Marwan Polisiri Ungkap Angka Stunting dan Wasting di Maluku Utara Masih Tinggi
TIDORE, LELEMUKU.COM - Balita yang mengalami kekurangan gizi di Maluku Utara (Malut) masih terbilang sangat tinggi. Hal ini perlu kerja yang cukup ekstra dari Pemerintah untuk menangani dan mencegah permasalahan yang mengakibatkan banyak balita mengalami underweight atau balita yang mengalami berat badan kurang, dan sangat kurang. Stunting balita yang mengalami sangat pendek dan pendek, dan wasting balita yang mengalami gizi buruk, gizi kurang dan obesitas itu.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Persatuan Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Maluku Utara, Dr. Marwan Polisiri di ruang kerjanya, Selasa (2/3/2021).
Data dari Dinas Kesehatan provinsi Malut di tahun 2020 balita yang ada di Maluku Utara sebanyak 95.051 orang, yang mengalami underweight sebanyak 3.146 balita atau 14.1 persen, sementara stunting sebanyak 3.541 balita atau 16.0 persen, sedangkan wasting sebanyak 1.810 balita atau 8.2 persen. Balita yang mengalami kekurangan gizi tercatat dari balita yang umur 0 sampai 59 bulan.
Dari angka tersebut di atas, daerah yang paling banyak balita mengalami kekurangan gizi adalah Halmahera Selatan. Bagaimana tidak, di tahun 2020 angka underweight di daerah tersebut masih ditemukan sebanyak 938 balita, stunting sebanyak 933 balita, sementara wasting sebanyak 620 balita.
Kemudian disusul Halmahera Timur dengan angka balita yang mengalami underweight sebanyak 648 balita, stunting sebanyak 825 balita, serta wasting sebanyak 209 balita. Begitu juga di Halmahera Barat angka underweight juga terbilanh tinggi, atau sebanyak 516 balita, stunting sebanyak 644 balita, serta wasting sebanyak 325 balita. Sementara Halmahera Utara angka kasus underweight sebanyak 348 balita, stunting sebanyak 391 balita, wasting sebanyak 245 balita.
Sedangkan untuk, Kota Tidore Kepulauan angka underweight sebanyak 253 balita, stunting sebanyak 258 balita, dan wasting sebanyak 172 balita. Begitu juga di kabupaten Pulau Morotai angka underweight ditemukan sebanyak 157 balita, stunting sebanyak 155 balita, serta wasting sebanyak 82 balita.
Sementara Kota Ternate angka underweight sebanyak 118 balita, stunting sebanyak 130 balita, dan wasting sebanyak 54 balita. Halmahera Tengah angka underweight sebanyak 114 balita, stunting sebanyak 145 balita serta wasting sebanyak 70 balita. Sedangkan Kabupaten Kepulauan Sula angka underweight sebanyak 38 balita, stunting sebanyak 45 balita serta wasting sebanyak 15 balita.
Tingginya angka balita yang mengalami kekurangan gizi itu mendapat perhatian dari Ketua Persatuan Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Maluku Utara, Dr. Marwan Polisiri, Amd.Kep, SKM,MPH menjelaskan bahwa penyebab kekurangan gizi yang sering terjadi pada balita lantaran asupan gizi berupa makanan yang bergizi yang kurang maksimal dikonsumsi oleh ibu hamil maupun balita.
Marwan menegaskan permasalahan yang timbul perlu diantisipasi secara bersama-sama, bukan hanya menjadi tanggungjawab sektor di dinas kesehatan maupun BKKBN saja, tetapi juga sektor-sektor lain yang terkait dengan permasalahan tersebut.
Namun Marwan menyarankan, agar penanganan dan pencegahan kekurangan gizi pada balita, penting dilakukan pencegahan secara dini. Terutama para remaja atau calon pengantin. Pasalanya, para remaja penting dibekali dengan pengetahuan yang mapan soal masalah tersebut. Sehingga saat nikah, sudah bisa mengetahui langkah serta pencegahan agar anak tidak mengalami underweight, stunting bahkan wasting.
Selain itu, penanganan kekurangan gizi pada balita perlu juga dilakukan penyusunan rencana aksi dengan baik, baik jangka pendek, menangah maupun jangka panjang. ”Misalkan, untuk upaya-upaya jangka pendek ini, tiga dinas seperti BKKBN, dinas kesehatan maupun dinas pendidikan. Apa yang harus dilakukan tiga dinas tersebut, misalkan dinas kesehatan mereka harus pastikan bahwa ibu hamil itu dia harus sehat, ibu hamil punya gizi juga harus cukup, kemudian saat melahirkan harus difasilitasi dengan kesehatan yang baik, kemudian setelah paska melahirkan, perawatan apa yang dilakukan paska dia melahirkan,” kata Marwan.
Usia kehamilan yang terlalu dekat juga rentan atau mempengaruhi terjadinya kekurangan gizi pada anak, baik underweight, stunting maupun wasting. ”Ini yang perlu menjadi perhatian BKKBN, penting dilakukan pemahaman kepada ibu-ibu soal sektor KB, usia jarak anak yang terlalu dekat juga sangat membahayakan ibu. Kemudian dari sisi ekonomi sangat memberatkan keluarga, kemudian kwalitas janin, sebab belum masuk masa pemulihan yang cukup, ibu sudah hamil lagi tentu kualitas janin yang kedua ini pasti menurun,” harapnya.
Begitu juga di dinas pendidikan. Anak-anak usia dini sudah harus memberikan pemahaman terkait dengan makanan lokal apa yang punya kandungan gizi yang bagus, maupun hal lain. ”Artinya, anak-anak ini kita juga harus berbicara soal kualitas makanan yang bergizi, agar anak-anak sudah bisa memilih mana makanan yang higienis yang punya nutrisi yang bagus serta bergizi,” imbuhnya.
Marwan juga berharap agar Program Keluarga Harapan (PKH) oleh Kementerian Sosial perlu diarahkan untuk penanganan kekurangan gizi. Sebab menurutnya, komponen penerima PKH sendiri, termasuk didalamnya ibu hamil dan balita sebagai salah satu komponen penerima bantuan dari PKH.
"Meskipun kita berharap dan meminta agar ibu hamil dan balita ini perlu mengkonsumsi makanan yang bergizi, tetapi kalau mereka orang tidak mampu tentu ini juga masalah. Maka itu, program PKH ini, setidaknya dapat menjadi unjuk tombak dalam penangan masalah ini, artinya bantuan harus diberikan tepat sasaran,” tandasnya.
Sementara itu, menurutnya, strategi paling ampuh juga dalam upaya perbaikan gizi khususnya penurunan prevalensi kurang gizi, dengan revitalisasi Posyandu. Posyandu penting menjadi garda terdepan dalam penangan masalah ini, sebab posyandu adalah wadah titik temu antara pelayanan profesional dari petugas kesehatan sebagai pembina dan peran serta masyarakat dalam menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, terutama kesehatan ibu dan anak. (DiskominfoTidore)