Saatnya Mendorong Kebangkitan Usaha Mikro dan Kecil
Salah satu masalah utama sebelum pandemi Covid-19 maupun sesudahnya adalah masih banyak pelaku UMK yang lebih memilih melakukan kegiatan usaha secara informal. Penyebab umumnya, mereka tidak sanggup dihadapkan pada sulitnya membangun usaha yang bersifat formal di Indonesia.
Mulai dari mahalnya mendirikan badan hukum hingga panjangnya birokrasi yang harus ditempuh untuk mengurus perizinan. Dengan momentum pemulihan ekonomi nasional, pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja berupaya memberikan kemudahan kepada UMK untuk berbadan hukum.
Pendekatan Risiko dalam Perizinan Berusaha
Dasar pemikiran untuk kebijakan perizinan berusaha sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Cipta Kerja adalah penerapan pendekatan berbasis risiko (risk-based approach/RBA) dan penerapan prinsip “trust but verify”. Kedua hal tersebutlah yang mendasari penerapan kebijakan perizinan berusaha berbasis risiko sebagai mekanisme perizinan berusaha di Indonesia.
Penerapan perizinan berusaha berbasis risiko merupakan paradigma baru dalam kebijakan perizinan berusaha di Indonesia. Dengan menerapkan pendekatan ini, pemerintah tidak lagi menerapkan kebijakan berbasis izin (license approach) yang sangat memberatkan pelaku usaha, terutama UMK. Adapun prinsip “trust but verify” diterapkan karena pemerintah menyadari tidak dapat menerapkan kebijakan perizinan berusaha yang sama untuk semua kegiatan usaha.
“Trust” yang dimaksudkan adalah perubahan kerangka berpikir (mindset) pemerintah terhadap para pelaku usaha. Pemerintah percaya bahwa pelaku usaha dalam pelaksanaan kegiatan usahanya akan mematuhi ketentuan, standar, dan norma yang telah ditetapkan pemerintah. Dengan demikian, selanjutnya kebijakan perizinan didorong untuk bersifat ex-post (audit/verifikasi) dan bukan ex-ante (pre-entry authorization atau semua persyaratan harus dipenuhi di depan).
Penerapan prinsip ini jelas menjadikan proses perizinan berusaha di Indonesia akan menjadi lebih realistis, sederhana, dan efisien. Mengimbangi penerapan prinsip “trust” atau pemberian kepercayaan tersebut, pemerintah tetap memiliki hak dan kewajiban untuk “verify”, yaitu melakukan evaluasi kegiatan operasional usaha dalam bentuk pelaksanaan pengawasan.
Penerapan perizinan berusaha berbasis risiko merupakan salah satu terobosan terbesar saat ini untuk mendorong tumbuhnya UMK, sebagai alat bantu untuk mendorong bangkitnya UMK dari keterpurukan sebagai dampak dari pandemi Covid-19.
Kemudahan untuk UMK
Proses menjalankan kegiatan usaha di Indonesia dilakukan dalam tiga tahap, yang diawali dengan tahap mendirikan badan usaha, kemudian memproses perizinan berusaha, dan terakhir, pelaksanaan pengawasan.
Pertama, mendirikan bahan usaha. Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM pada 8 Oktober 2021 meluncurkan kebijakan terbaru bagi UMK, yaitu pendirian perseroan perorangan. Perseroan perorangan merupakan perseroan terbatas (PT) yang didirikan cukup oleh satu orang. Salah satu strategi yang fundamental yang dilakukan dalam Undang-Undang Cipta Kerja adalah mengubah rezim pengesahan menjadi pendaftaran bagi perseroan perorangan.
Dengan perubahan strategi tersebut, pendirian badan hukum oleh UMK yang semula melalui proses panjang dan berbiaya cukup tinggi karena melibatkan berbagai institusi menjadi jauh lebih sederhana dan dapat dilakukan sendiri oleh pelaku UMK atau diberikan bantuan oleh pihak lain.
