Petugas BNN RI Mengungkapkan 760 Kasus Tindak Pidana Narkoba
pada tanggal
31 Maret 2022
WASHINGTON,LELEMUKU.COM - Pemerintah dan DPR telah memulai pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang amandemen atas UU 35/2009 tentang Narkotika.
Salah satu isu pentingnya adalah pembedaan perlakuan bagi pecandu dan pengedar narkotika.
Jika selama ini pelaku penyalahgunaan narkotika secara umum akan menghadapi tuntutan pidana dan dipenjara, ke depan terbuka kemungkinan kondisinya akan berubah.
Dalam rapat kerja pemerintah dan Komisi III DPR RI, Kamis (31/3), disepakati adanya perubahan atas UU 35/2009, yang selama ini menjadi dasar pemidanaan.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Hamonangan Laoly, pada rapat itu menyebut upaya rehabilitasi akan dikedepankan.
“Seharusnya, penanganan terhadap pecandu narkotika, penyalahguna narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika, difokuskan pada upaya rehabilitasi, melalui mekanisme asessment yang komprehensif dan dapat dipertangungjawabkan,”
papar Yasonna.
Asesmen yang disebut Yasonna, akan dilakukan tim terpadu yang terdiri dari dokter psikolog dan psikiater dari unsur medis, serta penyidik, penuntut umum dan pembimbing kemasyarakatan dari unsur hukum.
Yasonna juga mengatakan UU 35/2009 dalam pelaksanaannya belum memberikan konsepsi yang jelas tentang pecandu narkotika, penyalahguna narkotika, dan korban penyalahgunaan narkotika.
Perlakuan yang sama terhadap ketiganya dengan bandar atau pengedar narkotika, lanjut dia, menimbulkan ketidakadilan dalam penanganan.
“Ini juga sejalan dengan upaya untuk mengurangi over kapasitas lembaga pemasyarakatan,”
lanjut Yasonna.
Dalam pemikiran terhadap upaya amandemen UU 35/2009 ini menurut pemerintah adalah karena narkotika, sebenarnya merupakan zat atau obat yang dapat bermanfaat dalam kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Jika digunakan tidak sesuai standar pengobatan, zat atau obat ini dapat menimbulkan ketergantungan. Karena itulah, fokus harus diberikan pada penyalahgunaan dan peredaran gelapnya.
“Penguatan terhadap BNN tentu menjadi langkah strategis, guna meningkatkan performa kelembagaan agar lebih optimal dalam penanganan, pencegahan dan pemberantasan narkotika,”
kata Trimedya.
Sementara Golkar, melalui anggota Komisi III Rudi Mas’ud, mengajak seluruh pihak memperhatikan peningkatan jumlah kasus penyalahgunaan narkotika dan membandingkannya dengan sumber daya penegak hukum serta kapasitas lembaga pemasyarakatan.
“Seharusnya aspek kebijakan lebih diutamakan pada pendekatan pencegahan dalam menangani penyalahgunaan narkotika, yang dilakukan secara integral dan dinamis,”
ujarnya
Menurut PKS, substansi RUU yang perlu penyempurnaan antara lain adalah pelembagaan tim asesmen terpadu menjadi suatu pasal tersendiri. UU baru juga harus membuka ruang bagi korban untuk diberikan hak mengajukan permohonan asesmen.
Ketentuan dalam UU Narkotika perlu mempertimbangkan kebijakan khusus yang bersifat affirmative action, sehubungan pembiayaan rehabilitasi bagi korban atau pecandu narkotika dari kelompok ekonomi lemah. PKS juga mendorong pemidanaan bagi keluarga yang tidak melaporkan penyalahgunaan atau pecandu narkotika. [VOA]