Mujahidin Indonesia Timur Diduga Dibalik Pembunuhan 4 Petani di Poso
pada tanggal
12 Mei 2021
PALU, LELEMUKU.COM - Empat orang petani di Kabupaten Poso tewas dibunuh pada Selasa (11/5) oleh pelaku yang diduga anggota kelompok militan bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT), kata Polda Sulawesi Tengah.
Satu dari empat korban yang ditemukan tewas di lahan pertanian mereka di Desa Kalemago, Kecamatan Lore Timur, dipenggal kepalanya, kata Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Didik Supranoto.
“Saat ini keempat korban berinisial PD, NU, LL, dan PP sudah disemayamkan di rumah duka di Desa Kalemago,” kata Didik kepada BenarNews di Palu.
Menurut Didik, berdasarkan keterangan saksi mata, korban didatangi lima orang yang tidak dikenal saat mereka beristirahat di pondok di kebun sekitar pukul 10.00 WITA.
Karena merasa curiga, saksi yang berinisial PK langsung melarikan diri ke perkampungan untuk melaporkan ke petugas keamanan, sedangkan korban disandera oleh lima pelaku, ujar Didik.
“Ia (saksi) melihat lima orang pelaku membawa senjata api dan senjata tajam. Dan ketika diperlihatkan foto Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh petugas, dia mengenali salah satu wajah yang tertera di dalam poster sebagai DPO bernama Qatar alias Farel alias Anas,” ungkap Didik.
Pengakuan saksi itu semakin menguatkan dugaan polisi bahwa pelakunya adalah MIT, kelompok militan yang telah berbaiat kepada kelompok ekstrimis ISIS, dan berada di belakang sejumlah pembunuhan sadis terhadap warga atau pun aparat keamanan dalam satu dekade terakhir di Poso dan sekitarnya.
“Di sana memang jalur MIT dan aksi seperti pemenggalan itu cuman dilakukan MIT. Kita menduga kuat pelaku adalah MIT,” ujar Didik.
Didik mengatakan anggota Operasi Madago Raya, kesatuan yang terdiri dari Polri dan TNI yang dibentuk untuk memberantas MIT, langsung bergegas ke lokasi kejadian dan menemukan jenazah korban dengan luka-luka senjata tajam, termasuk NU yang kepalanya terpisah.
Sepeda motor milik salah satu korban ditemukan terbakar.
“Untuk motif belum diketahui, yang pasti MIT melancarkan aksi itu sebagai bentuk teror untuk menakut-nakuti warga desa,” ujarnya.
Warga ketakutan
Warga di Desa Kalemago mengaku merasa ketakutan untuk bekerja di kebun setelah mendengar berita pembunuhan itu.
“Petugas keamanan kan tidak kawal kami sampai berkebun. Itu bikin takut kami,” kata salah satu warga yang minta dipanggil sebagai Mama Kevin, kepada BenarNews.
Menurutnya, kejadian pembunuhan membuat warga heboh sehingga menimbulkan kepanikan.
“Sekarang memang ada pengamanan, tapi tetap kami merasa tidak nyaman. Kami berharap semua pelaku itu segera ditangkap sehingga kami di sini bisa lebih merasa aman dan nyaman,” ungkapnya.
Mama Kevin mengatakan keempat warga yang tewas dibunuh merupakan kerabat.
“Masih saudara semua itu. Sama-sama suku Toraja dan keseharian mereka berkebun,” ujarnya.
Kapolda Sulteng Irjen Abdul Rakhman Baso mengatakan saat ini situasi di Poso khususnya di Desa Kalemago sudah aman dengan adanya petugas keamanan.
“Warga tidak perlu terpancing dan tetap tenang, Satgas Operasi Madago Raya akan memberikan pengamanan,” tegasnya.
Sebelumnya, Rakhman mengaku anggota Satgas Operasi Madago Raya kehilangan jejak anggota MIT yang sangat mengetahui medan di hutan dan pegunungan Poso.
