Sahril Ajak Masyarakat Tanimbar Berbahasa Santun di Media Sosial
pada tanggal
09 Februari 2021
SAUMLAKI, LELEMUKU.COM – Kepala Kantor Bahasa Maluku, Sahril, S.S., M.Pd mengajak masyarakat di Kabupaten Kepulauan Tanimbar untuk berbahasa Indonesia yang santun saat menggunakan media sosial (Medsos).
Ia mengatakan bahasa Indonesia adalah sarana utama untuk mewujudkan dan memelihara bhinneka tunggal ika serta mampu menjembatani jurang komunikasi antar suku yang memiliki bahasa daerah berbeda-beda.
“Namun, bagaimana penggunaannya saat ini? Khususnya di media sosial kita. Saat ini ada tiga kecenderungan atau tren yang unik, tetapi memprihatinkan dalam pemberitaan atau unggahan di media sosial kita,” ujar Sahril kepada Lelemuku.com pada Rabu, 03 Februari 2021.
Ia menjelaskan tiga kecenderungan postingan pengguna medsos. Pertama, promosi di tengah yang beroposisi atau dalam bahasa sederhananya ‘berjualan di tengah orang yang berkelahi’.
Konteks sosialnya adalah ditampilkan unggahan yang antagonis terhadap sesuatu isu sosial atau sebagai contoh isu penurunan atau penolakan HRS, tetapi setelah itu ditampilkan yang protagonis. Kedua sisi itu saling serang dan hantam secara verbal dan semiotic. Contohnya kasus rasialisme antara Ambroncius Nababan dan Natalius Pigai.
“Setelah kedua sisi itu berkelahi, muncullah seseorang yang mempromosikan barang jualannya, misalnya promosi uang, emas, jasa, atau dagangannya. Jadi, orang berkelahi, dia beruntung! Disruptive technology,” jelas Sahril.
Kedua, unggahan yang dikemas baik. Konteks sosialnya adalah seseorang membahas dan menafsirkan apa yang sudah diunggah orang lain, pemberitaan pers, atau sumber lain yang pada akhirnya melalui interpretasinya secara halus atau implicature menyusupkan misi yang dibawakannya. Dalam bahasa sederhana ‘memasak makanan di tungku orang lain’ atau ‘menitip pesan di surat orang lain’.
Ketiga, komentar dari pembaca dengan bahasa kotor antara pendukung dua sisi yang berkelahi atau antagonis dan protagonis dan serangan terhadap pembahas unggahan. Ada juga komentar yang baik dan objektif. Akan tetapi, banyak sekali unggahan yang subjektif dan menyerang pribadi serta bukan substansi yang dibahas dalam isu itu. Sangat pribadi dan subjektif, yang memprihatinkan dan mengkhawatirkan adalah penggunaan kata-kata kotor serta kata serapah yang sangat tidak baik didengar telinga orang berbudaya dan beradab.
“Contoh yang menyerang pribadi, misalnya dengan menggunakan teks “pejabat gagal, dipecat, tidak bisa nikah, baru bercerai, waktu bertugas dulu mengapa tidak berbuat?, apa yang sudah kau buat untuk bangsa?, urus keluargamu!” dan sebagainya. Bagi kita warga yang membidangi bahasa, seni, budaya, semiotik, dan akademik perlulah sensitif terhadap tiga kecenderungan itu,” lanjutnya.
Sahril pun meminta pengguna medsos di Tanimbar berbahasa santun yang tercermin dalam tata cara berkomunikasi lewat tanda verbal atau tata cara berbahasa agar terhindar dari jeratan Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada norma-norma budaya, tidak hanya sekadar menyampaikan ide yang kita pikirkan. Tata cara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam masyarakat tempat hidup dan dipergunakannya suatu bahasa dalam berkomunikasi,” pesannya. (Laura Sobuber)