Tanimbar Diabaikan dan Tak Diajak Diskusi Selama Penyusunan Perda PI 10 Persen Blok Masela
pada tanggal
16 Maret 2021
AMBON, LELEMUKU.COM -Bupati Kepulauan Tanimbar, Petrus Fatlolon menyatakan daerahnya sama sekali tidak pernah diajak untuk berdiskusi dan diminta pendapatnya oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku terkait pembahasan dan penyusunan peraturan daerah (Perda) yang menetapkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Maluku Energi Abadi sebagai pengelola Participating Interest (PI) di Wilayah Kerja (WK) Blok Masela.
"Kami kecewa sebab penetapan BUMD selaku pengelola 10 persen PI. Kami kaget, sebab tiba-tiba Perda tentang penetapan BUMD itu berubah. Pemerintah Kepulauan Tanimbar dan masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam tahapan konsultasi publik dalam rangka penyusunan peraturan provinsi Maluku yang terkait dengan penetapan BUMD Maluku Energi Abadi sebagai pengelola PI," ujar dia didepan para anggota DPRD Maluku pada Senin (15/03/2021).
Dikatakan sejak penetapan area kilang gas alam cair atau liquid natural gas (LNG) Inpex Masela Ltd di Desa Lermatan, Kecamatan Tanimbar Selatan (Tansel) oleh pemerintah pusat melalui SKK Migas pada Senin 4 November 2019 lalu, pemerintah dan masyarakat Tanimbar tidak lagi dilibatkan dalam pembahasan perda terkait Blok Masela.
"Sebab ada yang namanya tahapan konsultasi publik. Mestinya bapak-ibu DPRD berkonsultasi pula dengan masyarakat di Kabupaten Kepulauan Tanimbar sebagai kabupaten yang terdampak," tutur dia.
Ia juga menanggapi pernyataan beberapa anggota DPRP Maluku yang mengklaim Pemkab dan DPRD Tanimbar sudah terlambat dalam menanggapi masalah pembagian porsi 5,6 persen dari 10 persen PI Persen Blok Masela yang didapat oleh provinsi.
Ditegaskan, Pemkab Tanimbar dari awal pencanangan Pulau Yamdena sebagai lokasi fasilitas kilang migas Blok Masela telah bersuara dan meminta agar Pemprov dan DPRD dapat mendengarkan aspirasi dari Tanimbar, meskipun saat itu belum ada keputusan pasti dari pemerintah pusat terkait pengelolaan PI dan masih mempertimbangkan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai penerima PI lainnya..
"Saya ingin menyatakan bahwa Kabupaten Kepulauan Tanimbar tidaklah terlambat. Jauh hari sebelum SKK Migas menyurati Gubernur Maluku kita sudah lakukan pertemuan di Hotel Sultan dan dihadiri anggota DPRD Maluku. Saat itu saya sudah sampaikan porsi PI yang sama, namun saat itu pimpinan DPRD dan Gubernur tidak menggubris usulan saya. Saya dapat klarifikasi hal ini dengan bukti dan fakta," ujar dia
Dikatakan Pemkab Tanimbar sejak akhir 2019 hingga awal 2021 selalu meminta kesempatan untuk membicarakan hal ini, namun tidak pernah ditanggapi. Meski pada tahun sebelumnya Gubernur Maluku Murad Ismail mengajak semua pimpinan kabupaten dan kota agar bersama berjuang mendorong pemerintah pusat memilih Maluku sebagai lokasi dan penerima PI 10 persen.
"Saya punya catatan bahwa kita sudah pernah membicarakan hal ini melibatkan para bupati walikota se provinsi Maluku sebanyak dua kali. Kali pertama sebelum pemerintah pusat memberikan PI kepada Maluku, tapi semua itu sirna, karna menganggap kami sebagai anak tiri," kata Fatlolon.
"Sebab yang saya dapat, ada konsep yang sengaja mengulur-ulur waktu sehingga nanti dikatakan bahwa sudah terlambat. Padahal Kepulauan Tanimbar tidak pernah tertunda dan terlambat dalam menyikapi seluruh tahapan PI 10 persen," tambah dia.
Pada kesempatan itu, Bupati Fatlolon juga meminta agar DPRD Maluku dapat menyadari kesalahan komunikasi yang selama ini terjadi, sehingga proyek pengelolaan gas alam di wilayah paling selatan Provinsi maluku tersebut dapat berjalan tanpa ada kendala.
"Kami butuh kebijakan dan solusi jangka pendek terkait PI 10 persen. Sesuai dengan amanat masyarakat Tanimbar kami berharap agar DPRD Maluku dapat menyelesaikan masalah ini, tanpa perlu lagi ke Jakarta. Dan kami siap negosiasi dan mengambil keputusan tersebut," pinta dia. (Albert Batlayeri)