“Kita berharap pelaku ini bisa segera ditangkap. Di lokasi, satgas juga sudah melakukan pengejaran,” katanya.
Madago Raya yang diluncurkan Januari tahun ini adalah perpanjangan dari Operasi Tinombala yang dimulai pada 2016 dengan tujuan memberangus anggota MIT.
Tinombala merupakan kelanjutan dari Operasi Camar Maleo yang dimulai setahun sebelumnya, dengan tujuan yang sama, untuk membersihkan Poso dari kelompok militan bersenjata itu.
Saat awal operasi keamanan dilancarkan oleh TNI-Polri, anggota MIT diketahui berjumlah sekitar 40-an orang. Pimpinannya saat itu, Santoso, yang tercatat sebagai pimpinan militan pertama yang berbaiat kepada ISIS, dinilai lihai dalam pelatihan militer untuk militan. Ia berhasil merekrut anggota tidak hanya di sekitar Poso, bahkan juga dari luar Sulawesi, hingga etnis Uyghur dari Xinjiang, Cina.
Santoso tewas dalam serangan Operasi Tinombala pada pertengahan 2016, dan sejak itu anggot MIT terus berkurang, apakah karena tewas di tangan aparat atau menyerahkan diri.
Pada tahun lalu walaupun anggota MIT diyakini hanya belasan orang, namun kelompok tersebut masih bisa melakukan pembunuhan terhadap warga. Puncaknya adalah pada November 2020 dimana empat orang warga desa di Kabupaten Sigi, yang bersebelahan dengan Poso, tewas dibunuh secara mengenaskan oleh MIT.
Meskipun keseluruhan korban yang masih merupakan satu keluarga tersebut semuanya beragama Kristen, kajian menunjukkan bahwa serangan itu dimotivasi tidak oleh agama dan lebih karena balas dendam atas pembunuhan dua militan MIT sebelumnya dan kecurigaan bahwa anggota keluarga tersebut bertindak sebagai informan kepada polisi, demikian menurut pengamat.
Pada Maret 2021 seorang anggota Brimob, satu anggota TNI, dan dua militan tewas dalam dua kejadian terpisah, saat aparat melakukan pengejaran terhadap MIT. Dengan tewasnya dua militan saat itu, polisi mengatakan masih ada sembilan anggota MIT yang tersisa.
Kutuk
Wakil Ketua DPD Hanura Sulteng, Frits Kandori mengutuk serangan yang dilakukan menjelang perayaan Idul Fitri 1442 Hijriah dan Kenaikan Isa Almasih yang seharusnya menjadi saat bergembira dan bersukacita.
“Kita semua tentu marah, menolak serta mengecam keras tindakan brutal tidak berperikemanusiaan. Tindakan sangat biadab dengan menghilangkan nyawa orang lain dengan cara yang sangat sadis,” terangnya.
Frits meminta kepada TNI dan Polri serta Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk benar-benar bisa menuntaskan masalah terorisme di Sulteng.
“Kami sudah benar-benar muak dengan semua ini. Kejar dan tangkap para teroris ini sampai ke akar-akarnya,” tegasnya.
Pengamat terorisme di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, Lukman S Tahir, mengatakan aksi yang dilancarkan MIT membuktikan bahwa kelompok itu masih eksis, meski sebelumnya kekuatan mereka dikatakan melemah.
“Mereka ini ada dan tidak bisa dianggap remeh. Satgas harus benar-benar kerja ekstra untuk menumpas mereka,” ujarnya kepada BenarNews.
“Kita melihat operasi sampai saat ini belum bisa menyelesaikan MIT. Kita berharap TNI dan Polri bisa bersinergi dengan baik menyelesaikan ini sehingga semua masyarakat khususnya di Poso benar-benar merasa aman,” ungkapnya. (Keiyah Aprilia |BenarNews)