Inilah Alasan Penghapusan Kewajiban Karantina dari Luar Negeri ke Seluruh Indonesia
pada tanggal
27 Maret 2022
JAKARTA PUSAT, LELEMKU.COM - Pemerintah menghapus kewajiban karantina bagi pelaku perjalanan dari luar negeri ke seluruh wilayah Indonesia serta mempersilakan pegawai pemerintah untuk kembali melakukan perjalanan ke mancanegara, kata sejumlah pejabat pada Senin (21/3).
Kebijakan tanpa karantina sebelumnya diuji coba di tiga daerah yakni Bintan dan Batam di Kepulauan Riau serta Bali mulai 7 Maret dan oleh pemerintah dianggap berhasil.
Menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, penghapusan kewajiban karantina diambil pemerintah setelah kondisi pandemi di tanah air dianggap semakin terkendali, bahkan tatkala pintu kedatangan luar negeri telah dibuka.
Sandiaga merujuk pada angka positivity rate dan reproduction rate (angka positif dan angka penularan) di tiga wilayah uji coba yang dianggap sudah rendah dan terus menurun sehingga pemerintah pun yakin untuk menerapkan ihwal serupa di seluruh tanah air.
"Dengan pandemi yang semakin terkendali, (kebijakan) tanpa karantina diperluas ke seluruh Indonesia. (Kini) hanya dengan entry PCR test," kata Sandiaga dalam keterangan pers di Jakarta.
Beleid tersebut berlaku secara resmi seiring penerbitan surat keputusan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 yang bakal dirilis Selasa.
Per pekan lalu, tingkat penularan COVID-19 secara nasional berada di kisaran 1,1 persen.
Hanya saja angka itu masih di atas ketentuan World Health Organization (WHO) sebagai prasyarat sebuah negara untuk menurunkan status dari pandemi menjadi endemi, yakni di bawah satu persen.
Penghapusan ini merupakan pelonggaran terbaru yang diambil pemerintah setelah menganulir kewajiban membawa hasil tes PCR dan antigen asal telah menerima vaksin dosis lengkap bagi pelaku perjalanan domestik.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo pada Senin juga menerbitkan aturan pencabutan larangan bepergian ke luar negeri bagi para pegawai pemerintah, atau disebut juga aparatur sipil negara (ASN).
"(Namun) pegawai ASN yang akan ke luar negeri terlebih dahulu memperoleh izin tertulis dari pejabat pembina kepegawaian," ujar Tjahjo dalam surat tersebut.
Kepala Seksi Pengembangan Pasar Pariwisata Dinas Pariwisata Bali, Gunandika, dikutip dari Merdeka.com menambahkan, jumlah wisatawan luar negeri ke Pulau Dewata terus meningkat sejak penghapusan kewajiban karantina pada 8 Maret 2022.
Bali sejatinya telah menerima penerbangan asing sejak 14 Oktober 2021, tapi kala itu masih mewajibkan karantina kesehatan dan hanya untuk orang asing dari 19 negara.
Menurut Gunandika, wisatawan mancanegara yang datang ke Bali kini setidaknya menyentuh 300 orang per hari, melonjak dari sebelum penghapusan karantina yang hanya berkisar 100 turis asing per hari.
Pada 17 Maret lalu, terang Gunandika, kedatangan harian dari luar negeri bahkan menjadi yang tertinggi, mencapai 862 orang.
"Ada peningkatan setelah aturan itu berlaku. Sebelum penerapan, rata-rata satu hari 120 orang, tapi setelah bebas karantina menjadi 358 orang per hari," ujarnya.
Kasus positif COVID-19 di Indonesia sendiri terus menurun setelah sempat melonjak bahkan mencapai lebih dari 60 ribu kasus baru per hari pada pertengahan bulan lalu. Empat hari terakhir, tambahan kasus harian tercatat di bawah 10 ribu kasus.
Per hari ini, kasus positif tercatat 4.699 kasus sehingga akumulasi COVID-19 di Indonesia menjadi 5,9 juta kasus.
Kasus aktif tercatat 203.345 atau turun 16.343 kasus dibanding hari sebelumnya.
Sementara kematian akibat COVID-19 bertambah 154 orang sehingga keseluruhan menjadi 153.892 jiwa.
Belum ubah status ke endemi
Kendati terus terkendali, Satgas COVID-19 menyatakan Indonesia belum berencana mengubah status COVID-19 dari pandemi menjadi endemi.
Dikatakan juru bicara Satgas COVID-19 Reisa Broto Asmoro dalam diskusi daring di Jakarta hari ini, salah satu parameternya adalah tingkat keterisian rumah sakit (bed occupancy ratio atau BOR) Indonesia yang masih di atas ketentuan WHO yakni lima persen.
"Meski terus menurun, tapi (tingkat keterisian rumah sakit) masih di atas lima persen sehingga kita belum bisa masuk fase endemi," kata Reisa.
Per 20 Maret, BOR rumah sakit Indonesia berada pada angka 14 persen.
Adapun cakupan vaksinasi dua dosis mencapai 74 persen. Namun vaksinasi lengkap untuk warga lanjut usia masih tergolong rendah yakni 58,93 persen.
Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban lewat media sosialnya memprediksi Indonesia akan memasuki fase endemi setidaknya dalam beberapa minggu ke depan.
"Sebentar lagi. Mungkin pas bulan puasa atau paling lambat tiga bulan dari sekarang," kata Zubairi.
Hanya saja, potensi tersebut dapat tercapai andaikata kasus positif terus menurun dan angka vaksinasi lansia dapat digenjot.
Hal sama disampaikan epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman kepada BenarNews yang meminta pemerintah menggenjot tingkat vaksinasi orang lanjut usia demi mencegah lonjakan kasus di Indonesia.
Terlebih, kini muncul subvarian Omicron BA.2 yang lebih menular ketimbang Delta dan Omicron BA.1. Kedua varian tersebut sebelumnya menjadi biang lonjakan kasus positif di Indonesia.
Menurut Dicky, kelompok lanjut usia merupakan yang salah satu yang paling rentan terpapar COVID-10, bahkan bisa meningkatkan angka kematian seperti yang terjadi di Hong Kong.
"Tidak ada yang bisa menjamin kita tidak mengalami lonjakan kematian. Maka, pemerintah harus mendorong agar kelompok berisiko, termasuk lansia, bisa segera melengkapi dosis vaksin untuk mencegah tingginya angka kematian," ujar Dicky. (Arie Firdaus | BenarNews)