Pendirian PT dilakukan hanya dalam tiga langkah. Pertama, mengakses aplikasi perseroan perorangan yang dibangun oleh Kementerian Hukum dan HAM (ptp.ahu.go.id) untuk pembuatan akun personal. Kedua, mengisi formulir pendaftaran. Terakhir, mencetak bukti pendaftaran. Setelah terdaftar, pelaku UMK telah sah berbadan hukum (formal).
Kedua, memproses perizinan berusaha dengan mengakses sistem Online Single Submissioan (OSS) Berbasis Risiko yang dibangun oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal. Sistem OSS Berbasis Risiko merupakan sebuah portal nasional untuk penerbitan perizinan berusaha yang telah menerapkan konsep perizinan berusaha berbasis risiko (PBBR). Dengan penerapan PBBR untuk kegiatan usaha yang masuk ke dalam klasifikasi risiko rendah, pelaku usaha cukup melakukan registrasi untuk mendapatkan perizinan berusaha dalam bentuk Nomor Induk Berusaha (NIB).
Kegiatan UMK pada umumnya masuk dalam klasifikasi usaha dengan risiko rendah sehingga perizinan berusaha yang wajib dimiliki oleh pelaku UMK tersebut cukup dalam bentuk NIB yang diterbitkan oleh Sistem OSS Berbasis Risiko. Sebagaimana diamanatkan dalam UU Cipta Kerja, NIB sebagai perizinan berusaha bagi UMK berlaku pula sebagai perizinan tunggal, yaitu NIB sekaligus berlaku sebagai Standar Nasional Indonesia (dalam bentuk Sertifikat Bina UMK) dan pernyataan/sertifikasi jaminan produk halal.
Ketiga, tahapan pelaksanaan pengawasan kegiatan usaha berbasis risiko. Pemerintah menetapkan bahwa pengawasan dilakukan secara terintegrasi dan terkoordinasi antar-kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, dengan menerapkan konsep “risk-based targeting: optimizing effectiveness and costs”. Konsep ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya pemerintah yang terbatas (sumber daya manusia dan anggaran).
Pengawasan dilakukan untuk memastikan pelaku usaha melaksanakan kegiatan usaha sesuai standar dan lebih difokuskan kepada kegiatan usaha dengan risiko tinggi. Perlakuan khusus yang diberikan kepada UMK dikaitkan dengan proses pengawasan adalah menitikberatkan pada pelaksanaan pembinaan yang dilakukan secara berkala dan berkelanjutan.
Pelaksanaan ketiga tahapan kegiatan usaha ini akan terus diawasi oleh pemerintah sehingga semua kemudahan yang diberikan sejak tahap mendirikan badan usaha dan proses perizinan berusaha dapat benar-benar memberikan manfaat kepada para pelaku UMK.
Manfaat bagi UMK
UMK yang berbadan hukum (perseroan perorangan) menikmati sejumlah manfaat. Pertama, perizinan berusaha yang diperlukan untuk kegiatan UMK dapat diproses sederhana melalui Sistem OSS Berbasis Risiko dengan penerbitan perizinan tunggal dalam bentuk NIB. Kedua, lebih mudah mendapatkan akses pembiayaan dari penyedia jasa keuangan formal seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) atau dana bergulir.
Ketiga, terjadi pemisahan harta antara harta pribadi atau keluarga pelaku usaha UMK dengan harta yang menjadi modal UKM. Keempat, lebih mudah memperoleh transaksi dengan pembeli non-perorangan yang berbadan hukum sehingga memperluas pasar. Dan kelima, kemudahan untuk mendapatkan dukungan ekspor yang dibantu oleh Kementerian/Lembaga atau badan usaha besar yang bermitra dengan UMK.
Dengan berbagai kemudahan yang diberikan pemerintah kepada pelaku UMK diharapkan terjadi perubahan pola pikir wirausahawan muda untuk melakukan usaha secara formal. Sehingga, mereka dapat mengembangkan usahanya dan membuka banyak lapangan kerja, yang pada akhirnya dapat berkontribusi kepada perekonomian nasional.
Lestari Indah
Staf Ahli Bidang Pengembangan Produktivitas dan Daya Saing Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian