2020) mengadakan kudeta dan mengumumkan keadaan darurat selama satu tahun untuk menjaga stabilitas negara.
Televisi milik militer Myanmar, Myawaddy Television (MWD) dalam rilisnya menyebutkan bahwa kekuasaan negara tersebut telah diserahkan kepada panglima angkatan bersenjata, Jenderal Senior Min Aung Hlaing sebagai pelaksana tugas Presiden Myanmar..
Militer Myanmar juga melakukan penahanan terhadap para pemimpin senior pemerintah termasuk pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi bersama sejumlah tokoh senior Partai National League for Democracy (NLD) sebagai tanggapan atas dugaan kecurangan pada pemilihan umum (pemilu) November 2020 lalu.
“Daftar pemilih yang digunakan dalam pemilihan umum multi partai yang digelar pada 8 November 2020 ditemukan memiliki selisih yang sangat besar dan Komisi Pemilihan Umum (UEC) gagal menyelesaikan masalah ini," ungkap mereka.
Militer menyatakan, meski kedaulatan bangsa bersumber dari rakyat, dikatakan adanya kecurangan yang mengerikan dalam daftar pemilih selama pemilihan umum yang demokratis yang bertentangan dengan penjaminan demokrasi yang stabil.
"Penolakan untuk menyelesaikan masalah kecurangan daftar pemilih dan kegagalan mengambil tindakan dan mengikuti permintaan untuk menunda sesi parlemen majelis rendah dan majelis tinggi tidak sesuai dengan Pasal 417 dari konstitusi 2018 yang mengacu pada tindakan atau upaya untuk mengambil alih kedaulatan persatuan dengan cara-cara yang salah dan dapat menyebabkan disintegrasi solidaritas nasional," papar mereka.
Karena tindakan seperti itu, telah terjadi banyak protes di kota-kota kecil dan kota di Myanmar untuk menunjukkan ketidakpercayaan mereka terhadap UEC.
Partai dan masyarakat lain juga ditemukan melakukan berbagai macam provokasi termasuk mengibarkan bendera yang sangat merusak keamanan nasional.
Jika masalah ini tidak diselesaikan, maka akan menghambat jalan menuju demokrasi dan oleh karena itu harus diselesaikan sesuai dengan hukum.
"Oleh karena itu, keadaan darurat dinyatakan sesuai dengan Pasal 417 UUD 2008. Yaitu, untuk melakukan pemeriksaan terhadap daftar pemilih dan untuk mengambil tindakan, kewenangan pembuatan hukum negara, pemerintahan dan yurisdiksi diserahkan kepada panglima tertinggi sesuai dengan Konstitusi 2008 Pasal 418, ayat (a). Keadaan darurat berlaku secara nasional dan durasi keadaan darurat ditetapkan selama satu tahun, terhitung sejak tanggal perintah ini diumumkan sesuai dengan Pasal 417 konstitusi tahun 2008,” kutip rilis tersebut.
Reaksi Dunia
Sebagian anggota Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara menyerukan kepada pihak-pihak terkait di Myanmar untuk menjunjung prinsip-prinsip demokrasi, tetapi beberapa anggota lain ASEAN memilih untuk tidak bersuara, sedangkan Barat terang-terangan mengecam kudeta oleh militer dan penahanan pemimpin de facto, Aung San Suu Kyi pada Senin (01/02) tersebut.
Melalui laman Kementerian Luar Negeri, Indonesia mengimbau agar Myanmar menggunakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Piagam ASEAN, "di antaranya komitmen pada hukum, kepemerintahan yang baik, prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan yang konstitusional."
Di samping itu, pemerintah Indonesia juga menggarisbawahi "sengketa-sengketa terkait hasil pemilihan umum kiranya dapat diselesaikan dengan mekanisme hukum yang ada".
Kementerian Luar Negeri Indonesia juga "mendesak semua pihak di Myanmar menahan diri dan mengedepankan pendekatan dialog dalam mencari jalan keluar dari berbagai tantangan dan permasalahan yang ada sehingga situasi tidak semakin memburuk."
Dari Putrajaya, Kementerian Luar Negeri Malaysia menyerukan kepada Myanmar untuk menyelesaikan semua sengketa pemilu melalui mekanisme hukum yang ada dan menggelar dialog secara damai.
