Pemerintah Taliban Tetapkan Kebijakan untuk Pendidikan Perempuan
pada tanggal
28 September 2021
KABUL, LELEMUKU.COM - Minggu lalu, Taliban menegaskan bahwa perempuan boleh melanjutkan pendidikan tinggi dalam ruang kelas yang dipisah berdasarkan gender, dan asalkan mereka mengenakan jilbab.
Ketika memaparkan kebijakannya, penjabat Menteri Pendidikan Tinggi Taliban, Abdul Baqi Haqqani mengatakan, perempuan di Afghanistan boleh melanjutkan pendidikan hingga ke universitas, termasuk tingkat pasca sarjana, tetapi ruang kelas akan dipisah berdasarkan gender dan mereka wajib berbusana Muslimah. Menteri Haqqani menyampaikan itu pada konferensi pers, beberapa hari setelah penguasa baru di Afghanistan membentuk pemerintahan yang semuanya laki-laki.
Dunia menyoroti dengan cermat sejauh mana perbedaan kebijakan pemerintahan Taliban yang sekarang dibandingkan ketika mereka pertama kali berkuasa pada akhir 1990-an. Pada era itu, anak perempuan dan perempuan tidak boleh mendapat pendidikan dan mereka disisihkan dari kehidupan publik.
Taliban menyatakan bahwa mereka telah berubah dan kini mempunyai kebijakan yang berbeda, termasuk sikap mereka terhadap perempuan.
“Solusi pertama adalah harus ada tempat di mana anak laki-laki bisa dipisahkan dari anak perempuan. Atau, solusi kedua, harus ada waktu khusus untuk anak laki-laki dan waktu khusus untuk anak perempuan. Dan solusi ketiga…harus ada tirai pemisah dalam ruang kelas," kataMenteri pendidikan, Abdul Baqi Haqqani.
Haqqani mengatakan pemerintahan Taliban yang disebut Imarah Islam, tidak akan menentang pendidikan yang mengikuti hukum Islam. Namun, kata Haqqani, mahasiswi akan menghadapi pembatasan yang diterapkan Taliban, termasuk aturan berpakaian.
Ia menambahkan bahwa jilbab akan diwajibkan tetapi ia tidak menetapkan apakah kewajiban itu hanya untuk memakai jilbab atau mencakup cadar.
Pemisahan gender juga akan ditegakkan, dan universitas-universitas harus "memiliki kemampuan untuk menyediakan gedung yang berbeda" bagi laki-laki dan perempuan. Haqqani mengatakan mata kuliah yang diajarkan di universitas-universitas juga akan ditinjau ulang tetapi ia tidak menjelaskan lebih jauh.
Taliban, yang menerapkan interpretasi yang tegas terhadap hukum Islam, telah melarang musik dan seni ketika mereka berkuasa sebelumnya.
Para pendukung hak-hak perempuan telah menyuarakan skeptisisme.
Alison Davidian adalah Deputi Perwakilan Negara untuk UN WOMEN di Afghanistan. Dia baru-baru ini berbicara dengan wartawan di New York sehari setelah Taliban mengumumkan rencana membentuk pemerintahan tanpa melibatkan perempuan.
“Setiap hari kami menerima laporan kemunduran hak-hak perempuan. Perempuan dilarang keluar rumah kalau tidak disertai muhrim. Di beberapa provinsi mereka dihentikan ketika sedang dalam perjalanan menuju tempat kerja. Pusat-pusat perlindungan perempuan yang menyediakan layanan yang penting bagi perempuan yang melarikan diri dari kekerasan, telah diserang," kataAlison Davidian.
Davidian menambahkan bahwa kapasitas rumah penampungan itu sudah penuh.
Pekan lalu di Afghanistan, perempuan bergabung dalam protes antiTaliban di Kabul.
Kementerian dalam negeri pemerintahan Taliban baru-baru ini mengeluarkan perintah untuk mengakhiri semua protes di negara itu kecuali bila demonstran sudah lebih dulu mendapat izin, termasuk izin untuk slogan dan spanduk. (VOA)
Ketika memaparkan kebijakannya, penjabat Menteri Pendidikan Tinggi Taliban, Abdul Baqi Haqqani mengatakan, perempuan di Afghanistan boleh melanjutkan pendidikan hingga ke universitas, termasuk tingkat pasca sarjana, tetapi ruang kelas akan dipisah berdasarkan gender dan mereka wajib berbusana Muslimah. Menteri Haqqani menyampaikan itu pada konferensi pers, beberapa hari setelah penguasa baru di Afghanistan membentuk pemerintahan yang semuanya laki-laki.
Dunia menyoroti dengan cermat sejauh mana perbedaan kebijakan pemerintahan Taliban yang sekarang dibandingkan ketika mereka pertama kali berkuasa pada akhir 1990-an. Pada era itu, anak perempuan dan perempuan tidak boleh mendapat pendidikan dan mereka disisihkan dari kehidupan publik.
Taliban menyatakan bahwa mereka telah berubah dan kini mempunyai kebijakan yang berbeda, termasuk sikap mereka terhadap perempuan.
“Solusi pertama adalah harus ada tempat di mana anak laki-laki bisa dipisahkan dari anak perempuan. Atau, solusi kedua, harus ada waktu khusus untuk anak laki-laki dan waktu khusus untuk anak perempuan. Dan solusi ketiga…harus ada tirai pemisah dalam ruang kelas," kataMenteri pendidikan, Abdul Baqi Haqqani.
Haqqani mengatakan pemerintahan Taliban yang disebut Imarah Islam, tidak akan menentang pendidikan yang mengikuti hukum Islam. Namun, kata Haqqani, mahasiswi akan menghadapi pembatasan yang diterapkan Taliban, termasuk aturan berpakaian.
Ia menambahkan bahwa jilbab akan diwajibkan tetapi ia tidak menetapkan apakah kewajiban itu hanya untuk memakai jilbab atau mencakup cadar.
Pemisahan gender juga akan ditegakkan, dan universitas-universitas harus "memiliki kemampuan untuk menyediakan gedung yang berbeda" bagi laki-laki dan perempuan. Haqqani mengatakan mata kuliah yang diajarkan di universitas-universitas juga akan ditinjau ulang tetapi ia tidak menjelaskan lebih jauh.
Taliban, yang menerapkan interpretasi yang tegas terhadap hukum Islam, telah melarang musik dan seni ketika mereka berkuasa sebelumnya.
Para pendukung hak-hak perempuan telah menyuarakan skeptisisme.
Alison Davidian adalah Deputi Perwakilan Negara untuk UN WOMEN di Afghanistan. Dia baru-baru ini berbicara dengan wartawan di New York sehari setelah Taliban mengumumkan rencana membentuk pemerintahan tanpa melibatkan perempuan.
“Setiap hari kami menerima laporan kemunduran hak-hak perempuan. Perempuan dilarang keluar rumah kalau tidak disertai muhrim. Di beberapa provinsi mereka dihentikan ketika sedang dalam perjalanan menuju tempat kerja. Pusat-pusat perlindungan perempuan yang menyediakan layanan yang penting bagi perempuan yang melarikan diri dari kekerasan, telah diserang," kataAlison Davidian.
Davidian menambahkan bahwa kapasitas rumah penampungan itu sudah penuh.
Pekan lalu di Afghanistan, perempuan bergabung dalam protes antiTaliban di Kabul.
Kementerian dalam negeri pemerintahan Taliban baru-baru ini mengeluarkan perintah untuk mengakhiri semua protes di negara itu kecuali bila demonstran sudah lebih dulu mendapat izin, termasuk izin untuk slogan dan spanduk. (VOA)