Hubungan Antara Frances Haugen dan Padamnya Jaringan Facebook Selama 6 Jam
pada tanggal
06 Oktober 2021
WASHINGTON, LELEMUKU.COM - Mantan manajer produks Facebook.Inc, Frances Haugen yang sedang bersaksi didepan anggota parlemen di Capitol, Washington DC. menjadi sorotan yang memperburuk citra penyedia layanan media sosial yang sebelumnya mengalami pemadaman jaringan atau down pada fitur-fitur unggulannya yakni Facebook, Instagram dan WhatApp pada Senin (4/10/2021) .
Pelapor atau whistleblower yang merupakan eks pegawai sejak 2019 itu yang membuka dan menyerahkan dokumen internal perusahaan tersebut kepada anggota parlemen dan surat kabar Wall Street Journal (WSJ).
Mantan pegawai Google dan Pinterest itu menggunakan nama ‘Sean’ untuk menyamarkan identitasnya sebagai whistleblower yang menyingkap praktik kotor di Facebook di WSJ dengan rangkaian artikel yang memperlihatkan upaya Facebook dalam menghadapi moderasi konten dan dampak psikologis negatif Instagram terutama pada gadis remaja.
Frances juga membeber praktik curang yang dilakukan media sosial tersebut dalam program ’60 Minutes’ di saluran televisi CBS yang ditayangkan Minggu (3/10/2021).
Haugen mengungkapkan perusahaan pemilik WhatsApp dan Instagram itu memilih berbuat curang demi meraup keuntungan finansial ketimbang kepentingan masyarakat luas terutama terkait ujaran kebencian dan misinformasi.
“Ada konflik kepentingan antara yang baik bagi publik dan yang bagus untuk Facebook. Sebab Facebook berulang kali memilih mengoptimalkan untuk kepentingannya sendiri, seperti menghasilkan banyak uang,” tutur perempuan berusia 37 tahun itu.
Haugen yangf bekerja selama dua tahun dalam tim misinformasi sipil di Facebook. Namun, dia mengundurkan diri pada Mei lalu ini mengatakan bahwa Facebook secara substansial lebih buruk daripada apa pun yang pernah dilihatnya sebelumnya.
“Facebook berulang kali telah menunjukkan bahwa mereka memilih keuntungan daripada keamanan. Itu seperti menyubsidi, membayar keuntungannya dengan keselamatan kita. Versi Facebook yang ada saat ini menghancurkan masyarakat kita dan menyebabkan kekerasan etnis di seluruh dunia,” ujar Haugen.
Lebih jauh, Haugen juga menjelaskan bagaimana algoritma yang digunakan Facebook dapat memicu reaksi lebih banyak pada konten yang tampil di halaman beranda pengguna.
“Facebook telah menyadari bahwa jika mereka mengubah algoritma menjadi lebih aman, orang akan menghabiskan lebih sedikit waktu di situs, akan mengeklik lebih sedikit iklan, mereka akan menghasilkan lebih sedikit uang,” tuturnya.
Dia menambahkan bahwa Facebook digunakan untuk membantu mengatur kerusuhan Capitol pada 6 Januari lalu dan memblokir serta membatasi aktivitas para pendukung Presiden Donald Trump di media sosial mereka, setelah perusahaan tersebut mematikan sistem keamanan setelah pemilihan presiden AS 2020 lalu.
Tiba-tiba Padam
Facebook sebelumnya mengatakan adanya pemadaman layanan global yang menjadi penyebab sistem media sosialnya down pada Senin.
"Adanya gangguan pada lalu lintas jaringan telah berdampak pada komunikasi data kami, menjadikan layanan kami terhenti," kata tim teknik perusahaan dalam blog pada Senin malam, seperti dikutip dari Bloomberg pada Selasa (5/10/2021).
Seperti diketahui, jaringan sosial Facebook beserta Instagram dan WhatsApp offline mendadak selama sekitar 6 jam pada Senin. Kejadian tersebut menjadi yang terpanjang dan merupakan kegagalan sistem paling luas yang pernah dicatat Facebook.
