Faisal Basri Sebut Semua Utang PLN Rp451 Triliun untuk Investasi Penambahan Aset
pada tanggal
17 Juni 2021
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Ekonom dari Universitas Indonesia Faisal Basri angkat bicara menanggapi utang PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN yang pada tahun 2020 lalu mencapai Rp 451 triliun. Nilai utang tersebut lebih rendah sekitar Rp 2 triliun dibandingkan tahun sebelumnya.
Sepanjang lima tahun terakhir atau 2015-2020, tercatat utang PLN bertambah Rp 199 triliun. Namun meski sepintas besar utang perusahaan setrum negara itu terlihat besar, tapi bila dibandingkan dengan besar investasi di periode waktu serupa yang mencapai Rp 448 triliun, Faisal menilai tidak ada masalah.
"Hampir semua (utang) dipakai untuk investasi. Hanya sebagian kecil untuk menjaga cash flow,” ujar Faisal Basri lewat keterangan resmi, Selasa, 15 Juni 2021.
Adapun investasi PLN di antaranya berupa penambahan aset berupa pembangkit total 10.000 megawatt, transmisi sepanjang 23.000 kilometer sirkuit, dan gardu induk total 84.000 MvA.
Dengan adanya berbagai investasi itu, rasio elektrifikasi PLN pun meningkat dari 88,3 persen menjadi 99,2 persen. “PLN ini BUMN aset terbesar, sampai April 2021 mencapai Rp 1.599,5 triliun,” ucap Faisal. "Harus kita jaga bersama-sama. Tidak ada BUMN lain dengan aset sebesar ini."
Lebih jauh, Faisal menjelaskan, investasi PLN yang lebih besar dari peningkatan utang bisa karena sumber dananya tidak hanya dari pinjaman. Sebagian investasi PLN didanai dari kas internal dan penambahan modal.
Investasi dari kas internal masih dimungkinkan, menurut dia, karena PLN masih mencatatkan keuntungan. Kenaikan pendapatan PLN bisa seiring dengan bertambahnya jumlah pelanggan dari 61 juta menjadi 79 juta.
Namun begitu, peningkatan pelanggan juga menaikkan biaya produksi karena semakin banyak pelanggan harus dilayani. “Penyambungan kabel, penyediaan energi primer, semua butuh biaya,” kata Faisal.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PLN, Sinthya Roesly, sebelumnya, memaparkan apa saja yang dilakukan perusahaan dalam mengelola utang pada tahun lalu.
Selama tahun 2020, PLN telah menurunkan jumlah interest bearing debt (rasio utang kena bunga) menjadi senilai Rp 452,4 triliun bila dibandingkan dengan tahun 2019. Pencapaian ini ditopang aksi korporasi PLN berupa pelunasan pinjaman sebelum jatuh tempo sekitar Rp 30 triliun, segera setelah diperoleh kompensasi.
Pelunasan utang sebelum jatuh tempo itu dilakukan seiring dengan telah diterimanya piutang kompensasi dari pemerintah untuk 2018 dan 2019 dengan total senilai Rp 45,4 triliun. Selain itu ada penerbitan global medium term notes (GMTN) senilai US$ 1,5 miliar pada Juni 2020 dengan tingkat bunga lebih rendah dan tenor lebih panjang dibanding pinjaman sebelumnya.
Sinthya menyebutkan penerbitan GMTN pada tahun lalu itu meraup sukses besar. Pasalnya bunga yang didapat jauh lebih murah dan kompresi harga dari indikatif awal sekitar 0,7 persen dan memperoleh penawaran oversub dari para investor global.
Hal tersebut merupakan rangkaian upaya liability management untuk menurunkan beban cashflow pinjaman dalam jangka panjang, serta upaya perbaikan cashflow terutama 5 tahun ke depan. Selain itu artinya ada penurunan beban bunga pinjaman dan untuk mengendalikan biaya pokok penyediaan listrik dan subsidi. "Seiring dengan turunnya beban bunga pinjaman,” ujar Sinthya melalui keterangan tertulisnya, Ahad, 30 Mei 2021.
Sepanjang tahun 2020, PLN tercatat membukukan laba bersih senilai Rp 5,99 triliun. Angka tersebut naik Rp 1,6 triliun dari laba bersih pada 2019 sekitar Rp 4,3 triliun. (Tempo)