Ricky Jauwerissa Pertanyakan Dokumen LKPJ Anggaran Covid-19 Tahun 2020 di Tanimbar
pada tanggal
09 Agustus 2021
SAUMLAKI, LELEMUKU.COM - Beberapa fakta terungkap dari rapat dengar pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang berlangsung selama empat hari di Balai Rakyat Saumlaki.
Salah satu yang mencuri perhatian publik adalah pengungkapan temuan DPRD setelah mempelajari dokumen pertangungjawaban bupati (LKJP), laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK serta KUA-PPAS APBD tahun 2020.
Dimana dari dana bantuan sosial anggaran Covid-19 tahun 2020, ke Polres Tanimbar dalam LKPJ Bupati, tertuang Rp7,5 miliar. Sementara dari LHP BPK yang diterima DPRD setempat menyebutkan angka Rp9,3 miliar.
Selain itu, anggaran miliaran itu, kemudian dijelaskan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tanimbar Utha Kabalmay, selaku anggota TAPD dalam rapat banggar, bahwa dari anggaran covid-19 tahun itu, jumlah dana yang dishare ke Polres hanyalah senilai Rp107 juta saja. Dana itupun untuk bidang Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops).
Wakil Ketua II DPRD Ricky Jauwerissa, yang bertindak sebagai pimpinan sidang tersebut, mempertanyakan dalam paripurna Banggar, dana hibah bansos tersebut. Pasalnya sesuai Laporan Hasil Audit (LHP) BPK pada buku 2, menyebutkan bahwa tidak dapat diyakini kewajarannya.
"LHP yang barusan dibagikan ke tangan saya ini tertera kalau hasil audit pada mata anggaran itu tidak dapat diyakini kewajarannya. BPK saja bingung, apalagi saya yang baru dilantik pada 2019 lalu," tandasnya.
Dari informasi yang diperoleh menyebutkan kalau sesuai kuitansi yang ditandatangani oleh mantan Kapolres Adolf Bormasa, tertera angka Rp107 juta saja. Angka itu singkron dengan laporan penggunaan dana Covid-19 yang dijelaskan kepala Bappeda.
Sumber lain juga menjelaskan terkait LHP BPK atas Laporan Keuangan itu terdiri dari tiga buku yang merupakan satu bagian yang yang tidak terpisahkan, yaitu Buku I yang berisi tentang LHP atas laporan keuangan, Buku II tentang LHP atas sistem pengendalian intern serta Buku III tentang LHP atas kepatuhan terhadap ketentuan dan mekanisme yang berlaku.
"Jadi gini, kendati temuan BPK itu menyebutkan dugaan terjadi pelanggaran, itu tidak menjadi alat bukti hukum dalam proses hukum," ujar sumber.
Nanti lanjut sumber, penegak hukum mencari sendiri alat bukti. Dikaitkan dengan masalah dana bansos ke Polres yang ada temuannya, nanti pihak penegak hukum akan menelusurinya. Dirinya juga menegaskan bahwa predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK yang pernah disandang Pemda KKT atas laporan keuangannya, tidaklah menjamin tidak ada tindak pidana korupsi.
"WTP saja, tetap terbuka kemungkinan adanya tindak pidana korupsi apalagi kalau WDP atau juga disclamer
Pasalnya, lanjut dia, hal itu disebabkan BPK mendasarkan penilaian atas kewajaran penyajian keuangan Negara. Sedangkan ada atau tidaknya tindak pidana korupsi merupakan wewenang aparat penegak hukum.
"Tanyakan saja kepada yang punya duit, apakah dikasih ke Polres atau tidak? Kalau 9 milyar itu diberikan, kasihnya ke siapa?" Saran sumber.
Dirinya pun memaparkan, anggaran bansos dalam dana covid-19 tersebut masuk kategori bantuan tidak terduga (BTT). Pihak mana yang harus membuat dokumen itu. Mengingat, dana covid-19 milik Pemda, sebagian sudah melekat pada SKPD masing-masing.
"BTT itukan dana tidak taktis. Mekanisme pencairannya ada dituang dalam dalam peraturan bupati. Dan untuk dituang dalam perbub, kan harus ada perencanaan. Bupati setuju, disposisi ke sekda baru lanjut ke kaban keuangan untuk SPM dan SP2D. Nah yang biasa tanda tangan itu ya kepala bidang SP2D-nya," bebernya.
Sekali lagi dirinya mengingatkan, kalau BPK tidak pernah turun kroscek ke lapangan jika administrasi yang disajikan dalam laporan keuangan sudah lengkap. Dengan artian bahwa BPK ketika melihat dokumen yang Pemda sajikan, jika tidak lengkap dan wajar, maka BPK akan turun ke lapangan langsung.
"Kalau ada ketidakwajaran barulah dilakukan uji petik. Tetapi selama admistrasi yang disajikan lengkap, BPK tidak akan on the spot lagi. BPK kan hanya soal administrasi saja," tandasnya. (Albert Batlayeri)