Chief Executive Officer (CEO) Mark Zuckerberg mengungkapkan permohonan maaf di halaman Facebook-nya setelah layanan kembali normal.
“Mohon maaf atas gangguan hari ini. Saya mengerti seberapa besar Anda mengandalkan layanan kami untuk tetap terhubung dengan orang-orang yang Anda sayangi," tulisnya.
Sementara itu, juru bicara Facebook mengatakan kejadian tersebut juga membuat sistem dan komunikasi internal terdampak. Para teknisi juga menghadapi tantangan untuk mengidentifikasi permasalahan yang berdamapak kepada produk hingga tempat kerja. Sejumlah server juga harus dilakukan reset secara manual.
"Bagi setiap bisnis yang kecil dan besar, keluarga maupun individu yang bergantung kepada kami, saya memohon maaf," tulis Chief Technology Office (CTO) Mike Schroepfer dalam akun Twitter-nya.
Padamnya sistem Facebook telah melumpuhkan serangkaian layanan yang digunakan oleh lebih dari 2,75 miliar orang setiap hari untuk berkomunikasi, berbisnis, dan mengonsumsi berita. Akibatnya, orang-orang di seluruh dunia harus beralih ke aplikasi lain agar tetap dapat terhubung dan mendapat informasi.
Hal ini terbukti dari meningkatnya jumlah pengguna baru Signal, aplikasi pesan pribadi milik Twitter, hingga jutaan akun. Sensor Tower juga mencatat Telegram yang memiliki fitur paling mirip dengan WhatsApp, terdongkrak hingga 55 posisi pada aplikasi yang paling banyak diunduh di iPhone di Amerika Serikat.
Downdetector yang dapat memonitor permasalahan pada layanan internet mendeteksi kejadian Facebook adalah yang terlama dengan laporan dari 10,6 juta di seluruh dunia.
Sebelumnya, aplikasi internal Facebook juga pernah berhenti berfungsi pada 2019, menyusul perselisihan dengan Apple Inc. yang menghentikan beberapa fungsi aplikasi tersebut di platformn-nya. Namun, gangguan pada Senin lalu masih lebih parah.
Akibat rentetan peristiwa ini, saham Facebook melemah hingga 4,9 persen menjadi senilai US$326,23 saat penutupan perdagangan di New York atau dengan kata lain mengalami kerugian market value hingga $50 triliun. (Albert Batlayeri)
Pelapor atau whistleblower yang merupakan eks pegawai sejak 2019 itu yang membuka dan menyerahkan dokumen internal perusahaan tersebut kepada anggota parlemen dan surat kabar Wall Street Journal (WSJ).
Mantan pegawai Google dan Pinterest itu menggunakan nama ‘Sean’ untuk menyamarkan identitasnya sebagai whistleblower yang menyingkap praktik kotor di Facebook di WSJ dengan rangkaian artikel yang memperlihatkan upaya Facebook dalam menghadapi moderasi konten dan dampak psikologis negatif Instagram terutama pada gadis remaja.
Frances juga membeber praktik curang yang dilakukan media sosial tersebut dalam program ’60 Minutes’ di saluran televisi CBS yang ditayangkan Minggu (3/10/2021).
Haugen mengungkapkan perusahaan pemilik WhatsApp dan Instagram itu memilih berbuat curang demi meraup keuntungan finansial ketimbang kepentingan masyarakat luas terutama terkait ujaran kebencian dan misinformasi.
“Ada konflik kepentingan antara yang baik bagi publik dan yang bagus untuk Facebook. Sebab Facebook berulang kali memilih mengoptimalkan untuk kepentingannya sendiri, seperti menghasilkan banyak uang,” tutur perempuan berusia 37 tahun itu.
Haugen yangf bekerja selama dua tahun dalam tim misinformasi sipil di Facebook. Namun, dia mengundurkan diri pada Mei lalu ini mengatakan bahwa Facebook secara substansial lebih buruk daripada apa pun yang pernah dilihatnya sebelumnya.
