Ujang Komarudin Nilai MoU Penelitian Dendritik Bukti Kuatnya Posisi Politik Terawan Agus Putranto
pada tanggal
22 April 2021
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Nota kesepakatan antara Menteri Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNIAD) soal penelitian sel dendritik disebut menjadi bukti kuatnya dukungan politik bagi mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Pengamat politik Universitas Al Azar Ujang Komarudin menilai kesepakatan tersebut menjadi win-win dalam persoalan vaksin Nusantara.
"Beking Terawan tentu kuat dan tak bisa dianggap sebelah mata. Faktanya kasus vaksin tersebut bisa diselesaikan dengan MoU," kata Ujang Komarudin kepada Tempo, Selasa malam, 20 April 2021.
Ujang mengatakan pengaruh Terawan secara politik masih besar kendati tak lagi menjabat sebagai Menteri Kesehatan. Ia menyebut mantan Direktur Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto itu memiliki relasi dengan banyak tokoh besar di Tanah Air.
"Relasi dan pasien dia bukan hanya dari para pejabat, tetapi juga para pengusaha kakap," kata Ujang.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menyampaikan hal senada ihwal kuatnya dukungan politik Terawan. Buktinya, kata dia, polemik vaksin Nusantara menjadi bak debat politik, padahal mestinya hitam-putih dari tinjauan medis.
"Dukungan terhadap Terawan menguat. Hebatnya didukung para politisi," kata Adi secara terpisah.
Terawan menginisiasi penelitian vaksin Covid-19 dengan platform sel dendritik--komponen sel darah yang mengandung sistem imun, yang belakangan disebut vaksin Nusantara. Dinilai tak transparan sejak awal dan mendapat sejumlah catatan dari BPOM, tim peneliti vaksin Nusantara tetap menggelar uji klinis tahap II di RSPAD Gatot Subroto.
Tim peneliti bahkan mulai mengambil sampel darah para relawan dan menyuntikkannya kembali ke tubuh mereka. Relawan uji klinis tersebut sebagian besar adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan sejumlah tokoh nasional yang diduga pernah menjadi pasien "cuci otak" Terawan.
Metode cuci otak Terawan yang berasal dari disertasinya itu juga dipergunjingkan. Sejumlah dokter menganggap disertasi yang juga membahas intra-arterial heparin flushing (IAHF) alias cuci otak itu tak memenuhi syarat klinis sebagai metode penyembuhan stroke. Namun, banyak politikus dan pejabat yang tetap datang ke Terawan untuk mendapat pengobatan tersebut. (Budiarti Utami Putri| Tempo)
"Beking Terawan tentu kuat dan tak bisa dianggap sebelah mata. Faktanya kasus vaksin tersebut bisa diselesaikan dengan MoU," kata Ujang Komarudin kepada Tempo, Selasa malam, 20 April 2021.
Ujang mengatakan pengaruh Terawan secara politik masih besar kendati tak lagi menjabat sebagai Menteri Kesehatan. Ia menyebut mantan Direktur Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto itu memiliki relasi dengan banyak tokoh besar di Tanah Air.
"Relasi dan pasien dia bukan hanya dari para pejabat, tetapi juga para pengusaha kakap," kata Ujang.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menyampaikan hal senada ihwal kuatnya dukungan politik Terawan. Buktinya, kata dia, polemik vaksin Nusantara menjadi bak debat politik, padahal mestinya hitam-putih dari tinjauan medis.
"Dukungan terhadap Terawan menguat. Hebatnya didukung para politisi," kata Adi secara terpisah.
Terawan menginisiasi penelitian vaksin Covid-19 dengan platform sel dendritik--komponen sel darah yang mengandung sistem imun, yang belakangan disebut vaksin Nusantara. Dinilai tak transparan sejak awal dan mendapat sejumlah catatan dari BPOM, tim peneliti vaksin Nusantara tetap menggelar uji klinis tahap II di RSPAD Gatot Subroto.
Tim peneliti bahkan mulai mengambil sampel darah para relawan dan menyuntikkannya kembali ke tubuh mereka. Relawan uji klinis tersebut sebagian besar adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan sejumlah tokoh nasional yang diduga pernah menjadi pasien "cuci otak" Terawan.
Metode cuci otak Terawan yang berasal dari disertasinya itu juga dipergunjingkan. Sejumlah dokter menganggap disertasi yang juga membahas intra-arterial heparin flushing (IAHF) alias cuci otak itu tak memenuhi syarat klinis sebagai metode penyembuhan stroke. Namun, banyak politikus dan pejabat yang tetap datang ke Terawan untuk mendapat pengobatan tersebut. (Budiarti Utami Putri| Tempo)