"Malaysia sebagai negara tetangga dan anggota ASEAN akan terus mendorong keamanan dan kestabilan, karena itu penting demi kemajuan dan kemakmuran semua di kawasa ini, termasuk di Myanmar.
"Malaysia senantiasa memberi sokongan kuat bagi peralihan demokrasi Myanmar, proses perdamaian dan pembangunan ekonomi yang inklusif." Demikian keterangan Kemenlu Malaysia.
Seruan serupa juga dikeluarkan oleh pemerintah Singapura melalui pernyataan Kementerian Luar Negeri.
"Singapura menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait situasi terbaru di Myanmar. Kami memantau situasi dengan seksama dan berharap semua pihak menahan diri, menggelar dialog, dan berusaha mencari penyelesaikan positif dan damai."
Namun beberapa negara lain di ASEAN memilih melakukan pendekatan berbeda.
Di Thailand, Wakil Perdana Menteri Prawit Wongsuwon mengatakan perebutan kekuasaan di negara yang berbatasan langsung dengan negaranya itu adalah "masalah dalam negeri".
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen juga menegaskan kudeta itu merupakan "masalah dalam negeri" Myanmar dan menolak memberikan keterangan lebih jauh.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte, melalui seorang juru bicara, mengatakan negara itu mengedepankan keselamatan rakyat Myanmar dan memandang apa yang terjadi di sana sebagai "masalah dalam negeri dan kita tidak akan mencampurinya."
Pemerintah China meminta semua pihak di Myanmar untuk "menyelesaikan perbedaan mereka".
"China adalah tetangga yang bersahabat bagi Myanmar dan berharap berbagai pihak di Myanmar akan menyelesaikan perbedaan mereka dengan tepat di bawah kerangka konstitusi dan hukum untuk melindungi stabilitas politik dan sosial," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, dalam jumpa pers.
PBB menyerukan kepada militer Myanmar untuk segera membebaskan Aung San Suu Kyi dan orang-orang lain yang ditahan.
Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan apa yang terjadi "merupakan pukulan buruk bagi reformasi demokrasi", seraya menyerukan kepada semua pihak untuk tidak menggunakan jalan kekerasan dan menghormati hak asasi manusia.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengecam kudeta dan "pemenjaraan tak sah terhadap warga sipil, termasuk Aung San Suu Kyi, di Myanmar".
"Suara rakyat harus dihormati dan semua pemimpin sipil harus dibebaskan."
Dari Amerika Serikat (AS), Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan, "Kami menyerukan kepada pemimpin militer Myanmar untuk membebaskan semua pejabat pemerintah, pemimpin masyarakat madani dan menghormati keinginan rakyat Myanmar sebagaimana tercermin dalam pemilu demokratis pada tanggal 8 November lalu," katanya dalam komentar tertulis.
Menurut juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, AS menolak setiap upaya untuk mengubah hasil pemilihan umum.
"AS menentang segala upaya untuk mengubah hasil pemilihan umum baru-baru ini atau menghalangi transisi demokrasi Myanmar, dan akan mengambil tindakan terhadap mereka yang bertanggung jawab jika tidak menghentikan apa yang mereka lakukan," kata Psaki dalam sebuah pernyataan.
Aung San Suu Kyi (foto tahun 2013) Reuters
Pemimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), Aung San Suu Kyi yang menjadi pemimpin de facto Myanmar ditahan pada Senin dini hari (01/02).
Sementara, Australia menuntut militer Myanmar agar segera membebaskan Aung San Suu Kyi dan para pemimpin lainnya.
"Kami menyerukan kepada militer untuk menghormati aturan hukum, untuk menyelesaikan perselisihan melalui mekanisme yang sah," kata Menteri Luar Negeri Australia, Marise Payne dalam sebuah pernyataan.
"Dan untuk segera membebaskan semua pemimpin sipil dan lainnya yang telah ditahan secara tidak sah," tambahnya.
Militer Myanmar mengambil alih kekuasaan dan memberlakukan kondisi darurat selama setahun sejak.
Seluruh kekuasaan telah diserahkan kepada panglima tertinggi militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, menurut pernyataan dalam siaran saluran TV militer.
Kudeta dilakukan menyusul kemenangan mutlak NLD, partai pimpinan Aung San Suu Kyi dalam pemilu November lalu, tetapi militer menganggap pemilu diwarnai kecurangan. (Jidon)