“Facebook berulang kali telah menunjukkan bahwa mereka memilih keuntungan daripada keamanan. Itu seperti menyubsidi, membayar keuntungannya dengan keselamatan kita. Versi Facebook yang ada saat ini menghancurkan masyarakat kita dan menyebabkan kekerasan etnis di seluruh dunia,” ujar Haugen.
Lebih jauh, Haugen juga menjelaskan bagaimana algoritma yang digunakan Facebook dapat memicu reaksi lebih banyak pada konten yang tampil di halaman beranda pengguna.
“Facebook telah menyadari bahwa jika mereka mengubah algoritma menjadi lebih aman, orang akan menghabiskan lebih sedikit waktu di situs, akan mengeklik lebih sedikit iklan, mereka akan menghasilkan lebih sedikit uang,” tuturnya.
Dia menambahkan bahwa Facebook digunakan untuk membantu mengatur kerusuhan Capitol pada 6 Januari lalu dan memblokir serta membatasi aktivitas para pendukung Presiden Donald Trump di media sosial mereka, setelah perusahaan tersebut mematikan sistem keamanan setelah pemilihan presiden AS 2020 lalu.
Tiba-tiba Padam
Facebook sebelumnya mengatakan adanya pemadaman layanan global yang menjadi penyebab sistem media sosialnya down pada Senin.
"Adanya gangguan pada lalu lintas jaringan telah berdampak pada komunikasi data kami, menjadikan layanan kami terhenti," kata tim teknik perusahaan dalam blog pada Senin malam, seperti dikutip dari Bloomberg pada Selasa (5/10/2021).
Seperti diketahui, jaringan sosial Facebook beserta Instagram dan WhatsApp offline mendadak selama sekitar 6 jam pada Senin. Kejadian tersebut menjadi yang terpanjang dan merupakan kegagalan sistem paling luas yang pernah dicatat Facebook.
Chief Executive Officer (CEO) Mark Zuckerberg mengungkapkan permohonan maaf di halaman Facebook-nya setelah layanan kembali normal.
“Mohon maaf atas gangguan hari ini. Saya mengerti seberapa besar Anda mengandalkan layanan kami untuk tetap terhubung dengan orang-orang yang Anda sayangi," tulisnya.
Sementara itu, juru bicara Facebook mengatakan kejadian tersebut juga membuat sistem dan komunikasi internal terdampak. Para teknisi juga menghadapi tantangan untuk mengidentifikasi permasalahan yang berdamapak kepada produk hingga tempat kerja. Sejumlah server juga harus dilakukan reset secara manual.
"Bagi setiap bisnis yang kecil dan besar, keluarga maupun individu yang bergantung kepada kami, saya memohon maaf," tulis Chief Technology Office (CTO) Mike Schroepfer dalam akun Twitter-nya.
Padamnya sistem Facebook telah melumpuhkan serangkaian layanan yang digunakan oleh lebih dari 2,75 miliar orang setiap hari untuk berkomunikasi, berbisnis, dan mengonsumsi berita. Akibatnya, orang-orang di seluruh dunia harus beralih ke aplikasi lain agar tetap dapat terhubung dan mendapat informasi.
Hal ini terbukti dari meningkatnya jumlah pengguna baru Signal, aplikasi pesan pribadi milik Twitter, hingga jutaan akun. Sensor Tower juga mencatat Telegram yang memiliki fitur paling mirip dengan WhatsApp, terdongkrak hingga 55 posisi pada aplikasi yang paling banyak diunduh di iPhone di Amerika Serikat.
Downdetector yang dapat memonitor permasalahan pada layanan internet mendeteksi kejadian Facebook adalah yang terlama dengan laporan dari 10,6 juta di seluruh dunia.
Sebelumnya, aplikasi internal Facebook juga pernah berhenti berfungsi pada 2019, menyusul perselisihan dengan Apple Inc. yang menghentikan beberapa fungsi aplikasi tersebut di platformn-nya. Namun, gangguan pada Senin lalu masih lebih parah.
Akibat rentetan peristiwa ini, saham Facebook melemah hingga 4,9 persen menjadi senilai US$326,23 saat penutupan perdagangan di New York atau dengan kata lain mengalami kerugian market value hingga $50 triliun. (Albert Batlayeri)